Direktur Perpajakan Internasional Prof John Hutagaol saat memberikan sambutan. (Foto:DDTCNews)
JAKARTA, DDTCNews - Lanskap perpajakan internasional dalam beberapa tahun ke belakang penuh dengan dinamika. Berbagai isu perpajakan yang timbul melatarbelakangi International Fiscal Association (IFA) Cabang Indonesia untuk mengadakan acara tahunan yang dihadiri lebih dari 100 orang peserta. Acara ini bertemakan "Recent International Taxation Development in Indonesia".
Direktur Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Prof John Hutagaol International mengatakan terdapat empat variabel yang menyebabkan lanskap pajak internasional semakin dinamis.
"Globalisasi, underground economy, world economy, dan yang paling signifikan adalah teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Keempat hal ini menjadi penyebabnya," ucap John di Financial Club Jakarta, Selasa (5/12).
Berdasarkan keempat hal yang memberikan pengaruh tersebut, lanskap pajak internasional mengarah pada keterbukaan informasi untuk tujuan perpajakan, semakin mengedepankan kerjasama dan kolaborasi internasional, munculnya international fora sebagai international standard setter, lahirnya standar perpajakan secara global sebagai acuan bagi negara atau yurisdiksi di dunia, serta timbulnya komitmen dan konsensus bersama secara internasional untuk memerangi segala bentuk penghindaran pajak.
John melanjutkan bahwa kondisi terkini lingkungan perpajakan global tersebut secara langsung berpengaruh pada negara atau yurisdiksi. Sebelum keynote speech oleh John, acara terlebih dahulu dibuka oleh Ketua IFA yang baru yaitu Ichwan Sukardi. Ichwan mengatakan akan ada tiga sesi utama yang menjadi agenda seminar tahunan tersebut dan satu diskusi panel yang diisi oleh pakar-pakar perpajakan dari dalam dan luar negeri.
Pada sesi pertama, acara diisi oleh Kepala Seksi Perjanjian Pajak Internasional Ditjen Pajak Ahmad Sadiq Urwah dan Partner ABNR Freddy Karyadi. Mereka memberikan paparan mengenai isu-isu perpajakan di dalam ekonomi digital yang semakin menjadi tantangan baik bagi wajib pajak maupun otoritas pajak.
Freddy mengatakan bahwa saat ini terdapat model bisnis digital yang mungkin akan menjadi tren dalam beberapa waktu ke depan. Sebut saja, peer-to-peer (P2P) lending, yang perkembangannya mampu menggerus perbankan konvensional. Sebab, peminjaman dapat dilakukan oleh siapapun dan di mana pun sehingga menjadi tantangan bagi otoritas dalam mendeteksinya.
Pada akhir sesi, Ahmad memberikan klarifikasi dan rekomendasi untuk beberapa hal yang akan dijalankan oleh otoritas pajak terkait dengan pajak digital di Indonesia. Seperti, untuk pajak penghasilan (PPh), harus ada penunjukkan provider lokal sebagai pemungut pajak oleh badan usaha asing yang menjalankan bisnisnya di Indonesia. Lalu juga ada penunjukkan offshore good supplier sebagai pemungut pajak. Selain itu, juga akan ada perluasan pengertian bentuk usaha tetap (BUT) dan sebagainya.
Kemudian, pada sesi kedua, Kepala Subdirektorat Pencegahan dan Penyelesaian Sengketa Pajak Ditjen Pajak Achmad Amin mengawali diskusi dengan memberikan presentasi mengenai perkembangan isu transfer pricing (TP). Selain itu, Senior Partner DDTC Danny Septriadi dan Tax Partner PB Taxand Permana Adi Saputra juga menambahkan beberapa poin penting yang perlu diperhatikan terkait dengan perkembangan isu TP di Indonesia.
"Understanding business itu sangat penting, lalu data dan fakta yang ada dalam menentukan harga (setting the price) menjadi pendekatan yang akan digunakan ke depannya dalam analisis TP," ujar Danny.
Pada sesi ketiga, Director Program International Tax Center (ITC) Leiden Prof Kees van Raad menjadi pembicara tunggal. Kees memaparkan secara komprehensif perkembangan OECD Model Tax Convention & Commentaries serta informasi terkini dalam lanskap pajak internasional meskipun waktu yang tersedia cukup singkat.
Terakhir, diskusi panel yang diikuti dengan sesi tanya jawab. Diskusi panel dipimpin oleh Tax Partner KPMG Jacob Zwann dan diisi oleh beberapa pembicara seperti akademisi Universitas Indonesia Prof Gunadi, Chairman PB Taxand Prijohandojo Kristanto, Tax Partner Deloitte Indonesia Cindy Sukiman, dan Tax Partner RSM Indonesia Nicholas Graham, serta Prof Kees van Raad yang juga turut meramaikan diskusi. Inti dari diskusi panel ini adalah membahas mengenai perkembangan pajak internasional dan implikasi yang diberikan terhadap Indonesia. Mulai dari konsep beneficial owner, CFC rules, proyek BEPS, multilateral instruments, dan sebagainya.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.