BERITA PAJAK HARI INI

Ini Pertimbangan SBN Khusus Diterbitkan bagi Wajib Pajak Peserta PPS

Redaksi DDTCNews | Senin, 01 November 2021 | 08:14 WIB
Ini Pertimbangan SBN Khusus Diterbitkan bagi Wajib Pajak Peserta PPS

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah berencana menerbitkan surat berharga negara (SBN) khusus untuk menampung harta peserta program pengungkapan sukarela (PPS). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (1/11/2021).

Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman mengatakan ada setidaknya 2 hal yang menjadi pertimbangan pemerintah dalam mendesain SBN khusus tersebut. Kedua pertimbangan itu menyangkut kemudahan pengawasan SBN dan upaya penurunan biaya utang pemerintah.

"Dalam peraturan ini dipertimbangkan kemudahan untuk pengawasan/monitoring serta mempertimbangkan juga upaya untuk mendukung penurunan biaya utang pemerintah seiring dengan upaya pendalaman pasar keuangan," katanya.

Baca Juga:
PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Kemenkeu, sambung Luky, tengah menyusun peraturan menteri keuangan (PMK) mengenai SBN khusus. Peraturan tersebut akan menjadi dasar penerbitan SBN khusus ketika program pengungkapan sukarela yang ada dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dimulai pada 2022.

Selain mengenai SBN khusus untuk peserta program pengungkapan sukarela, ada pula bahasan tentang panggilan keluar (outbound call) yang dilakukan DJP. Kemudian, ada pula bahasan tentang kinerja pemanfaatan insentif pajak dan penerimaan pajak.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Tarif PPh Lebih Rendah

Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman menilai SBN khusus akan efektif menarik minat peserta program pengungkapan sukarela. Walaupun belum membocorkan besaran imbal hasil atau yield yang diberikan, dia menyebut wajib pajak bakal tetap untung.

Baca Juga:
WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

"Sebagai catatan, UU HPP telah memberikan insentif tarif PPh yang lebih rendah bagi wajib pajak bila asetnya diinvestasikan ke SBN," ujarnya.

Dalam skema kebijakan pertama program pengungkapan sukarela bagi peserta tax amnety, tarif PPh final untuk repatriasi harta luar negeri dan deklarasi harta dalam negeri yang diinvestasikan ke SBN/sektor pengolahan sumber daya alam/ sektor energi terbarukan adalah 6%.

Dalam skema kebijakan kedua program pengungkapan sukarela bagi wajib pajak orang pribadi, tarif PPh untuk repatriasi harta luar negeri dan deklarasi harta dalam negeri yang diinvestasikan ke SBN/sektor pengolahan sumber daya alam/ sektor energi terbarukan adalah 12%.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Investasi dilakukan paling lambat 30 September 30 September 2023 dengan holding period 5 tahun sejak diinvetasikan. Simak ‘Perincian Ketentuan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak UU HPP’. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

Wajib Pajak Belum Lapor atau Bayar

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan layanan outbound call dimanfaatkan untuk menyampaikan informasi kepada wajib pajak/penanggung pajak melalui telepon. Sejauh ini sudah ada lebih dari 650.000 wajib pajak yang ditelpon.

Otoritas tidak memiliki target khusus mengenai jumlah wajib pajak yang ditelepon setiap bulan atau tahun. Outbound call hanya dilakukan berdasarkan pada data wajib pajak. “Sepanjang masih ada data wajib pajak yang belum melapor dan/atau membayar pajak, kami bisa melakukan penelponan," ujarnya. (DDTCNews)

Baca Juga:
Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Telepon yang Mengatasnamakan DJP

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan wajib pajak yang menerima telepon mengatasnamakan DJP dapat melakukan sejumlah langkah untuk memastikan kebenarannya. Misalnya, dengan memperhatikan nomor telepon dan cara berkomunikasi petugas.

"Nomor telepon yang akan muncul adalah 1500200. Kemudian, kami akan menyampaikan proof of record ownership (PORO)," katanya. (DDTCNews)

Pemberian Insentif Pajak

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan arah kebijakan fiskal pada tahun anggaran 2022 tetap fokus pada penanganan pandemi Covid-19. Dia menyebutkan dinamika pemulihan ekonomi nasional akan makin terasa pada tahun depan.

Baca Juga:
Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Neilmaldrin menjelaskan beragamnya kecepatan pemulihan ekonomi akan memengaruhi skema insentif pajak pada tahun depan. Ada 3 syarat utama yang wajib dipenuhi untuk melanjutkan relaksasi pajak.

Pertama, insentif diberikan secara terarah dan terukur. Kedua, insentif hanya berlaku pada kegiatan ekonomi strategis. Ketiga, insentif pajak diberikan kepada sektor usaha yang memiliki efek multiplier yang kuat.

Adapun realisasi insentif usaha secara umum hingga 22 Oktober 2021 telah mencapai Rp60,73 triliun atau setara 96,7% dari pagu Rp62,83 triliun. Pemanfaatan insentif tersebut masih terbagi untuk mendukung pemulihan dunia usaha dan daya beli masyarakat. (DDTCNews/Kontan)

Baca Juga:
Pemeriksa dan Juru Sita Pajak Perlu Punya Keterampilan Sosial, Kenapa?

Penerimaan Pajak

Ditjen Pajak terus berupaya mengoptimalkan kegiatan pengawasan pembayaran masa (PPM) dan kegiatan pengawasan kepatuhan materiel (PKM) untuk meningkatkan penerimaan dalam waktu 2 bulan yang tersisa tahun ini.

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan PPM dan PKM dilakukan pada wajib pajak dari sektor-sektor strategis yang dinilai telah pulih dari pandemi Covid-19. Misal, sektor pengolahan, perdagangan, dan pertambangan.

Suryo menuturkan DJP terus mengevaluasi dan memonitor kinerja penerimaan. Hingga September 2021, setoran pajak mencapai Rp850,1 triliun atau 69,1% dari target Rp1.229,59 triliun. DJP akan terus berupaya meningkatkan penerimaan sehingga shortfall pajak tidak terjadi.

Baca Juga:
Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

"Harapannya sampai dengan akhir tahun, kami kepengen mendekati dan bahkan Insyaallah memenuhi target yang ditetapkan," ujar Suryo. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

Produksi SP2DK

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan hingga Oktober 2021 produksi Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) mencapai 2,3 juta surat. Angka tersebut masih akan bertambah hingga akhir tahun fiskal 2021.

Neilmaldrin menjelaskan terdapat 2 faktor yang memengaruhi peningkatan produksi SP2DK pada akhir tahun. Pertama, statistik produksi SP2DK pada kuartal IV/2021 masih akan bertambah hingga Desember.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Kedua, proses bisnis digitalisasi SP2DK yang berlanjut pada tahun ini. Adanya digitalisasi diestimasi akan menambah kapasitas DJP memproduksi SP2DK. Simak ‘Penerbitan SP2DK untuk Wajib Pajak, DJP: Belum Sepenuhnya Digital’. (DDTCNews)

Agenda Prioritas Indonesia selaku Presidensi G20

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan konsensus perpajakan internasional akan menjadi salah satu agenda prioritas Indonesia selaku Presidensi G20 pada tahun depan.

Sri Mulyani menjelaskan kesepakatan atas Pilar 1: Unified Approach dan Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) memunculkan prinsip baru tentang pembagian laba antaryurisdiksi serta ketentuan pajak minimum global.

"Ini adalah tema yang kita, Indonesia, akan terus jalankan sebagai tema penting atau agenda prioritas," katanya. Simak ‘Indonesia Resmi Terima Presidensi G-20, KTT 2022 Digelar di Bali’. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN