PEMILU 2024

Jelang Debat Cawapres: Begini Tren Utang Pemerintah 5 Tahun Terakhir

Redaksi DDTCNews | Selasa, 19 Desember 2023 | 15:30 WIB
Jelang Debat Cawapres: Begini Tren Utang Pemerintah 5 Tahun Terakhir

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Utang menjadi salah satu sumber penerimaan yang bisa digunakan untuk mendanai pembangunan nasional dan pengeluaran lainnya sebagaimana ditetapkan dalam APBN. Lantas, seperti apa tren utang pemerintah dalam 5 tahun terakhir ini?

Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang dipublikasikan oleh Kementerian Keuangan, tren utang pemerintah dalam 5 tahun terakhir ini cenderung meningkat, terutama pada 2020.

Pada akhir 2018, utang pemerintah tercatat Rp4.466,20 triliun dengan rasio utang mencapai 29,81%. Dari total utang tersebut, jumlah utang luar negeri mencapai Rp2.655,28 triliun. Sisanya, Rp1.810,92 triliun merupakan utang dalam negeri.

Baca Juga:
WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Tahun berikutnya, utang pemerintah meningkat menjadi Rp4.786,58 triliun dengan rasio utang sebesar 30,23%. Mayoritas utang pemerintah kala merupakan utang luar negeri sejumlah Rp2.783,98 triliun. Sisanya, Rp2.002,59 triliun merupakan utang dalam negeri.

Pada 2020, utang pemerintah meningkat menjadi Rp6.079,96 triliun. Kenaikan utang yang cukup signifikan ini disebabkan pelemahan ekonomi akibat Covid-19 serta peningkatan kebutuhan pembiayaan guna menangani isu kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional. Kala itu, rasio utang mencapai 39,39%.

Pada 2021, utang pemerintah kembali meningkat menjadi Rp6.913,98 triliun dengan rasio utang sebesar 40,74%. Peningkatan pembiayaan tersebut utamanya untuk penanganan kesehatan dan kemanusiaan serta upaya untuk pemulihan ekonomi tetap on track.

Baca Juga:
DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Pada 2022, utang pemerintah meningkat menjadi Rp7.776,73 triliun. Namun, rasio utang kala itu turun tipis menjadi 39,70%. Fluktuasi posisi utang pemerintah dipengaruhi oleh adanya transaksi pembiayaan berupa penerbitan dan pelunasan SBN, penarikan dan pelunasan pinjaman, serta perubahan nilai tukar.

Dalam tahun politik ini, isu utang menjadi salah satu ‘komoditas’ yang kerap kali disorot oleh partai politik dan calon presiden. Ketiga calon presiden yaitu Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, hingga Anies Baswedan juga sempat menyinggung perihal utang pemerintah.

Terkait dengan utang, terdapat temuan menarik dalam survei pajak dan politik DDTCNews yang diikuti oleh 2.080 responden. Unduh laporan survei bertajuk Saatnya Parpol & Capres Bicara Pajak melalui https://bit.ly/HasilSurveiPakpolDDTCNews2023.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Sebanyak 91,1% responden, termasuk mereka yang melek pajak, memandang agenda penurunan utang penting dimiliki parpol atau capres. Sementara itu, responden yang netral mencapai 7,0% dan sisanya menganggap tidak penting.

Hasil ini juga sejalan dengan statistik responden yang sebagian besar menaruh utang sebagai prioritas terakhir—dibandingkan dengan pajak, PNBP SDA, cukai, dividen, dan bea—dalam hal meningkatkan pendapatan negara guna memenuhi kebutuhan pembangunan.

Di sisi lain, mayoritas responden ternyata memilih pajak sebagai prioritas pertama yang perlu untuk ditingkatkan pemerintah dalam membiayai kebutuhan pembangunan. Setelah pajak, prioritas kedua ialah PNBP SDA, disusul dividen BUMN, bea, dan cukai.

Baca Juga:
Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Jika disimpulkan, prioritas mayoritas responden terhadap sumber-sumber pendapatan negara ternyata memberikan penekanan khusus pada peran pajak sebagai pilihan utama. Sebaliknya, utang dinilai sebagai prioritas terakhir oleh mayoritas responden.

Sebagai informasi, KPU akan menggelar debat kedua capres-cawapres pada 22 Desember 2022 di Jakarta Convention Center (JCC). Tema debat kedua yakni ekonomi—baik itu ekonomi kerakyatan maupun ekonomi digital—, keuangan, investasi, pajak, perdagangan, tata kelola APBN dan APBD, infrastruktur, dan perkotaan.

Debat kedua tersebut akan diikuti oleh ketiga cawapres. Debat tersebut dimulai pukul 19.00 WIB, serta disiarkan secara langsung dengan durasi selama 120 menit. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja