Ilustrasi.
SALAH satu isu yang dibahas pemerintah dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) adalah pengaturan kembali aspek pajak atas natura dan/atau kenikmatan (fringe benefit). Rencananya, natura bisa dianggap menjadi biaya bagi perusahaan atau pemberi dan sebagai penghasilan bagi penerima.
Usulan ini salah satunya dilatarbelakangi adanya tren peningkatan pemberian imbalan kepada pegawai dalam bentuk fringe benefit. Dalam ketentuan saat ini, pemberian fringe benefit bukan merupakan objek penghasilan sepanjang memenuhi ketentuan.
Selain itu, urgensi pengkajian kembali skema pajak atas fringe benefit makin meningkat seiring dengan perkembangan pola bisnis. Misalnya, munculnya influencer media sosial yang memperoleh sebuah produk untuk dipromosikan (endorsement).
Dengan kebijakan saat ini, endorsement tersebut dikecualikan dari objek PPh bagi penerima. Padahal, nilai dari endorsement tersebut bisa saja sangat besar dan dapat menambah kemampuan ekonomis wajib pajak.
Untuk itu, pemerintah menimbang perlunya mengubah beberapa ketentuan dalam UU PPh. Adapun beberapa negara lain juga sudah mengatur perlakuan PPh atas fringe benefit. Berikut, perlakukan PPh atas fringe benefit dari beberapa negara lain yang dimuat dalam Naskah Akademik (NA) RUU KUP.
Australia mengenakan fringe benefit tax (FBT) terhadap benefit tertentu yang diberikan pemberi kerja kepada karyawan atas dasar hubungan pekerjaan. FBT ditanggung oleh pemberi kerja dan pada prinsipnya dapat menjadi biaya dalam penghitungan PPh-nya.
FBT dihitung secara terpisah dari PPh dan dihitung dari nilai pajak yang terutang atas setiap benefit. Jenis-jenis benefit yang dikenai pajak antara lain car fringe benefit, car parking fringe benefit, entertainment and fringe benefits, loan fringe benefits, dan housing fringe benefit.
Fringe benefit di Jepang diperlakukan sebagai penghasilan bagi penerimanya. Fringe benefit tersebut dimasukkan dalam satu kesatuan penghitungan penghasilan (dalam kategori employment income). Selanjutnya, employment income itu dilaporkan dalam SPT Tahunan penerima.
Sebagian besar jenis fringe benefit di Jepang dianggap sebagai penghasilan pegawai dan dikenai pajak. Namun, pemberian dalam bentuk seragam dan sejenisnya yang bersifat wajib sehubungan dengan pekerjaan dikecualikan dari pengenaan FBT.
Selain itu, fringe benefit berupa makanan, akomodasi tempat tinggal, rekreasi, hadiah, diskon, dan pinjaman tanpa bunga/dengan bunga di bawah tingkat suku bunga wajar, dalam jumlah dan kriteria tertentu tidak dikenakan pajak.
Fringe benefit menurut definisi UU Pajak Filipina Title II, Section 33, adalah semua barang, jasa, atau benefit lainnya yang diberikan dalam bentuk uang atau bentuk lainnya oleh pemberi kerja ke karyawan.
Fringe benefit dikenakan pajak final sebesar 32% dengan sistem withholding tax yang dibayar dan dilaporkan pemberi kerja. Pada prinsipnya, semua barang, jasa, atau benefit lainnya yang diberikan dalam bentuk uang atau bentuk lainnya oleh pemberi kerja kepada karyawan dikenai pajak.
Namun, ada beberapa pengecualian yang diberikan. Misalnya, benefit yang nilainya relatif kecil dan diberikan oleh pemberi kerja dengan maksud untuk meningkatkan kesehatan, efisiensi, kepuasan, dan kemauan bekerja karyawan.
Pajak dikenakan atas fringe benefit yang diberikan oleh pemberi kerja kepada karyawan. Bentuk fringe benefit kena pajak itu seperti transportasi, makanan, akomodasi, pengeluaran listrik dan air, dan dana pensiun yang melebihi 10% dari gaji perbulan karyawan.
UU PPh Kamboja mendefinisikan gaji (salary) adalah termasuk remunerasi, upah, bonus, lembur, kompensasi, dan fringe benefit yang dibayarkan atau menjadi keuntungan langsung atau tidak langsung untuk kepentingan pekerjaan.
Semua jenis fringe benefit di Kamboja mendapatkan perlakuan yang sama. Pemberi kerja bertanggung jawab sebagai pemotong pajak kemudian wajib melaporkannya kepada departemen perpajakan Kamboja
Simak beberapa ulasan mengenai fringe benefit di sini. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.