Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ketentuan dana bagi hasil (DBH) dalam UU No. 33/2004 dinilai belum mampu memperkuat fiskal daerah dan mengatasi ketimpangan. Alhasil, pemerintah merevisi ketentuan DBH dalam UU No. 1/2022.
Kementerian Keuangan menyebut UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) merupakan produk hukum yang dapat menjawab tantangan desentralisasi fiskal, salah satunya terkait dengan pengelolaan DBH.
“Redesain DBH yang mulai diterapkan pada 2023 ini bertujuan memperbaiki keseimbangan vertikal antara pusat dan daerah,” sebut Kemenkeu dalam kanal Youtube Ministry of Finance Republik Indonesia, dikutip pada Kamis (9/3/2023).
Salah satu latar belakang pemerintah melakukan redesain kebijakan DBH adalah keluhan pemerintah daerah terkait dengan penyaluran penerimaan DBH yang tidak pasti. Berikut ketentuan DBH yang diatur dalam UU HKPD.
Pengalokasian DBH kepada daerah kini berdasarkan realisasi T-1 atau realisasi tahun sebelumnya dengan memperhatikan kinerja daerah. Misal, terkait potensi penerimaan DBH gas bumi yang dihasilkan daerah di 2023 akan dihitung berdasarkan realisasi di 2022 bukan proyeksi pada 2023.
Selanjutnya, terdapat kenaikan porsi DBH untuk PBB. Porsi DBH terkait dengan PBB yang semula 90% kini menjadi 100%. Selain PBB, DBH cukai hasil tembakau (CHT) juga mengalami peningkatan dari 2% menjadi 3%.
Berikutnya, UU HKPD mempertimbangkan alokasi DBH berdasarkan kinerja daerah. Dua pendekatan perhitungan DBH dalam UU HKPD yaitu didasarkan pada 90% perhitungan berdasarkan formula dan 10% berdasarkan kinerja daerah.
Unsur penilaian kinerja dalam DBH pajak misalnya ialah dengan memperhatikan kinerja optimalisasi penerimaan negara atau skor kepatuhan penyampaian berita acara rekonsiliasi (BAR) pajak. (sabian/rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.