JAKARTA, DDTCNews – Setelah Google, pemerintah kini tengah serius membidik perusahaan teknologi raksasa Facebook. Sebab, seperti halnya Google, Facebook juga diduga memiliki tunggakan pajak yang besar pada pemerintah. Topik tersebut menjadi ulasan utama di beberapa media nasional pagi ini, Rabu (30/11).
Pemerintah Indonesia berencana memanggil pimpinan perusahaan milik Mark Zuckerberg untuk datang ke Indonesia, dan rencananya pertemuan itu akan diagendakan pekan depan. Pemanggilan ini merupakan langkah awal mengejar kewajiban pajak Facebook.
Menurut Kepala Kantor Wilayah Pajak Khusus Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Muhammad Hanif, pendapatan kedua perusahaan teknologi tersebut di Indonesia sangat besar. Berdasarkan data yang ada, pendapatannya mencapai US$840 juta, di mana 70% nya berasal dari Facebook.
Secara bersamaan, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan pihaknya telah menyiapkan aturan yang lebih kuat, salah satunya melalui revisi UU PPh.
Kabar lain juga datang dari DJP yang perlu bekerja lebih keras lagi untuk melakukan sosialisasi tax amnesty ke UMKM dan berbagai berita yang telah diulas dengan ringkas sebagai berikut:
Program tax amnesty periode II yang diprioritaskan untuk menjaring sebanyak-banyaknya pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) nampaknya tidak berjalan mulus. Dari 57 juta UMKM yang ada, hanya sekitar 120.000 UMKM saja yang baru ikut tax amnesty. Padahal selama 5 bulan program berjalan, seluruh jajaran pemerintah mulai dari presiden, Menteri Keuangan, sampai Dirjen Pajak ikut turun langsung. Direktur P2Humas DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan DJP tidak akan menunggu lagi, tetapi akan langsung menjemput bola.
DJP menyebutkan jumlah kepemilikan aset dari wajib pajak di dalam negeri yang sudah diikutsertakan dalam tax amnesty sebesar Rp277 triliun dari total potensi sebesar Rp530 triliun. Direktur P2Humas DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan total harta tersebut merupakan kepemilikan harta di dalam negeri dalam bentuk rumah, mobil, dan barang mewah lainnya. Dia mengaku telah menyurati wajib pajak untuk segera mengikuti tax amnesty, terlebih waktu yang tersisa hingga akhir periode program tersebut makin sempit.
Bank Indonesia (BI) memperkirakan proses transisi penyederhanaan nilai mata uang atau redenomisasi rupiah memerlukan waktu setidaknya lima tahun. Perubahan nilai pada rupiah nantinya akan menghilangkan tiga digit pada nominal mata uang, misalnya Rp1000 menjadi Rp1. Deputi Gubernur BI Ronald Waas menuturkan kondisi saat ini relatif kondusif untuk membahas redenomisasi rupiah. Pemerintah telah mengusulkan rencana redenomisasi rupiah yang akan disodorkan dalam bentuk UU Perubahan Harga. UU tersebut telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di DPR tahun depan.
Sebanyak 25 daerah berisiko tidak mendapatkan kucuran dana bagi hasil cukai tembakau 2016 karena hingga saat ini belum melaporkan kewajiban administrasinya. Dirjen Perimbangan Keuangan Boediarso Teguh Widodo mengatakan hingga 28 November 2016 terdapat sekitar Rp632,98 miliar dari total pagu dana bagi hasil (DBH) cukai hasil tembakau (CHT) senilai Rp2,83 triliun yang belum disalurkan. Dari nilai tersebut sebanyak 299 daerah dengan jumlah DBH CHT senilai Rp611,2 miliar sudah menyampaikan persyaratan administrasi berupa realisasi penggunaan semester I tahun 2016. Sementara, sisanya 25 daerah masih belum.
Sudah hampir tiga pekan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami tekanan. Hal ini terjadi setelah pemilihan presiden AS dan rencana kenaikan suku bunga the fed pada Desember mendatang. Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan pengaruh terbesar yang terjadi saat ini adalah masalah ketidakpastian masa depan AS. Namun demikian, penguatan rupiah akan sangat bergantung pada program tax amnesty yang sedang bergulir, terutama dari dana repatriasi. Sementara dari sisi global, pergerakan nilai tukar rupiah berkaitan dengan ekspektasi pasar terhadap kebijakan yang akan diambil presiden AS dan kebijakan moneter yang akan diambil Bank Sentral AS.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.