JAKARTA, DDTCNews – Insentif fiskal lewat relaksasi kebijakan pajak dan kepabeanan akan dilanjutkan tahun depan. Instrumen ini tetap menjadi andalan untuk meningkatkan kapasitas ekonomi nasional di tahun politik.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengkonfirmasi hal tersebut dalam forum CEO Networking 2018. Menurutnya insentif lewat kebijakan pajak merupakan langkah strategis untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan atas setoran pajak dan mendorong dunia usaha agar tetap bertumbuh.
"Pemerintah akan tetap aktif gunakan kebijakan pajak untuk memberikan insentif," katanya di depan jajaran CEO, Senin (3/12/2018).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyebutkan insentif lewat pajak memberikan dampak luas bukan hanya untuk menggeliatkan dunia usaha. Namun, insentif juga berperan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.
Adapun daftar insentif yang akan terus digulirkan pemerintah adalah relaksasi bagi pelaku usaha dengan orientasi ekspor. Kemudahan dalam melakukan restitusi pajak dijanjikan akan lebih mudah bagi mereka yang segmen usahanya berorientasi ekspor dan melakukannya dalam kawasan berikat di bawah monitor Ditjen Bea dan Cukai.
Kemudian, untuk mendorong industrilisasi dan hilirisasi maka kebijakan perluasan industri penerima tax holiday yang diteken pada November 2018 akan terus ditindaklanjuti. Untuk kebijakan ini, Sri Mulyani menyatakan dalam jangka menengah-panjang relaksasi ini memberikan angin segar dalam upaya menekan defisit transaksi berjalan.
"Investasi besar membutuhkan kepastian dalam jangka panjang. Maka semakin besar investasinya maka semakin banyak tax holiday-nya," imbuhnya.
Selain itu, relaksasi pajak digulirkan untuk memberikan stimulus bagi perekonomian nasional. Hal ini memberikan nilai tambah bagi ekonomi nasional dalam bentuk belanja perpajakan.
Penerimaan yang tidak jadi dipungut oleh negara itu menurut Sri Mulyani memiliki multiplier effect yang luas. Pasalnya, uang pajak yang tidak disetor karena kebijakan khusus tersebut tidak menguap begitu saja, namun terserap dan tersebar di masyarakat.
"Daya dongkrak APBN kepada pertumbuhan ekonomi jauh lebih besar karena belanja perpajakan yang bisa mencapai Rp150 triliun tidak masuk dalam neraca APBN," tandasnya. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.