KOMPETISI PAJAK GLOBAL

Kompetisi Pajak Makin Intens, Indonesia Perlu Siapkan Strategi Khusus

Redaksi DDTCNews | Jumat, 23 Februari 2018 | 10:05 WIB
Kompetisi Pajak Makin Intens,  Indonesia Perlu Siapkan Strategi Khusus

JAKARTA, DDTCNews – Langkah Amerika Serikat (AS) yang menurunkan tarif pajaknya akan memicu persaingan pajak dalam skala global. Oleh karena itu, kebijakan dalam bidang pajak harus menjadi perhatian serius pemerintah.

Hal tersebut diungkapkan oleh Pengamat Perpajakan dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji. Menurutnya, situasi pajak global menuntut pemerintah bergerak cepat dalam urusan pajak, salah satunya adalah insentif pajak yang kini tengah digodok pemerintah.

"Kompetisi pajak bakal lebih intens. Jerman juga ingin menurunkan tarif pajaknya, China merespons, Uni Eropa merespons, Indonesia sendiri bagaimana?," katanya, Kamis (23/2).

Baca Juga:
Bebaskan BPHTB untuk MBR, Pemkot Sebut Dampaknya Tak Signifikan ke PAD

Menurut Bawono, penyesuaian tarif pajak di beberapa negara maju akan memberikan tekanan likuiditas di dalam negeri. Sebagai contoh adalah penurunan tarif PPh Badan di AS dari 35% menjadi 21%.

Kebijakan AS ini akan memicu aliran keluar dana asing khususnya dari korporasi asal Negeri Paman Sam untuk balik kandang. Oleh karena itu, pemerintah harus menyiapkan strategi khusus menyikapi hal ini.

"Reformasi pajak AS menurunkan PPh Badan jadi 21% dan beralih dari sistem worldwide menjadi teritorial. Artinya apa, ini akan banyak menarik investasi global," ungkapnya.

Baca Juga:
Coretax Nyambung dengan Data Perbankan, DJP Rilis Imbauan Soal SPT

Oleh karena itu, insentif pajak bisa dijadikan alat untuk membuat posisi Indonesia tetap menarik dalam kompetisi pajak global, jika dibandingkan ikut-ikutan menurunkan tarif pajak. Namun, diperlukan perbaikan agar insentif pajak diminati oleh dunia usaha.

"Ada beberapa faktor kenapa insentif pajak saat ini kurang diminati, misalnya tax holiday, bukan pure pembebasan, tapi pengurangan. Skalanya antara 10%-100% pengurangannya, ada yang bebasnya hanya 10%, ada yang benar-benar nol. Pengusaha berpikir prosedur pengajuannya rumit tapi kurang jelas pengukurannya," tutupnya. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 28 Januari 2025 | 13:00 WIB KOTA DENPASAR

Bebaskan BPHTB untuk MBR, Pemkot Sebut Dampaknya Tak Signifikan ke PAD

Sabtu, 25 Januari 2025 | 14:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sebanyak 41.150 Unit Rumah Nikmati Insentif PPN DTP pada 2024

Sabtu, 25 Januari 2025 | 12:30 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Coretax Nyambung dengan Data Perbankan, DJP Rilis Imbauan Soal SPT

Kamis, 23 Januari 2025 | 15:19 WIB KONSULTASI PAJAK

Usaha Sektor Panas Bumi, Apa Saja Fasilitas PPh yang Bisa Digunakan?

BERITA PILIHAN
Kamis, 30 Januari 2025 | 18:00 WIB TIPS PAJAK

Cara Ajukan Pembebasan PBB-P2 bagi Pensiunan PNS di DKI Jakarta

Kamis, 30 Januari 2025 | 17:55 WIB PAJAK INTERNASIONAL

Penghindaran Pajak Lebih Rugikan Negara Berkembang daripada yang Maju

Kamis, 30 Januari 2025 | 16:00 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Dedi Mulyadi Ingin Pakai 100% Pajak Kendaraan untuk Pembangunan Jalan

Kamis, 30 Januari 2025 | 15:11 WIB KONSULTASI CORETAX

Istri Pilih ‘Hanya Registrasi’ di Coretax, Perlu Lapor SPT Sendiri?

Kamis, 30 Januari 2025 | 15:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Ada Fasilitas KITE, Menko Airlangga Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

Kamis, 30 Januari 2025 | 14:30 WIB PERATURAN PAJAK

Ketentuan Terbaru Soal Penghapusan Piutang Pajak, Dowload di Sini!

Kamis, 30 Januari 2025 | 13:55 WIB PENG-1/PJ/2025

DJP Perbarui Daftar Negara Tujuan Pertukaran Data Keuangan Otomatis

Kamis, 30 Januari 2025 | 13:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Sri Mulyani Harap Makan Bergizi Gratis Beri Dampak Besar ke Ekonomi