Tampilan awal salinan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 184/2022.
JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 184/2022 tentang Biaya Operasional Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Tahun Anggaran 2023.
PMK 184/2022 dirilis sebagai aturan pelaksana UU 28/2022 tentang APBN 2023. Pasal 10 ayat (4) UU 28/2022 menyatakan dana bagi hasil (DBH) PBB dapat memperhitungkan biaya operasional yang diatur dengan PMK.
"Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 ayat (4) UU 28/2022, perlu menetapkan peraturan menteri keuangan tentang biaya operasional pemungutan pajak bumi dan bangunan tahun anggaran 2023," bunyi pertimbangan PMK 184/2022, dikutip pada Jumat (16/12/2022).
Pasal 2 PMK 184/2022 menyebut penerimaan PBB terdiri atas penerimaan negara yang berasal dari objek pajak PBB sektor perkebunan, meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan perkebunan.
Lalu, sektor perhutanan, meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan perhutanan; serta sektor pertambangan minyak dan gas bumi (migas), meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan pertambangan migas.
PBB juga berasal dari objek PBB sektor pertambangan untuk pengusahaan panas bumi, meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan pertambangan untuk pengusahaan panas bumi; sektor pertambangan mineral atau batu bara (minerba), meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan pertambangan mineral atau batu bara.
Kemudian, sektor lainnya meliputi bumi dan/atau bangunan selain objek PBB sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan migas, pertambangan panas bumi, atau objek PBB sektor pertambangan minerba yang berada di Indonesia serta bukan objek PBB perdesaan dan perkotaan.
Penerimaan PBB dialokasikan kepada daerah dalam bentuk DBH sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah memperhitungkan biaya operasional pemungutan (BOP). BOP tersebut ditetapkan berdasarkan sektornya.
Pertama, BOP PBB sektor perkebunan sebesar 5,4% dari penerimaan PBB sektor perkebunan. Kedua, BOP PBB sektor perhutanan sebesar 5,85% dari penerimaan PBB sektor perhutanan.
Ketiga, BOP PBB sektor pertambangan migas sebesar 6,3% dari penerimaan PBB sektor pertambangan migas. Keempat, BOP PBB sektor pertambangan untuk pengusahaan panas bumi sebesar 6,3% dari penerimaan PBB sektor pertambangan untuk pengusahaan panas bumi.
Kelima, BOP PBB sektor pertambangan minerba sebesar 6,3% dari penerimaan PBB sektor pertambangan minerba. Keenam, BOP PBB sektor lainnya sebesar 6,3% dari penerimaan PBB sektor lainnya.
Penganggaran BOP akan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Aturan lebih lanjut mengenai penggunaan BOP akan ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan.
Peraturan menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan [pada 12 Desember 2022]," bunyi Pasal 5 PMK 184/2022.
Melalui UU 28/2022, pemerintah dan DPR merancang APBN 2023 terdiri atas pendapatan senilai Rp2.463 triliun dan belanja Rp3.016,17 triliun. Dalam anggaran belanja tersebut, ada lokasi transfer ke daerah (TKD) senilai Rp814,71 triliun yang di dalamnya termasuk DBH.
Jenis DBH bermacam-macam, salah satunya DBH PBB yang alokasinya dapat memperhitungkan biaya operasional pemungutan PBB.
Dalam UU 6/2021 tentang APBN 2022, belum terdapat penjelasan soal penghitungan biaya operasional pemungutan PBB dalam menentukan DBH PBB.
Dalam lampiran Perpres 130/2022, diperinci alokasi DBH PBB menurut kabupaten/kota dengan total nilai Rp19,61 triliun. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.