Ilustrasi. (Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews – Substansi utama rencana revisi paket undang-undang (UU) bidang pajak sudah masuk dalam UU Cipta Kerja. Dengan demikian, rencana revisi masing-masing UU tidak akan dilanjutkan dalam waktu dekat. Hal tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (4/1/2021).
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan untuk saat ini, pemerintah akan fokus menjalankan UU Cipta Kerja yang telah memuat beberapa perubahan atas UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh), dan UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
“Esensi-esensi utamanya ada di UU Cipta Kerja. Sekarang kita jalani UU Cipta Kerja ini. Kami menyiapkan beberapa peraturan turunan. Pak Suryo di DJP dan Pak Febrio di BKF mendesain beberapa peraturan turunan dari UU Cipta Kerja kemarin, khusus yang perpajakan,” ujar Suahasil.
Sejumlah aturan turunan bidang perpajakan UU Cipta Kerja, baik dalam bentuk peraturan pemerintah (PP) maupun perubahan peraturan menteri keuangan (PMK), ditargetkan terbit pada bulan ini. Simak artikel ‘Januari 2021, Aturan Turunan Klaster Perpajakan Ditargetkan Terbit’.
Selain mengenai rencana revisi paket UU bidang pajak, ada pula bahasan tentang terbitnya laporan belanja perpajakan (tax expenditure). Kemudian, sejumlah media nasional juga membahas mengenai berlakunya UU Bea Meterai yang baru.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengaku akan terus melihat dinamika dunia pajak di masa depan. Meskipun sejumlah subtansi utama rencana revisi UU KUP, UU PPh, dan UU PPN sudah masuk dalam UU 11/2020 dan UU 2/2020, pemerintah tetap terbuka dengan ide kebijakan baru.
“Kalau Undang-Undang [Cipta Kerja] nanti kami melihat cukup, ya sudah ini yang jadi platformnya. Namun, yang namanya pajak, ya Anda tahu sendiri, setiap periode atau waktu selalu ada ide baru. Nah, tergantung nanti. Kalau ada ide baru, membutuhkan revisi peraturan di level mana,” katanya.
Terkait dengan pernyataan Suahasil tersebut, Anda juga bisa menyimak Fokus Bangkit dari Resesi. (DDTCNews)
Kementerian Keuangan merilis laporan belanja perpajakan 2019. Berdasarkan laporan tersebut, nilai belanja perpajakan diestimasi senilai Rp257,2 triliun atau 1,62% dari produk domestik bruto (PDB) untuk tahun 2019. Selain itu, laporan belanja perpajakan tahun ini juga memuat evaluasi dari kebijakan tax allowance.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Nathan Kacaribu mengatakan jumlah peraturan dan nilai belanja perpajakan 2019 yang diestimasi meningkat dari tahun sebelumnya seiring dengan perbaikan proses identifikasi data dan metodologi. Pada 2018, nilai belanja perpajakan tercatat senilai Rp225,2 triliun. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan otoritas fiskal masih menjalani tahap desain dan cetak meterai baru dengan tarif tunggal Rp10.000. Proses itu diharapkan sudah selesai pekan depan sehingga dapat diedarkan di masyarakat.
Namun demikian, dia menegaskan meterai yang lama masih berlaku dalam masa transisi satu tahun. "Tarif bea meterai Rp 10.000 sudah berlaku mulai tanggal 1 Januari 2021. Untuk itu masyarakat dapat menggunakan benda meterai yang saat ini masih ada, dengan nilai minimal Rp9.000,” katanya. (Kontan)
Kementerian Perindustrian tengah menanti persetujuan Menteri Keuangan Sri Mulyani terhadap usulan pembebasan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) pada mobil baru, setelah mengantongi persetujuan Presiden Joko Widodo.
Dirjen Ketahanan Perwilayahan dan Akses Industri Internasional Kemenperin Dody Widodo mengatakan pembebasan PPnBM akan mendorong masyarakat membeli mobil baru dan memulihkan sektor otomotif. Namun, jika Sri Mulyani kembali menolak usulan itu, Kemenperin akan segera mengajukan usulan insentif lainnya untuk mendukung pemulihan sektor usaha otomotif.
"Kemenperin tentu akan mencari kiat-kiat lain untuk mendorong sektor otomotif ini bisa lebih cepat larinya lagi, tidak hanya [pembebasan] PPnBM, mungkin dari insentif-insentif lainnya yang akan kami coba," katanya. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)
DJP mencatat produksi Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) pada 2019 mencapai 3,35 juta SP2DK. Jumlah itu lebih tinggi bila dibandingkan dengan SP2DK yang diproduksi pada 2018 sebanyak 2,48 juta.
DJP juga mencatat peningkatan jumlah wajib pajak yang menerima SP2DK. Pada 2018, ada 1,44 juta wajib pajak yang menerima SP2DK pada tahun pajak tersebut. Pada 2019, jumlah wajib pajak yang menerima SP2DK mencapai 1,88 juta wajib pajak atau tumbuh 30,81%.
Meski demikian, nilai realisasi SP2DK pada 2019 tercatat lebih rendah bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada 2019, nilai realisasi SP2DK tercatat mencapai Rp122,04 triliun, lebih rendah dari kinerja pada 2018 yang mencapai Rp122,86 triliun. (DDTCNews)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan agar DJP tepat waktu dalam mengembalikan restitusi. Rekomendasi itu tertuang dalam LHP atas Kepatuhan terhadap Ketentuan Perundang-undangan Pemerintah Pusat 2019 tertanggal 15 Juni 2020.
“Melaksanakan pencairan kelebihan pembayaran pajak secara tepat waktu dan melakukan monitoring atas penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP),” demikian bunyi rekomendasi tersebut. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.