Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pengiriman Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) melalui akun DJP Online wajib pajak baru bisa dilakukan setelah taxpayer account tersedia. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (5/9/2022).
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan dengan taxpayer account, wajib pajak bisa memantau setiap urusan administrasi pajak, termasuk SP2DK yang dikirimkan oleh Ditjen Pajak (DJP). Otoritas masih mempersiapkan taxpayer account bersamaan dengan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan.
"Untuk taxpayer account kami siapkan secepat-cepatnya. Nanti kami cek kesiapan sistemnya dulu," ujar Suryo.
Sesuai dengan SE-05/PJ/2022, pengiriman melalui akun DJP Online dilakukan bila wajib pajak telah mengaktifkan akun tersebut dan DJP Online telah mengakomodasi penyampaian SP2DK secara elektronik. Meskipun demikian, otoritas selama ini juga sudah mulai menggunakan sarana email.
Selain mengenai SP2DK, ada pula ulasan terkait dengan perkembangan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan. Kemudian, ada bahasan tentang tersedianya kembali menu layanan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) di DJP Online.
Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP Arif Yunianto mengatakan permintaan klarifikasi melalui SP2DK perlu dilihat sebagai kesempatan bagi wajib pajak untuk memberi penjelasan kepada DJP. Wajib pajak perlu memberikan respons paling lama 14 hari sejak SP2DK dikirim.
Menurutnya, waktu 14 hari tersebut sangat cukup bagi wajib pajak untuk berpikir, mengecek kembali, sekaligus mengumpulkan dokumen jika diperlukan. Simak pula Fokus Kunjungan Dijalankan, ‘Surat Cinta’ Disampaikan.
“[Respons atas SP2DK] tidak otomatis kemudian timbul pembetulan atau kurang bayar. Jadi, harus direspons dan kami atur bahwa pemberian respons itu dalam 14 hari setelah surat tadi dikirim,” katanya. (DDTCNews)
DJP mencatat progres pembaruan sistem inti administrasi perpajakan atau coretax system sudah mencapai 47%. Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan saat ini proses pengembangan coretax system sedang berada dalam fase development beberapa sistem informasi aplikasi.
"Setelah bulan Juni kemarin kita melakukan testing system integrator. Harapannya pada Februari 2023 selesai [dilanjutkan dengan] data migrasi, training, dan persiapan implementasi pada 2023," ujar Suryo.
Suryo mengatakan instalasi coretax administration system di kantor pusat dan seluruh kantor wilayah (kanwil) ditargetkan selesai pada Oktober 2023. Coretax administration system ditargetkan bisa digunakan untuk pelayanan wajib pajak pada Januari 2024. (DDTCNews)
DJP kembali menyediakan menu PPS di DJP Online. Untuk menggunakannya, wajib pajak perlu melakukan aktivasi fitur terlebih dahulu pada menu profil di DJP Online. Layanan PPS berisi submenu arsip dan bantuan.
Untuk submenu arsip, ada pilihan daftar SPPH, SPPH batal, dan pencabutan SPPH. Dengan tersedianya kembali menu layanan PPS di DJP Online, wajib pajak peserta PPS bisa melihat data SPPH dan mengunduh Surat Keterangan. (DDTCNews)
Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan dalam pembuatan faktur pajak setelah berlakunya UU Cipta Kerja, pembeli orang pribadi harus menyampaikan NIK jika mengaku tidak mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
“Kalau orang pribadi yang membeli, dia harus ngasih NIK. Sekarang wajib,” ujarnya.
Sesuai dengan perubahan UU PPN yang masuk dalam UU Cipta Kerja, keterangan tentang penyerahan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) harus dicantumkan dalam faktur pajak. Salah satu keterangan yang harus dimuat adalah identitas pembeli BKP atau penerima JKP.
Dalam Pasal 72 PMK 18/2021 diperinci bagi subjek pajak dalam negeri orang pribadi sesuai, identitasnya adalah nama, alamat, dan NPWP atau NIK. Adapun NIK yang dimaksud mempunyai kedudukan yang sama dengan NPWP dalam rangka pembuatan faktur pajak dan pengkreditan pajak masukan. (DDTCNews)
Data Kementerian Keuangan menunjukkan arah penerimaan pajak dan rasio pajak masih sangat ditentukan oleh perkembangan harga komoditas dan kebijakan khusus seperti PPS. Ketika harga komoditas sedang tinggi, kontribusinya terhadap penerimaan pajak bisa sangat dominan.
"Kontribusinya bisa cukup dominan, bisa antara 10% dan 20%, terhadap total penerimaan pajak yang kemudian memengaruhi bisa tax ratio dengan adanya boom dan bust," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.