Ilustrasi tampak depan laporan Bank Dunia.
JAKARTA, DDTCNews – Bank Dunia memproyeksi akan ada perlambatan ekonomi pada dunia maupun regional Asia Timur dan Pasifik pada tahun ini. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pun diprediksi tidak jauh berbeda dengan tahun lalu.
Dalam laporan terbarunya ‘Januari 2019 Global Economic Prospects: Darkening Skies’, Bank Dunia mengatakan outlook ekonomi global semakin suram. Apalagi, pada 2018, aktivitas perdagangan dan investasi melemah. Tensi perang dagang meningkat. Pasar keuangan negara emerging market tertekan.
Dengan latar belakang yang menantang pada 2018 ini, pertumbuhan ekonomi di negara dan ekonomi berkembang diperkirakan stagnan pada 2019. Negara yang memiliki ketergantungan pada ekspor komoditas diproyeksi akan tumbuh makin lambat dari ekspektasi awal.
“Perjalanan dapat semakin memburuk di tahun mendatang,” kata CEO Bank Dunia Kristalina Georgieva, seperti dikutip pada Rabu (9/1/2019).
Dalam laporan tersebut, Bank Dunia memproyeksi pertumbuhan ekonomi dunia pada 2019 sebesar 2,9%, melambat dari tahun lalu yang diestimasi sebesar 3%. Ekonomi negara maju diproyeksi tumbuh melambat dari 2,2% (2018) menjadi 2,0% (2019). Negara berkembang (emerging market) diproyeksi mengalami pertumbuhan tetap di level 4,2%.
Khusus untuk regional Asia Timur dan Pasifik, Bank Dunia memproyeksi pertumbuhan ekonomi pada tahun ini hanya mencapai 6,0%, melambat dari tahun lalu yang diestimasi mencapai 6,3%. Adapun, perekonomian Indonesia juga diproyeksi tumbuh tetap di level 5,2%.
Untuk regional Asia Timur dan Pasifik, Bank Dunia memperingatkan beberapa risiko yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian tahun ini. Pertama, tensi perang dagang yang meningkat memunculkan pertanyaan tentang masa depan hubungan perdagangan. Gangguan perdagangan akan berdampak kuat pada ekonomi yang lebih terbuka.
Kedua, upaya tambahan China untuk mengimbangi efek dari kenaikan tarif Amerika Serikat dapat melemahkan upaya penahanan pertumbuhan kredit dan membatasi risiko pada neraca perusahaan dan bank. Gangguan pada aktivitas di China akan memiliki efek besar pada wilayah lainnya.
Ketiga, risiko perkembangan pasar keuangan juga meningkat. Pengetatan lebih lanjut dari kondisi keuangan global dapat menekan nilai tukar regional dan harga aset. Tingkat utang yang tinggi dan kerentanan eksternal di beberapa negara di kawasan ini dapat memperbesar efek guncangan eksternal, seperti penurunan tiba-tiba aliran modal atau kenaikan biaya pinjaman.
Kristalina mengatakan ketika tantangan ekonomi dan keuangan negara-negara berkembang meningkat, kemajuan dunia untuk mengurangi kemiskinan ekstrem dapat terancam. “Untuk menjaga momentum, negara-negara perlu berinvestasi pada orang [sumber daya manusia], mendorong pertumbuhan inklusif, dan membangun masyarakat yang tangguh," jelasnya. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.