BERITA PAJAK HARI INI

Kajian Jalan Terus, Pemerintah Enggan Terburu-buru Pangkas PPh Badan

Redaksi DDTCNews | Selasa, 16 April 2019 | 08:34 WIB
Kajian Jalan Terus, Pemerintah Enggan Terburu-buru Pangkas PPh Badan

Wakil Presiden Jusuf Kalla.

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah tidak mau terburu-buru dalam mengeksekusi penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) korporasi meskipun sudah masuk dalam rencana. Sikap pemerintah ini menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Selasa (16/4/2019).

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan pemerintah masih melakukan kajian yang mendalam terkait rencana penurunan tarif PPh wajib pajak (WP) Badan. Pasalnya, penurunan tarif akan berdampak negatif pada penerimaan negara dalam jangka pendek.

“Itu lagi distudi [dikaji] Menko [Perekonomian] dan Menkeu. Memang kalau pengurangan [tarif PPh korporasi] itu tingkatkan investasi, tapi di lain pihak, kalau terlalu cepat [pemangkasan tarif], penerimaan negara kurang. Ini berarti pembangunan juga akan menurun,” jelasnya.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Seperti diketahui dalam janji-janji kampanye, kedua pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Pemilu 2019 menjanjikan penurunan tarif pajak korporasi. Langkah ini dinilai mampu mendongkrak investasi dan meningkatkan daya saing perusahaan nasional.

Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti topik pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan WP Badan. Hingga Senin (15/4/2019), jumlah penyampaian SPT Tahunan WP Badan tercatat sebanyak 347.000. Jumlah tersebut naik 11,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu 311.000.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Baca Juga:
Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran
  • Menghindari Kesalahan Pengambilan Kebijakan

Kajian penurunan tarif PPh badan, menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, dilakukan secara mendalam untuk menghindari kesalahan pengambilan kebijakan. Apalagi, Indonesia masih membutuhkan penerimaan pajak untuk mendanai rencana-rencana pembangunan.

“Bisa dihitung berapa perbandingannya. Kalau pajak diturunkan investasi bisa naik. Kalau perusahaan untungnya 100 kemudian pajak dikurangi, dia bisa investasi banyak lagi. Itu teorinya dan itu harapannya sekarang tentu dihitung berapa dibutuhkan anggaran kita,” katanya.

  • Mendorong Penggunaan E-Filing

Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Humas DJP Kemenkeu Hestu Yoga Saksama mendorong agar WP Badan menyampaikan SPT Tahunan secara online melalui e-Filing. Meskipun tidak seperti pelaporan SPT WP orang pribadi (OP) yang naik signifikan, penggunaan e-Filing oleh WP badan sudah meningkat.

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

“SPT yang disampaikan secara online sejauh ini sekitar 65%, meningkat dibandingkan tahun lalu yang hanya 33%,” tutur Hestu.

  • Kepercayaan Investor Asing Diklaim Meningkat

Utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir Februari 2019 senilai US$388,7 miliar (sekitar Rp5.467 triliun) atau tumbuh 8,8% (yoy). Peningkatan ini lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya 7,2% (yoy). Bank Indonesia (BI) melaporkan peningkatan ULN ini lebih banyak dipengaruhi ULN pemerintah.

Posisi ULN pemerintah pada Februari 2019 tercatat senilai US$190,8 miliar atau tumbuh 7,3%. Padahal, posisi pada bulan sebelumnya, ULN pemerintah tercatat hanya tumbuh 3,9% (yoy). Pertumbuhan ini lebih dipengaruhi arus masuk dana investor asing di pasar surat berharga negara (SBN) domestik.

Baca Juga:
Tersisa 2 Bulan untuk Manfaatkan PPN Rumah 100% Ditanggung Pemerintah

“Ini menunjukkan peningkatan kepercayaan investor asing terhadap perekonomian Indonesia,” ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko.

  • Batasan Defisit Fiskal Diusulkan Lebih Longgar

Batas maksimal defisit anggaran diusulkan lebih longgar sehingga bisa melebihi 3% dari produk domestik bruto (PDB). Hal ini diungkapkan mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah. Menurutnya, patokan 3% PBD bisa dibuat untuk rata-rata dalam 5 tahun atau satu periode pemerintahan.

“Kenapa kita dibatasi defisit 3% per tahun? Kenapa kita tidak berpikir 5 tahun deh, average 3%. Jadi, kalau sekarang perekonomian sedang lesu, kita perbesar defisitnya dan kita kasih stimulus. Kadang 5% atau 6%, tapi dalam akhir 5 tahun itu dibatasi rata-rata 3%. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Senin, 21 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:30 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Kejar Kepatuhan Pajak Pelaku UMKM, DJP Perluas ‘Pendampingan’ BDS

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN