Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah sangat berharap pada implementasi automatic exchange of information (AEoI) untuk meningkatkan penerimaan pajak. Apalagi, windfall dari komoditas diperkirakan tidak terjadi lagi. Beberapa media nasional membahas topik tersebut pada hari ini, Selasa (26/3/2019).
Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Adrianto mengakui lonjakan harga komoditas, terutama minyak bumi, telah berpengaruh besar pada pendapatan negara pada tahun lalu. Namun, kondisi yang serupa diperkirakan tidak terjadi lagi tahun ini.
“Salah satu bekal yang dipercaya akan menaikkan kontribusi penerimaan pajak adalah pelaksanaan AEoI,” katanya.
Menurutnya, data yang diterima dari implementasi AEoI akan cukup besar. Inilah yang diharapkan akan menjadi pendorong pertumbuhan penerimaan pajak pada 2019. Apalagi, target penerimaan pajak tahun ini hampir mendekati 20%.
Selain itu, beberapa media nasional juga kembali menyoroti desakan untuk menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) badan. Pengusaha mengklaim dengan tarif PPh badan sebesar 25% tidak kompetitif. Besarnya tarif itu dinilai menghambat daya saing pebisnis dengan pelaku usaha negara tetangga.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Dari implementasi AEoI sejauh ini, pemerintah telah mengantongi data aset keuangan senilai Rp1.300 triliun milik warga Negara Indonesia (WNI) yang diparkir di luar negeri. Pemerintah mengaku masih akan terus mengolah data hasil pertukaran informasi keuangan secara otomatis tersebut. Otoritas akan melakukan sinkronisasi data, termasuk dengan Surat Pemberitahuan (SPT).
Selain berharap pada implementasi AEoI, pemerintah akan terus mendorong beberapa sektor, terutama manufaktur, untuk mengamankan target penerimaan pajak. Menurut Adrianto, hal yang penting untuk dilakukan adalah menciptakan produk dengan nilai tambah yang tinggi.
Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan implementasi AEoI seharusnya bisa meningkatkan kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam melaporkan SPT. Hal ini dikarenakan sudah ada informasi yang dimiliki Ditjen Pajak (DJP) untuk menguji kebenaran SPT.
Dia pun meminta agar otoritas memperlakukan data aset Rp1.300 triliun sesuai prosedur. DJP, sambungnya harus melakukantracing pemilik dana dan mencocokkannya dengan SPT. DJP harus melakukan pengecekan secara bertahap sesuai regulasi yang berlaku.
Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Tax Center Ajib Hamdani mengatakan penurunan tarif PPh badan harus segera dieksekusi. Dia percaya pemangkasan tarif PPh badan akan meningkatkan daya saing Indonesia di mata investor. Langkah ini akan membuat dunia usaha semakin bergerak.
“Impact selanjutnya perusahaan lebih leluasa karena dengan omzet bisnis yang sama, maka keuntungan akan bertambah. Penurunan tarif PPh harus secepatnya terlaksana karena banyak sisi positifnya,” kata Ajib.
Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan penurunan tarif PPh badan bisa saja dilakukan. Namun, dia meminta agar pemerintah memastikan langkah ekstensifikasi bisa berjalan dengan baik. Selama ini, ekstensifikasi sangat lemah sehingga penerimaan dari wajib pajak badan justru lebih besar dibandingkan setoran dari wajib pajak orang pribadi.
Hingga Senin (25/3/2019) pagi, penyampaian SPT baru sekitar 55,6% dari total wajib pajak yang wajib melaporkan SPT. Dari jumlah tersebut, sebanyak 93% melaporkan SPT mereka melalui e-Filing. Melihat fakta ini, DJP akan berupaya terus menjaga sistem teknologi informasi agar tidak mengalami gangguan. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.