BERITA PAJAK HARI INI

Ingat, Pasal 6 ayat (6) PER-03/PJ/2022 Soal Faktur Pajak Direvisi

Redaksi DDTCNews | Senin, 15 Agustus 2022 | 08:45 WIB
Ingat, Pasal 6 ayat (6) PER-03/PJ/2022 Soal Faktur Pajak Direvisi

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah merevisi ketentuan alamat pembeli pada faktur pajak yang tertuang dalam Pasal 6 ayat (6) PER-03/PJ/2022. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (15/8/2022).

Perubahan itu tertuang dalam PER-11/PJ/2022. Beleid yang ditetapkan pada 4 Agustus 2022 tersebut mulai berlaku pada 1 September 2022. Salah satu pertimbangan terbitnya beleid ini adalah untuk memberikan kemudahan bagi pengusaha kena pajak dalam membuat faktur pajak.

“Perlu dilakukan penyesuaian ketentuan mengenai keterangan yang harus dicantumkan dalam faktur pajak berupa identitas pembeli barang kena pajak atau penerima jasa kena pajak,” bunyi penggalan pertimbangan beleid tersebut.

Baca Juga:
Tersangka Penggelapan PPN Mengaku Kapok Setelah Bayar Denda 300 Persen

Seperti diketahui, Pasal 6 ayat (6) mengatur ketentuan jika penyerahan dilakukan kepada pembeli tempat dilakukannya pemusatan, tetapi barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) dikirim atau diserahkan ke tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang yang dipusatkan.

Dengan terbitnya PER-11/PJ/2022, cakupan dipersempit, yakni ketika penyerahan atau pengiriman ke tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang yang dipusatkan, yang berada di kawasan tertentu atau tempat tertentu yang mendapat fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut.

Selain itu, ketentuan pada Pasal 6 ayat (6) berlaku jika penyerahan BKP dan/atau JKP dimaksud merupakan penyerahan yang mendapat fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut.

Baca Juga:
Juni 2024: NPWP Cabang Digantikan NITKU, Pengawasan Diperkuat ke HWI

Ketentuan yang berlaku adalah pertama, nama dan NPWP yaitu nama dan NPWP PKP tempat dilakukannya pemusatan PPN atau PPN dan PPnBM terutang.

Kedua, alamat yaitu alamat tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang yang dipusatkan yang menerima BKP dan/atau JKP yang berada di kawasan tertentu atau tempat tertentu yang mendapat fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut.

Kawasan tertentu atau tempat tertentu yang mendapat fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut yaitu tempat penimbunan berikat, kawasan ekonomi khusus (KEK), serta kawasan tertentu lainnya di dalam daerah pabean yang mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut.

Baca Juga:
Hitung Hari sebelum Coretax Resmi Berlaku, PKP Perlu Bikin Sertel Baru

Ketentuan-ketentuan tersebut tetap sama dengan beleid sebelumnya, yakni hanya berlaku untuk pembeli yang pemusatan PPN terutang di KPP di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya (KPP BKM) sesuai dengan PER-07/PJ/2020 s.t.d.d PER-05/PJ/2021.

Selain mengenai faktur pajak, ada pula bahasan terkait dengan kinerja penerimaan pajak. Kemudian, ada bahasan mengenai perumusan fasilitas kepabeanan untuk mendukung penggunaan energi terbarukan.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Pengkreditan Pajak Masukan

Melalui PER-11/PJ/2022, pemerintah juga mengubah ketentuan Pasal 37 ayat (2) PER-03/PJ/2022. Dalam beleid yang baru disebutkan PPN dalam faktur pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak merupakan pajak masukan yang dapat dikreditkan.

Baca Juga:
Hal-Hal yang Perlu WP OP Siapkan Sebelum Lapor SPT Tahunan

Pengkreditan pajak masukan dilakukan oleh pengusaha kena pajak (PKP) pembeli BKP atau penerima JKP sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

“Untuk memberikan … kepastian hukum serta keadilan dalam pengkreditan pajak pertambahan nilai yang tercantum dalam faktur pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak,” bunyi penggalan pertimbangan beleid tersebut. (DDTCNews)

Penerimaan Pajak

Kenaikan harga komoditas dalam beberapa bulan terakhir diproyeksi akan berkontribusi pada penerimaan pajak senilai Rp279 triliun hingga akhir tahun. Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan DJP akan terus memantau pergerakan harga komoditas.

Baca Juga:
PPN Tak Seharusnya Dikompensasikan, PKP Bisa Kena Sanksi Kenaikan 75%

"Sekitar Rp279 triliun dampaknya hingga akhir tahun dengan kondisi harga komoditas tidak terlalu banyak bergerak dari situasi saat ini. Ini yang betul-betul kita ikuti dan waspada," ujar Suryo. (DDTCNews)

Fasilitas Kepabeanan Energi Terbarukan

Direktur Fasilitas Kepabeanan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Untung Basuki mengatakan rencana pemberian fasilitas kepabeanan sejalan dengan upaya pemerintah mendorong penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan. Nantinya, fasilitas itu akan diatur dalam peraturan menteri keuangan (PMK).

"Sekarang kami sedang membuat kajian kira-kira insentif apa yang bisa diberikan kepada perusahaan yang memproduksi energi baru dan terbarukan," katanya. (DDTCNews)

Baca Juga:
Dorong Konsumsi 2025, Negara Tetangga Ini Kembali Beri Diskon Pajak

SUN Penempatan Dana PPS

Pemerintah akan kembali melakukan transaksi private placement surat utang negara (SUN) dalam rangka penempatan dana atas program pengungkapan sukarela (PPS) pada 22 Agustus 2022.

Ditjen Pengelolaan, Pembiayaan, dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menyebut pemerintah akan menawarkan 2 seri SUN yang sama dengan sebelumnya, yaitu FR0094 dan USDFR003, dalam transaksi tersebut. (DDTCNews)

Restitusi Pajak

Ditjen Pajak mencatat hingga akhir Juli 2022, realisasi pengembalian pajak atau restitusi senilai Rp124,59 triliun. Nilai tersebut turun 2,87% dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya.

Baca Juga:
Mei 2024: Fitur e-Bupot Diperbarui, Insentif Perpajakan di IKN Dirilis

Ditjen Pajak menyebut restitusi dipercepat senilai Rp 51,47 triliun atau sebanyak 41,31% dari total. Kemudian, restitusi akibat pemerintah kalah bersengketa dengan wajib pajak di ranah hukum yang tercatat senilai Rp 17,92 triliun. Restitusi normal atau melalui pemeriksaan senilai Rp55,20 triliun. (Kontan)

Risiko Resesi Ekonomi

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki risiko kecil untuk masuk dalam jurang resesi. Sri Mulyani dibandingkan dengan negara lain, perekonomian domestik lebih tahan terhadap guncangan.

"Indonesia termasuk negara yang kemungkinan terjadi resesinya sangat-sangat kecil," katanya. (DDTCNews) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 28 Desember 2024 | 15:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Tersangka Penggelapan PPN Mengaku Kapok Setelah Bayar Denda 300 Persen

Sabtu, 28 Desember 2024 | 15:00 WIB KILAS BALIK 2024

Juni 2024: NPWP Cabang Digantikan NITKU, Pengawasan Diperkuat ke HWI

Sabtu, 28 Desember 2024 | 12:07 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Hitung Hari sebelum Coretax Resmi Berlaku, PKP Perlu Bikin Sertel Baru

Sabtu, 28 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Perlu WP OP Siapkan Sebelum Lapor SPT Tahunan

BERITA PILIHAN
Sabtu, 28 Desember 2024 | 15:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Tersangka Penggelapan PPN Mengaku Kapok Setelah Bayar Denda 300 Persen

Sabtu, 28 Desember 2024 | 15:00 WIB KILAS BALIK 2024

Juni 2024: NPWP Cabang Digantikan NITKU, Pengawasan Diperkuat ke HWI

Sabtu, 28 Desember 2024 | 13:30 WIB ASET KRIPTO

Pengawasan Aset Kripto Resmi Beralih ke OJK Januari 2025

Sabtu, 28 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Pemerintah Bebaskan Bea Masuk Barang Keperluan Proyek Pemerintah

Sabtu, 28 Desember 2024 | 12:07 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Hitung Hari sebelum Coretax Resmi Berlaku, PKP Perlu Bikin Sertel Baru

Sabtu, 28 Desember 2024 | 12:00 WIB PERATURAN KEPABEANAN

Aturan Baru terkait Pembukuan di Bidang Bea dan Cukai, Unduh di Sini

Sabtu, 28 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Perlu WP OP Siapkan Sebelum Lapor SPT Tahunan