BEA MASUK IMPOR

Klarifikasi Kedutaan AS: Indonesia Masih Memperoleh Fasilitas GSP

Dian Kurniati | Selasa, 25 Februari 2020 | 10:44 WIB
Klarifikasi Kedutaan AS: Indonesia Masih Memperoleh Fasilitas GSP

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews—Kedutaan Besar AS memastikan Indonesia tetap mendapatkan fasilitas insentif tarif preferensial umum (Generalized System of Preference/GSP), meski tidak lagi tercatat sebagai negara berkembang.

Klarifikasi dari Kedutaan Besar AS itu disampaikan oleh Sekretaris Menko Perekonomian Susiwijono Moegiarso. Sebelumnya, status Indonesia yang bukan lagi negara berkembang membuat fasilitas GSP Indonesia dari AS tidak berlaku, gencar diberitakan.

"Kebijakan [Indonesia keluar dari daftar negara berkembang] itu hanya berdampak pada US countervailing duty investigations, bukan pada program GSP," kata Susi dalam penjelasan tertulis, Selasa (25/2/2020).

Baca Juga:
DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

GSP merupakan insentif berupa keringanan bea masuk impor dari AS. Sedikitnya ada 15 kriteria yang masuk daftar negara penerima fasilitas GSP. Umumnya, fasilitas ini diberikan untuk negara berkembang dan negara terbelakang.

Perihal dampak Indonesia keluar dari daftar negara berkembang, lanjut Susiwijono, akan dijelaskan lebih detail oleh Kementerian Perdagangan. Namun yang pasti, ia menegaskan bahwa Indonesia masih mendapatkan fasilitas GSP dari AS.

Lebih lanjut, Susiwijono menjelaskan dasar kebijakan Kantor Perwakilan Perdagangan AS (US Trade Representative/USTR) tersebut lantaran Indonesia telah menjadi anggota negara dengan ekonomi terbesar seperti G-20.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Sejalan dengan itu, USTR juga merevisi metodologi dalam mengklasifikasi negara dengan ekonomi berkembang, dari sebelumnya mengacu pada panduan 1998. Alhasil, tak hanya Indonesia saja terpengaruh dari kebijakan USTR tersebut.

Negara lainnya yang ikut terkena dampak investigasi counter vailing duty (CVD) atau bea antidumping dari AS antara lain Albania, Argentina, Armenia, Brazil, Bulgaria, China, Kolombia, Kosta Rika, Georgia, dan Hongkong.

Ada pula India, Kazakhstan, Republik Kyrgyzstan, Malaysia, Moldova, Montenegro, Makedonia Utara, Rumania, Singapura, Afrika Selatan, Korea Selatan, Thailand, Ukraina, dan Vietnam. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN