Petugas melayani pengurusan perizinan usaha di ruang Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat di Gedung BKPM, Jakarta, Selasa (7/7/2020). Melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 96/2020, keputusan pemberian fasilitas tax allowance harus diterbitkan Kepala BKPM paling lama 5 hari sejak usulan tax allowance disampaikan secara otomatis OSS kepada Menteri Keuangan atau sejak pengajuan permohonan offline telah diterima lengkap dan benar. (ANTARA FOTO/Galih
JAKARTA, DDTCNews - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menjamin proses pengajuan pemanfaatan fasilitas tax allowance bakal semakin cepat seiring dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 96/2020.
Seperti diamanatkan PMK tersebut, keputusan pemberian fasilitas tax allowance harus diterbitkan Kepala BKPM paling lama 5 hari sejak usulan tax allowance disampaikan secara otomatis OSS kepada Menteri Keuangan atau sejak pengajuan permohonan offline telah diterima lengkap dan benar.
Direktur Deregulasi Penanaman Modal Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) Yuliot mengatakan kebijakan ini akan membuat proses pemberian tax allowance makin cepat dibandingkan dengan proses sebelumnya yang cenderung berbelit.
"Dulu keputusan pemberian fasilitas tax allowance itu perlu melalui high level meeting pejabat eselon I. High level meeting ini di dalamnya banyak penjelasan sehingga memakan waktu lama. Sekarang high level meeting itu ditiadakan," ujar Yuliot di Jakarta, Selasa (4/8/2020).
Perlu dicatat, beleid terbaru ini baru berlaku 15 hari sejak diundangkan atau pada 11 Agustus 2020. Menjelang mulai berlakunya PMK ini, Yuliot mengatakan BKPM sudah siap mengemban wewenang untuk memutuskan pemberian fasilitas tax allowance tersebut.
"Sebelum PMK ini keluar kami sudah berkoordinasi secara bertahap. Nantinya pelayanan akan secara penuh melalui OSS. Jadi sesungguhnya PMK ini hanya mengubah sistem," ujat Yuliot.
Sesuai dengan Pasal 8A PMK 96/2020, Kepala BKPM melaksanakan tugas pemberian fasilitas tax allowance untuk dan atas nama Menteri Keuangan. Setiap kuartal, Kepala BKPM memiliki kewajiban melaporkan pelaksanaan pemberian fasilitas tax allowance ke Menteri Keuangan.
Adapun tugas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam ketentuan tax allowance terbaru ini adalah menentukan jumlah nilai aktiva tetap berwujud yang benar-benar diinvestasikan oleh wajib pajak penerima tax allowance melalui pemeriksaan lapangan.
Nantinya, nilai aktiva tetap yang dikalikan 30% dan dijadikan pengurang penghasilan neto bakal ditentukan oleh DJP berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut.
"Penghitungan pemanfaatan tetap di DJP. Bisa saja dalam lembar perizinan ada tertulis nominal Rp100 miliar, tapi bisa lebih bisa kurang tergantung realisasinya. Itu nanti pada saat riilnya yang menghitung adalah DJP," kata Yuliot. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.