Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah telah menyiapkan sejumlah strategi untuk menjaga penerimaan pajak pada 2023, sekaligus mengantisipasi dampak penurunan harga komoditas.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti menyebut pertumbuhan penerimaan pajak yang tinggi pada 2022 tidak terlepas dari berkah kenaikan harga komoditas global. Namun, kondisi itu tidak bisa selamanya menjadi andalan.
"Kita nanti bisa saja tidak terlalu berharap dari windfall ini. Kita waspadai. Karena, tidak selamanya penerimaan pajak kita bergantung pada harga komoditas," katanya dalam Podcast Cermati Episode 5, Selasa (11/10/2022).
Nufransa menuturkan kenaikan harga komoditas bukan menjadi alasan tunggal kinerja penerimaan pajak yang positif. Menurutnya, penerimaan yang positif juga dikarenakan tren pemulihan ekonomi, basis penerimaan yang rendah pada 2021, dan implementasi UU 7/2021.
Faktor harga komoditas dan penyelenggaraan PPS memang tidak akan berulang pada 2023. Namun, sambungnya, masih terdapat sejumlah peluang yang dapat dimanfaatkan untuk menjaga tren positif penerimaan pajak.
Misal, melalui pengawasan atas kepatuhan wajib pajak. DJP telah memiliki berbagai data yang dapat dipakai untuk menguji kepatuhan wajib pajak, baik yang diperoleh dari penyelenggaraan PPS maupun skema pertukaran data dengan instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lain (ILAP).
"Makin banyak [data] yang kita kumpulkan, akan menjadi makin bagus database-nya dan menjadi suatu pembanding untuk kepatuhan wajib pajak," ujar Nufransa.
Pemerintah, lanjutnya, juga menggunakan teknologi digital untuk mengoptimalkan penerimaan pajak, baik dari aspek pelayanan kepada wajib pajak maupun dukungan terhadap para pegawai pajak dalam melaksanakan tugas pengawasan dan pemeriksaan.
Contoh, dalam hal pengawasan, pegawai DJP bakal dibantu dengan kehadiran sistem inti administrasi perpajakan atau coretax administration system ketika melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak dengan profil risiko tinggi.
Namun demikian, ia menegaskan bahwa optimalisasi penerimaan pajak akan dilakukan secara hati-hati di tengah ketidakpastian global. Menurutnya, banyak negara tengah menghadapi risiko lonjakan inflasi yang kemudian diikuti dengan pengetatan kebijakan moneter.
"Ini menjadi tantangan kita, bagaimana menerapkan [upaya optimalisasi penerimaan pajak] nanti tanpa mendistorsi perekonomian secara keseluruhan," jelas Nufransa.
Hingga Agustus 2022, realisasi penerimaan pajak sudah mencapai Rp1.171,8 triliun atau 79% dari target yang tertuang dalam Perpres 98/2022 senilai Rp1.485 triliun. Realisasi tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 58,1% ketimbang periode yang sama tahun lalu.
Pada APBN 2023, penerimaan pajak ditargetkan mencapai Rp1.718 triliun atau tumbuh 6,8% dari outlook penerimaan pajak 2022 sejumlah Rp1.608,1 triliun. Simak juga, Target Penerimaan Perpajakan 2023 Dipasang Moderat, Begini Kata BKF. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.