Ilustrasi gedung DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah akan memperluas kanal pembayaran pajak setelah penggunaan platform marketplace dinilai sukses. Rencana pemerintah ini menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Jumat (13/12/2019).
Dirjen Perbendaharaan Negara Kementerian Keuangan Andin Hadiyanto mengatakan realisasi pembayaran pajak melalui platform marketplace dari Agustus—November 2019 tercatat senilai Rp140 miliar dari sekitar 30.000 transaksi.
Hal tersebut di atas ekspektasi pemerintah Rp100 miliar hingga akhir tahun ini. Apalagi, hingga saat ini, pembayaran baru bisa dilakukan di 3 kanal, yaitu Bukalapak, Tokopedia, dan Finnet. Andin mengaku akan menambah 10 kanal penyetoran pajak pada tahun depan.
Pemerintah juga akan mempertimbangkan pembayaran pajak beberapa toko ritel modern. “Alfamart dan Indomaret sudah mengajukan. Banyak yang lain-lain juga tertarik,” ujarnya.
Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti omnibus law perpajakan dan cipta lapangan kerja. Dua rancangan regulasi ini akan dibahas dengan DPR pada tahun depan. Untuk omnibus law perpajakan, pemerintah akan menyodorkan ke DPR pada bulan ini.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan perluasan kanal merupakan upaya pendekatan kepada wajib pajak, terutama yang masuk dalam kategori usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pasalnya, potensi penerimaan PPh final dari UMKM cukup besar.
Menurutnya, pembayaran melalui platform marketplace e-commerce menjadi langkah yang bagus bagi para pelapak. Hal ini dikarenakan selain berdagang, para pelaku usaha juga langsung bisa membayar pajak. Selain itu, penyedia platform juga bisa menjadi bagian dari pihak yang melakukan edukasi.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan omnibus law perpajakan akan disetor kepada parlemen terlebih dahulu akhir tahun ini. Kemudian, omnibus law cipta lapangan kerja diserahkan kepada DPR pada Januari 2020.
“Jadi secara timeline itu sudah Prolegnas. Akan segera dimasukkan, yang omnibus law perpajakan, pada Desember ini ke parlemen. Sementara, UU cipta lapangan kerja akan kita masukkan di awal Januari,” katanya.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan guyuran insentif yang diberikan sudah pasti berimbas pada APBN, khususnya penerimaan negara. Namun, menurutnya, hal tersebut tidak menjadi masalah selama ada stimulus yang bermuara pada perekonomian Indonesia.
“Pada 2018, kita memberikan insentif besar 1,5% dari PDB. Kita yakini itu tidak hilang dan menggerakkan ekonomi masyarakat. Tentu hal ini berimbas pada APBN, tetapi tidak masalah sepanjang perekonomian tetap berjalan,” katanya.
Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan pemberian relaksasi atau insentif harus dipertukarkan dengan partisipasi wajib pajak.Menurutnya, strategi relaksasi-partisipasi menjadi penyeimbang antara kebutuhan untuk memobilisasi penerimaan dan menciptakan daya saing investasi.
“Relaksasi boleh dilakukan tapi harus dipertukarkan dengan wajib pajak. Jangan diberikan kepada wajib pajak yang tidak berkontribusi apapun. Relaksasi ini diberikan selama dia masuk klasifikasi wajib pajak patuh,” katanya. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.