KONSENSUS PAJAK GLOBAL

Konsekuensi Pilar 2, Indonesia Rancang Desain Baru Insentif Pajak

Redaksi DDTCNews | Kamis, 03 Oktober 2024 | 14:35 WIB
Konsekuensi Pilar 2, Indonesia Rancang Desain Baru Insentif Pajak

Materi paparan yang disampaikan oleh Matondang Elsa Siburian, selaku Kepala Seksi Perjanjian dan Kerja Sama Perpajakan Internasional II Ditjen Pajak (DJP) dalam International Tax Conference 2024.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah masih menggodok penyesuaian desain insentif pajak untuk merespons implementasi Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) yang berlaku 2025.

Matondang Elsa Siburian, selaku Kepala Seksi Perjanjian dan Kerja Sama Perpajakan Internasional II Ditjen Pajak (DJP) mengatakan pada prinsipnya penerapan Pilar 2 berdampak terhadap 3 aspek, yakni penerapaan pajak, skema insentif pajak yang selama ini diberikan, dan administrasi pajak. Khusus insentif pajak, penyesuaian perlu dilakukan agar tidak keluar dari pakem Pilar 2.

"Penerapan Pilar 2 jelas akan berdampak pada income based incentives yang kita berikan. Karena itulah, beberapa negara tetangga menyesuaikan pemberian insentif pajak mereka. Bagaimana dengan Indonesia? Kami masih mempertimbangkan insentif pajak yang sesuai dengan Pilar 2 ini," kata Matondang dalam International Tax Conference 2024, Kamis (3/10/2024).

Baca Juga:
Malaysia Sebut Pajak Minimum Global Berdampak Baik ke Keuangan Negara

Seperti diketahui, pemerintah memang berencana menerbitkan peraturan menteri keuangan (PMK) yang secara khusus mengatur tentang penerapan pajak minimum global. Secara terperinci, IIR dan QDMTT akan diimplementasikan di Indonesia pada tahun ini, sedangkan undertaxed profit rule (UTPR) baru akan diterapkan pada 2025.

Beberapa insentif pajak yang bakal terdampak signifikan oleh pajak minimum global adalah insentif-insentif berbasis laba (income-based incentives) seperti tax holiday reguler dan tax holiday di KEK. Hal ini terjadi lantaran insentif tersebut memberikan pembebasan pajak secara penuh atau parsial dan menimbulkan penurunan tarif efektif secara signifikan.

Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sempat menyatakan bahwa tax holiday berpotensi tidak efektif diberikan akibat hadirnya pajak minimum global. Oleh karena itu, diperlukan insentif dalam bentuk lain guna mengompensasi tax holiday.

Baca Juga:
Pemerintah segera Umumkan Kebijakan Final Soal PPN 12 Persen

Implementasi Pilar 2, sambung Matondang, juga akan berdampak pada administrasi pajak. Melalui Pilar 2, otoritas pajak perlu menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten untuk menyusun regulasi dan memantau wajib pajak dan memastikan seluruh komponennya dipatuhi.

"Aturan ini sangat kompleks, detailnya sangat penting. Jadi, anggap ini sebagai peluang untuk mempelajari hal baru. Dengan pengetahuan ini, Anda bisa menjadi ahli yang dicari orang lain," kata Matondang.

Matondang menambahkan pada dasarnya ada 3 pendekatan yang bisa dilakukan oleh setiap yurisdiksi dalam menyikapi Pilar 2 yang berlaku secara common approach. Pertama, suatu yurisdiksi tidak memiliki kewajiban untuk mengadopsinya.

Baca Juga:
BKF: Kurang dari 10 WP Tax Holiday yang Terdampak Pajak Minimum Global

Kedua, jika akhirnya suatu yurisdiksi atau anggota Inclusive Framework memilih untuk mengikuti Pilar 2 maka konsekuensinya adalah yurisdiksi tersebut harus melaksanakannya secara penuh.

Ketiga, dengan desain kebijakan Pilar 2 yang bersifat common approach maka suatu yurisdiksi harus merelakan hak pemajakan atas pajak tambahan (top-up tax)-nya untuk diambil oleh yurisdiksi lain.

Sebagai informasi, Pilar 2 diterapkan untuk mengurangi harmful tax competition dan menekan profit shifting. Pilar 2 bakal diimplementasikan sebagai common approach mulai tahun depan.

Baca Juga:
Skema Insentif Pajak di Negara Tetangga Jadi Pertimbangan DJP

Mengingat Pilar 2 adalah common approach, setiap yurisdiksi perlu mengadopsi rezim pajak tersebut tanpa perlu menunggu adanya multilateral instrument (MLI) dan sejenisnya.

Terkait dengan insentif perpajakan di Indonesia, DDTC baru-baru ini juga telah merilis buku Panduan Insentif Perpajakan di Indonesia 2024. Publikasi ini merupakan buku ke-25 yang diterbitkan DDTC.

Buku ini ditulis oleh Founder DDTC Darussalam dan Danny Septriadi bersama dengan Director DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji, DDTC Internal Tax Solutions Lead Made Astrin Dwi Kartini, serta DDTC Academy Lead N. Daniel Sohilait. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 12 Desember 2024 | 09:05 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah segera Umumkan Kebijakan Final Soal PPN 12 Persen

Rabu, 11 Desember 2024 | 12:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

BKF: Kurang dari 10 WP Tax Holiday yang Terdampak Pajak Minimum Global

Rabu, 11 Desember 2024 | 09:13 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Skema Insentif Pajak di Negara Tetangga Jadi Pertimbangan DJP

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:00 WIB LAYANAN PAJAK

Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?