Materi paparan yang disampaikan oleh Matondang Elsa Siburian, selaku Kepala Seksi Perjanjian dan Kerja Sama Perpajakan Internasional II Ditjen Pajak (DJP) dalam International Tax Conference 2024.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah masih menggodok penyesuaian desain insentif pajak untuk merespons implementasi Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) yang berlaku 2025.
Matondang Elsa Siburian, selaku Kepala Seksi Perjanjian dan Kerja Sama Perpajakan Internasional II Ditjen Pajak (DJP) mengatakan pada prinsipnya penerapan Pilar 2 berdampak terhadap 3 aspek, yakni penerapaan pajak, skema insentif pajak yang selama ini diberikan, dan administrasi pajak. Khusus insentif pajak, penyesuaian perlu dilakukan agar tidak keluar dari pakem Pilar 2.
"Penerapan Pilar 2 jelas akan berdampak pada income based incentives yang kita berikan. Karena itulah, beberapa negara tetangga menyesuaikan pemberian insentif pajak mereka. Bagaimana dengan Indonesia? Kami masih mempertimbangkan insentif pajak yang sesuai dengan Pilar 2 ini," kata Matondang dalam International Tax Conference 2024, Kamis (3/10/2024).
Seperti diketahui, pemerintah memang berencana menerbitkan peraturan menteri keuangan (PMK) yang secara khusus mengatur tentang penerapan pajak minimum global. Secara terperinci, IIR dan QDMTT akan diimplementasikan di Indonesia pada tahun ini, sedangkan undertaxed profit rule (UTPR) baru akan diterapkan pada 2025.
Beberapa insentif pajak yang bakal terdampak signifikan oleh pajak minimum global adalah insentif-insentif berbasis laba (income-based incentives) seperti tax holiday reguler dan tax holiday di KEK. Hal ini terjadi lantaran insentif tersebut memberikan pembebasan pajak secara penuh atau parsial dan menimbulkan penurunan tarif efektif secara signifikan.
Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sempat menyatakan bahwa tax holiday berpotensi tidak efektif diberikan akibat hadirnya pajak minimum global. Oleh karena itu, diperlukan insentif dalam bentuk lain guna mengompensasi tax holiday.
Implementasi Pilar 2, sambung Matondang, juga akan berdampak pada administrasi pajak. Melalui Pilar 2, otoritas pajak perlu menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten untuk menyusun regulasi dan memantau wajib pajak dan memastikan seluruh komponennya dipatuhi.
"Aturan ini sangat kompleks, detailnya sangat penting. Jadi, anggap ini sebagai peluang untuk mempelajari hal baru. Dengan pengetahuan ini, Anda bisa menjadi ahli yang dicari orang lain," kata Matondang.
Matondang menambahkan pada dasarnya ada 3 pendekatan yang bisa dilakukan oleh setiap yurisdiksi dalam menyikapi Pilar 2 yang berlaku secara common approach. Pertama, suatu yurisdiksi tidak memiliki kewajiban untuk mengadopsinya.
Kedua, jika akhirnya suatu yurisdiksi atau anggota Inclusive Framework memilih untuk mengikuti Pilar 2 maka konsekuensinya adalah yurisdiksi tersebut harus melaksanakannya secara penuh.
Ketiga, dengan desain kebijakan Pilar 2 yang bersifat common approach maka suatu yurisdiksi harus merelakan hak pemajakan atas pajak tambahan (top-up tax)-nya untuk diambil oleh yurisdiksi lain.
Sebagai informasi, Pilar 2 diterapkan untuk mengurangi harmful tax competition dan menekan profit shifting. Pilar 2 bakal diimplementasikan sebagai common approach mulai tahun depan.
Mengingat Pilar 2 adalah common approach, setiap yurisdiksi perlu mengadopsi rezim pajak tersebut tanpa perlu menunggu adanya multilateral instrument (MLI) dan sejenisnya.
Terkait dengan insentif perpajakan di Indonesia, DDTC baru-baru ini juga telah merilis buku Panduan Insentif Perpajakan di Indonesia 2024. Publikasi ini merupakan buku ke-25 yang diterbitkan DDTC.
Buku ini ditulis oleh Founder DDTC Darussalam dan Danny Septriadi bersama dengan Director DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji, DDTC Internal Tax Solutions Lead Made Astrin Dwi Kartini, serta DDTC Academy Lead N. Daniel Sohilait. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.