Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal dalam bedah buku CRM BI-Langkah Awal Menuju Data Driven Organization, Kamis (28/7/2022).
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan menyatakan optimalisasi fungsi compliance risk management (CRM) akan membuat pendekatan Ditjen Pajak (DJP) kepada wajib pajak lebih efektif dan efisien.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan pengembangan CRM dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dengan berbasis risiko. Artinya, perlakuan kepada wajib pajak akan berbeda-beda sesuai dengan profil kepatuhannya.
"Kami berharap dengan data driven organization ini, pendekatan kami ke wajib pajak akan efektif dan efisien," katanya dalam bedah buku CRM BI-Langkah Awal Menuju Data Driven Organization, Kamis (28/7/2022).
Yon menuturkan DJP mengembangkan CRM dan business intelligence untuk mencapai cita-cita besar menuju data driven organization. Langkah tersebut dilakukan karena pemerintah memiliki banyak target yang ingin diraih.
Secara makro, DJP ingin meningkatkan peranannya dalam pembiayaan APBN. Pada awal reformasi, kontribusi pajak dalam pendapatan negara hanya sebesar 22%, tetapi kini telah meningkat menjadi berkisar 70%.
Namun demikian, lanjut Yon, capaian tersebut belum cukup. Menurutnya, kinerja rasio pajak (tax ratio) Indonesia masih tergolong rendah sehingga perlu terus ditingkatkan setidaknya bisa mencapai 15%.
"Kita masih punya cukup ruang sebenarnya untuk improve di sana. Artinya, kalau kita berdebat masalah definisi dan sebagainya, memang tetap kita ada di posisi bawah meski tidak terlalu di bawah," ujarnya.
Saat ini, lanjut Yon, DJP mengembangkan CRM untuk beberapa fungsi yang meliputi ekstensifikasi, pengawasan dan pemeriksaan, penagihan, transfer pricing, edukasi perpajakan, penilaian, penegakan hukum, pelayanan, dan keberatan.
Menurutnya, pengembangan CRM tersebut juga mendukung langkah DJP dalam mengoptimalkan penerimaan, sekaligus mengubah perspektif hubungan DJP dengan wajib pajak.
Dia menilai pengembangan CRM akan membuat pelayanan dan perlakuan yang diberikan DJP kepada wajib pajak lebih terukur dan terstandardisasi.
"DJP tentu perlu instrumen yang bisa memastikan yang diberikan ke wajib pajak itu treatment-nya paling tepat. Yang diperiksa, tentu yang berisiko, sedangkan yang sudah patuh diberikan pelayanan prima," jelas Yon. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.