BERITA PAJAK HARI INI

Kerja Pemeriksa Pajak Pakai Sistem Klaster, Begini Kata DJP

Redaksi DDTCNews | Jumat, 23 September 2022 | 08:50 WIB
Kerja Pemeriksa Pajak Pakai Sistem Klaster, Begini Kata DJP

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews - Pemeriksa pajak dan asisten pemeriksa pajak menjalankan tugas dengan sistem klaster. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (23/9/2022).

Penggunaan sistem klaster tersebut sudah diatur dalam PMK 131/2022 dan PMK 132/2022. Sesuai dengan amanat dalam kedua beleid yang mulai berlaku sejak 13 September 2022 tersebut, sistem klaster akan diatur dengan peraturan dirjen pajak.

“Hal ini akan memudahkan pelaksanaan pembinaan profesi dan karier pemeriksa dan asisten pemeriksa di DJP, sehingga lebih terarah dan teratur,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor.

Baca Juga:
PPh Final 0,5% dan PTKP Rp500 Juta, Intervensi Pemerintah Dukung UMKM?

Adapun tugas jabatan fungsional pemeriksa pajak adalah melaksanakan pengujian kepatuhan dan/atau penegakan hukum perpajakan. Kemudian, tugas jabatan fungsional asisten pemeriksa pajak adalah melaksanakan dukungan teknis pengujian kepatuhan dan/atau penegakan hukum perpajakan.

Selain sistem klaster bagi pemeriksa dan asisten pemeriksa pajak, ada pula bahasan terkait dengan tenggat waktu repatriasi harta dalam Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Ada pula ulasan tentang penerapan asas ultimum remedium.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Tugas pada Klaster Lain

Melalui sistem klaster, pemeriksa pajak dan asisten pemeriksa pajak akan melaksanakan tugas sebagai pejabat fungsional sesuai dengan klasternya masing-masing. Namun, pemeriksa dan asisten pemeriksa dapat melaksanakan tugas pada klaster lain bila diperlukan.

Baca Juga:
Pahami Perincian Penelitian Bukti Potong Atas WP Restitusi Dipercepat

"Pemeriksa pajak dapat melaksanakan kegiatan tugas jabatan pada klaster lain dengan ketentuan memperoleh penugasan dari pejabat paling rendah pejabat administrator dan melaksanakan kegiatan tugas jabatan yang dapat diakui angka kreditnya berdasarkan peraturan menteri ini," bunyi Pasal 5 ayat (2) PMK 131/2022.(DDTCNews)

Kegiatan Penyidikan dan Penagihan

Sesuai dengan Pasal 6 PMK 131/2022, kegiatan penyidikan tindak pidana perpajakan dalam klaster pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan dilaksanakan pemeriksa pajak yang telah diangkat dan dilantik sebagai penyidik pegawai negeri sipil.

Kemudian, kegiatan penagihan perpajakan dalam klaster penagihan perpajakan dilaksanakan pemeriksa pajak yang telah diangkat dan dilantik sebagai juru sita pajak.

Baca Juga:
Kini Ada Opsen, Medan Mulai Aktif Tagih Pajak Kendaraan Bermotor

Berdasarkan pada Pasal 6 PMK 132/2022, kegiatan penagihan perpajakan dalam klaster penagihan perpajakan dilaksanakan asisten pemeriksa pajak yang telah diangkat dan dilantik sebagai juru sita pajak. (DDTCNews)

Repatriasi Harta Peserta PPS

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan wajib pajak peserta PPS untuk segera melakukan repatriasi harta paling lambat 30 September 2022.

Sri Mulyani mengatakan wajib pajak wajib merealisasikan komitmen yang telah disampaikan dalam Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH). DJP juga akan melakukan pelacakan terhadap wajib pajak yang tidak melakukan komitmen repatriasi tepat waktu.

Baca Juga:
Cara Ajukan Pembebasan PBB-P2 bagi Pensiunan PNS di DKI Jakarta

"Mereka sudah menyampaikan dan kami nanti akan track saja [untuk memastikan repatriasi harta] konsisten sesuai dengan yang mereka sampaikan dalam program PPS," katanya. (DDTCNews)

Penerapan Asas Ultimum Remedium

DJP mengingatkan kembali adanya penerapan asas ultimum remedium—hukum pidana sebagai upaya terakhir dalam penegakan hukum—pada tahap pemeriksaan bukti permulaan.

Penyuluh Pajak Ahli Muda DJP Giyarso mengatakan penerapan asas ultimum remedium dilakukan pada 3 tahapan, yakni pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan, dan persidangan. Dengan asas ini, otoritas lebih mengutamakan jalur administratif dalam penyelesaian tindak pidana perpajakan.

Baca Juga:
Penghindaran Pajak Lebih Rugikan Negara Berkembang daripada yang Maju

“Jika sudah terlanjur melakukan tindak pidana perpajakan, tolong dimanfaatkan ultimum remedium. Pada tahap pemeriksaan bukti permulaan ini sanksinya masih lebih sedikit dibanding tahapan selanjutnya,” kata Giyarso. (DDTCNews)

Suku Bunga Acuan Bank Indonesia

Hasil rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang berlangsung pada 21-22 September 2022 akhirnya memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 basis points dari 3,75% menjadi 4,25%.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan suku bunga Deposit Facility kini menjadi 3,5% dan suku bunga Lending Facility menjadi 5%. Keputusan ini diambil setelah BI pada bulan lalu juga menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis points menjadi 3,75%.

Baca Juga:
Dedi Mulyadi Ingin Pakai 100% Pajak Kendaraan untuk Pembangunan Jalan

"Keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan memastikan inflasi inti kembali ke sasaran 3% plus minus 1% pada paruh kedua 2023," katanya. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Civil Society dalam Reformasi Perpajakan

Civil society dinilai punya peran besar dalam mendorong agenda reformasi perpajakan global. Partner of Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan banyak kebijakan-kebijakan reformasi perpajakan internasional yang berjalan saat ini berawal dari buah pemikiran civil society pada masa lampau.

"Pembentukan kebijakan perpajakan baik global maupun domestik itu tidak bisa lepas dari peran teman-teman yang bergerak di civil society, think tank, dan sebagainya," ujar Bawono. Simak pula ‘C-20 Usul Tarif Pajak Minimum Global 25% & Penurunan Threshold Pilar 1’. (DDTCNews) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 31 Januari 2025 | 10:11 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPh Final 0,5% dan PTKP Rp500 Juta, Intervensi Pemerintah Dukung UMKM?

Jumat, 31 Januari 2025 | 09:30 WIB AMERIKA SERIKAT

AS Buka Opsi Batalkan Bea Masuk 25% Atas Impor dari Kanada dan Meksiko

Jumat, 31 Januari 2025 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pahami Perincian Penelitian Bukti Potong Atas WP Restitusi Dipercepat

Jumat, 31 Januari 2025 | 08:30 WIB KOTA MEDAN

Kini Ada Opsen, Medan Mulai Aktif Tagih Pajak Kendaraan Bermotor

BERITA PILIHAN
Jumat, 31 Januari 2025 | 10:11 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPh Final 0,5% dan PTKP Rp500 Juta, Intervensi Pemerintah Dukung UMKM?

Jumat, 31 Januari 2025 | 09:30 WIB AMERIKA SERIKAT

AS Buka Opsi Batalkan Bea Masuk 25% Atas Impor dari Kanada dan Meksiko

Jumat, 31 Januari 2025 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pahami Perincian Penelitian Bukti Potong Atas WP Restitusi Dipercepat

Jumat, 31 Januari 2025 | 08:30 WIB KOTA MEDAN

Kini Ada Opsen, Medan Mulai Aktif Tagih Pajak Kendaraan Bermotor

Kamis, 30 Januari 2025 | 18:00 WIB TIPS PAJAK

Cara Ajukan Pembebasan PBB-P2 bagi Pensiunan PNS di DKI Jakarta

Kamis, 30 Januari 2025 | 17:55 WIB PAJAK INTERNASIONAL

Penghindaran Pajak Lebih Rugikan Negara Berkembang daripada yang Maju

Kamis, 30 Januari 2025 | 16:00 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Dedi Mulyadi Ingin Pakai 100% Pajak Kendaraan untuk Pembangunan Jalan

Kamis, 30 Januari 2025 | 15:11 WIB KONSULTASI CORETAX

Istri Pilih ‘Hanya Registrasi’ di Coretax, Perlu Lapor SPT Sendiri?

Kamis, 30 Januari 2025 | 15:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Ada Fasilitas KITE, Menko Airlangga Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

Kamis, 30 Januari 2025 | 14:30 WIB PERATURAN PAJAK

Ketentuan Terbaru Soal Penghapusan Piutang Pajak, Dowload di Sini!