Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) mampu mengamankan penerimaan negara sekitar Rp2 triliun sepanjang 2020 dari pengungkapan ketidakbenaran perbuatan wajib pajak.
Direktur Penegakan Hukum DJP Eka Sila Kusna Jaya mengatakan selama 2020, otoritas melakukan pemeriksaan bukti permulaan (Bukper) terhadap 1.310 wajib pajak. Dari jumlah tersebut, pemeriksaan Bukper telah diselesaikan terhadap 450 wajib pajak.
“Di antaranya, 279 wajib pajak, telah menggunakan hak pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sehingga tidak dilanjutkan ke tahap penyidikan,” ujar Eka dalam jawabannya kepada DDTCNews, Selasa (13/4/2021).
Merujuk pada KUHAP, lanjutnya, pemeriksaan Bukper merupakan kegiatan penyelidikan. Dengan demikian, pemeriksaan Bukper juga dapat dilakukan secara terbuka dan tertutup. Pemeriksaan Bukper terbuka dilakukan kepada wajib pajakyang diduga melanggar pasal pidana tertentu yang diperkenankan melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan (pendekatan restorative justice).
Sementara itu, pemeriksaan Bukper tertutup harus ditindaklanjuti dengan penyidikan. Hal ini dikarenakan atas pasal sangkaan pidananya tidak diberikan hak pengungkapan ketidakbenaran perbuatan.
Pendekatan restorative justice yang digunakan dalam penegakan hukum pidana di bidang perpajakan, sambung Eka, bertujuan untuk terciptanya keadilan bagi wajib pajak pelaku tindak pidana serta keadilan bagi negara.
Pada tahap ini, wajib pajak diberikan hak untuk melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatannya dengan cara melunasi kekurangan pembayaran pajak beserta sanksi berupa denda sebesar 100%. Bila hak ini tidak digunakan oleh, pemeriksaan Bukper akan ditindaklanjuti dengan penyidikan.
“Jika dilihat dari sisi kerugian pada pendapatan negara yang dapat dipulihkan dengan adanya pendekatan restorative justice dalam penegakan hukum pidana di bidang perpajakan tersebut, DJP telah berhasil mengamankan lebih dari Rp2 triliun,” ungkap Eka.
Dari 450 wajib pajak yang pemeriksaan bukti permulaannya telah diselesaikan, terdapat 163 wajib pajak yang tidak menggunakan hak pengungkapan ketidakbenaran perbuatan dan memasuki tahap penyidikan. Kemudian, terhadap 8 wajib pajak, DJP telah menerbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB).
Berdasarkan pada Laporan Kinerja (Lakin) DJP 2020, kegiatan pemeriksaan Bukper tahun lalu belum dapat dilakukan dengan maksimal. Hal ini dikarenakan adanya kebutuhan waktu yang lebih lama akibat pola kerja jarak jauh. Pandemi Covid-19 juga memengaruhi kemampuan bayar wajib pajak saat mengungkapkan ketidakbenaran dengan kemauan sendiri.
"Kegiatan pemeriksaan bukti permulaan belum dapat dilaksanakan maksimal sehingga membutuhkan waktu lebih lama dan upaya yang lebih banyak. Pandemi menurunkan kemampuan finansial wajib pajak untuk melakukan pembayaran Pasal 8 ayat (3) [UU KUP],” tulis DJP dalam Lakin. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.