Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah tengah mempersiapkan peraturan menteri keuangan tunggal yang membahas ketentuan transfer pricing, termasuk Mutual Agreement Procedure (MAP) dan Advance Pricing Agreement (APA).
Sebagai mekanisme penyelesaian permasalahan transfer pricing, MAP dan APA dapat digunakan untuk memberikan kepastian hukum kepada wajib pajak.
Di Indonesia, ketentuan pelaksanaan mengenai MAP dan APA telah diatur sejak 2010 seiring dengan diterbitkannya PER 48/2010 dan PER 69/2010. Saat ini, ketentuan yang berlaku, yaitu PMK 49/2019 dan PMK 22/2020.
MAP adalah solusi (remedi) penyelesaian sengketa di luar ranah penyelesaian sengketa domestik melalui upaya litigasi, seperti keberatan atau banding.
Ketika subjek pajak dalam negeri dari masing-masing negara yang mengadakan P3B dikenakan pajak tidak sesuai dengan ketentuan P3B, subjek pajak tersebut bisa mengajukan klaim melalui MAP. MAP dianggap spesial karena melalui konsultasi dan bukan litigasi.
Tidak hanya digunakan oleh otoritas yang berwenang dalam penyelesaian sengketa pajak berganda yuridis, MAP juga digunakan untuk mengeliminasi pajak berganda ekonomis yang timbul dari penyesuaian harga transfer (transfer pricing).
MAP tidak dimaksudkan untuk mencabut hak wajib pajak dalam penyelesaian sengketa melalui upaya litigasi domestik. Artinya, akses untuk mengajukan permohonan MAP tetap harus terbuka bagi wajib pajak, meskipun wajib pajak telah mencoba jalur penyelesaian domestik.
Untuk menghindari konflik putusan antara remedi domestik dan MAP atas sengketa yang sama, Paragraf 76 pada Pasal 25 OECD Commentary dalam OECD Model 2017 menganjurkan untuk tidak menempuh remedi domestik dan MAP pada waktu yang bersamaan.
Oleh karena itu, banyak negara mengadopsi praktik (best practice) sebagai berikut:
Di Indonesia, PP 50/2022 menegaskan pembaruan dalam Pasal 27C UU KUP. Dalam pasal tersebut, wajib pajak dapat mengajukan pelaksanaan MAP bersamaan dengan permohonan wajib pajak untuk mengajukan keberatan, banding, serta permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar.
Perubahan Pasal 27C UU KUP dilihat sebagai solusi untuk menyelesaikan permasalahan atas isu yang sering terjadi terkait makna “sengketa” dalam konteks MAP dan prosedur penyelesaian sengketa domestik yang tidak sepenuhnya konsisten.
Pembaruan Pasal 27C UU KUP kemudian memperkenalkan produk hukum yang baru, yaitu “Surat Keputusan tentang Persetujuan Bersama” sebagaimana disebutkan dalam Pasal 27C ayat (5) UU KUP.
Dengan demikian, penyelesaian sengketa non-transfer pricing wajib pajak dapat tetap dilanjutkan, walaupun prosedur MAP sudah selesai secara terpisah.
OECD juga memberikan rekomendasi terkait dengan unsur kepastian yang harus diberikan kepada wajib pajak, yaitu melalui ketentuan batas waktu dua tahun dan adanya klausul arbitrase MAP dalam penyelesaian sengketa.
Dengan ketentuan tersebut, hak wajib pajak untuk memperoleh kepastian dapat terpenuhi. Begitu juga bagi otoritas yang berwenang.
Jika MAP adalah upaya hukum yang dapat digunakan setelah terjadinya pajak berganda, lain halnya dengan kesepakatan harga transfer atau Advance Pricing Agreement (APA).
APA adalah suatu prosedur penyelesaian permasalahan transfer pricing yang dilakukan sebelum terjadinya suatu sengketa. Dalam hal ini, metodologi penentuan harga transfer disepakati di awal untuk beberapa jenis transaksi tertentu.
Terdapat dua tipe APA, yaitu secara unilateral (wajib pajak dengan satu otoritas pajak), dan bilateral atau multilateral (wajib pajak dengan dua atau lebih otoritas pajak).
APA yang dilakukan secara bilateral atau multilateral bisa memberikan solusi lebih efektif terhadap sengketa pajak berganda. Dalam PMK 22/2020, apabila APA bilateral atau multilateral tidak mencapai suatu kesepakatan maka wajib pajak tetap dapat mengajukan permohonan APA unilateral.
Namun, dalam konteks penyelesaian sengketa pajak berganda, APA yang dilakukan secara unilateral tidak memberikan solusi karena otoritas pajak lawan transaksi tidak terlibat dalam APA tersebut.
Prosedur APA bersifat sukarela dan secara formal harus dimulai dari inisiatif wajib pajak. Prosedur APA diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan pajak di setiap negara. Berikut elemen yang dibahas dalam suatu APA secara garis besar.
Pertama, menetapkan fakta-fakta dan asumsi ke depan terkait dengan transaksi afiliasi. Kedua, menetapkan metode transfer pricing dan pembanding yang akan digunakan.
Ketiga, perkiraan harga atau rentang kewajaran yang dihasilkan dengan aplikasi metode transfer pricing yang dipilih.
Guna memudahkan wajib pajak memahami MAP dan APA, buku berjudul Transfer Pricing: Ide, Strategi, dan Panduan Praktis dalam Perspektif Pajak Internasional (Edisi Kedua: Volume II) telah merangkum ulasan keduanya dalam satu bab secara khusus.
Informasi mengenai MAP dan APA dalam buku ini mencakup konsep, karakteristik, prosedur, hingga ketentuan MAP maupun APA di Indonesia.
Jika Anda tertarik membaca buku transfer pricing ini, silakan melakukan pembelian melalui tautan berikut https://store.Perpajakan DDTC.ddtc.co.id/products/transfer-pricing-ide-strategi-dan-panduan-praktis-dalam-perspektif-pajak-internasional-edisi-kedua-volume-ii.
Jika memiliki pertanyaan mengenai pembelian buku, Anda juga dapat menghubungi tim Perpajakan DDTC by DDTC melalui Hotline 0813-8080-4136 atau [email protected]. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.