KEBIJAKAN PAJAK

Ini Penilaian Pelaksanaan MAP di Indonesia

Redaksi DDTCNews | Jumat, 28 Juni 2019 | 16:20 WIB
Ini Penilaian Pelaksanaan MAP di Indonesia

JAKARTA, DDTCNews – Indonesia bersama 6 yurisdiksi lainnya, yakni Rusia, Hong Kong, Saudi Arabia, Brazil, China, dan Bulgaria telah menjalani penilaian oleh FTA MAP Forum atas pelaksanaan MAP-nya pada 26-28 Juni 2019.

John Hutagaol, Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) menjelaskan tujuan peer review adalah menilai apakah pelaksanaan MAP di masing-masing yurisdiksi telah sesuai dengan persyaratan internasional yang mengacu pada norma dan standar berdasarkan Aksi ke-14 BEPS.

"Bila semua yurisdiksi anggota Inclusive Framework on BEPS – yang saat ini berjumlah 129 yurisdiksi – telah melaksanakanminimum standard, akan ada dorongan terwujudnya efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaan MAP secara global," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (28/6/2019).

Baca Juga:
Malaysia Sebut Pajak Minimum Global Berdampak Baik ke Keuangan Negara

John yang juga sebagai Ketua Delegasi Indonesia dalam FTA MAP Forum ini mengatakan pelaksanaan MAP yang mengacu standar akan memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak. Hal inilah yang diinginkan wajib pajak dan otoritas pajak di era keterbukaan informasi untuk kepentingan perpajakan.

Dalam MAP Peer Review, ada 21 unsur penilaian yang dikelompokkan dalam 4 bagian. Pertama, preventing disputes (2 unsur). Kedua, availability and access to MAP (10 unsur). Ketiga, resolution of MAP cases (6 unsur). Keempat, implementation of MAP agreement (3 unsur).

Penilaian atas pelaksanaan MAP, sambung John, ada 2 tahapan. Tahapan pertama sudah dimulai sejak akhir 2016 dan direncanakan akan berakhir pada tahun 2021. Selanjutnya tahapan ke dua sudah dimulai pertengahan 2018. Untuk tahapan pertama, Indonesia bersama 6 yurisdiksi lain dikelompokkan dalam batch ketujuh.

Baca Juga:
Pemerintah Luncurkan Peta Jalan Jasa Industri 2025-2045, Apa Isinya?

Pelaksaaan penilaian MAP dinilai banyak memberikan manfaat bagi masing-masing otoritas pajak. Salah satu manfaat itu adalah otoritas dapat mengetahui apa yang sudah dilakukan yurisdiksi lainnya dalam pelaksanaan MAP. Ada transparansi sesama otoritas pajak sehingga timbul mutual respect diantara sesama otoritas pajak.

"Sehingga mendapatkan masukan yang berharga untuk perbaikan dan peningkatan pelaksanaan MAP," imbuh John.

Terkait dengan penilaian terhadap Indonesia, dia menjelaskan pelaksanaan MAP di Indonesia sudah berjalan dengan baik. Untuk memenuhi syarat minimum standard, sambungnya, ada beberapa perbaikan yang akan dilakukan. Perbaikan itu terutama terkait penyempurnaan regulasi yang mengatur ketentuan Roll Back.

Baca Juga:
Majelis Umum PBB Resmi Adopsi ToR Pembentukan Konvensi Pajak

"Sebenarnya hal tersebut sudah diatur dalam PMK yang berlaku saat ini, tapi perlu lebih rinci lagi sesuai rekomendasi FTA MAP Forum Secretary," imbuhnya.

Dari hasil observasinya, lanjut John, tidak ada satu yurisdiksi yang telah sempurna dalam pelaksanaan MAP, termasuk yurisdiksi seperti Amerika Serikat, Jepang, Jerman, China maupun Australia. Mereka perlu melakukan perbaikan dan akan penilaian kembali pada tahapan kedua untuk mengetahui pogres atau tindak-lanjut perbaikannya.

John optimis Indonesia dapat memenuhi rekomendasi FTA MAP Forum pada penilaian tahap kedua nanti. Hal ini karena DJP sejak 2017 hingga 2024 sedang melaksanakan program besar reformasi perpajakan yang juga mencakup kebijakan pajak. Proses penyempurnaan kebijakan dapat dilakukan secara menyeluruh.

Baca Juga:
Sederet Rekomendasi OECD untuk Indonesia dalam Meningkatkan Tax Ratio

Adapun ruang lingkup perbaikan secara keseluruhan sesuai rekomendasi dari FTA MAP Forum atas masing-masing yurisdiksi berbeda satu sama lainnya karena sistem dan kebijakan perpajakannya berbeda.

John optimistis masing-masing yurisdiksi seperti Saudi Arabia, Rusia dan Indonesia memiliki komitmen yang tinggi untuk memenuhi persyaratan minimum standard dalam pelaksanaan MAP. Hal ini, sambungnya, merupakan konsensus global yang harus dihormati dan dilaksanakan untuk merespon tantangan global dibidang perpajakan di era keterbukaan untuk tujuan perpajakan. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 18 Desember 2024 | 09:00 WIB PETA JALAN JASA INDUSTRI

Pemerintah Luncurkan Peta Jalan Jasa Industri 2025-2045, Apa Isinya?

Jumat, 13 Desember 2024 | 11:30 WIB PAJAK INTERNASIONAL

Majelis Umum PBB Resmi Adopsi ToR Pembentukan Konvensi Pajak

Selasa, 10 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN ANTIPENGHINDARAN PAJAK

DJP: Indonesia Sudah Terapkan 12 dari 15 Rencana Aksi BEPS

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember