DDTC BREAKFAST TALK

Implementasi Pilar 2 Berpotensi Bikin Insentif Pajak Tidak Optimal

Dian Kurniati | Kamis, 07 Desember 2023 | 11:32 WIB
Implementasi Pilar 2 Berpotensi Bikin Insentif Pajak Tidak Optimal

Director Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji saat memberikan paparan dalam acara DDTC Breakfast Talk dengan tema Bersiap Antisipasi Two-Pillar Solution, Selasa (5/12/2023).

JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak perlu bersiap mengantisipasi dampak-dampak yang bakal ditimbulkan dari penerapan Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE).

Director Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan negara-negara dari Inclusive Framework telah menyepakati pajak minimum global sebesar 15% dalam Pilar 2. Ketentuan tersebut salah satunya bakal berpengaruh pada ketentuan insentif pajak.

"Yang selama ini eligible memperoleh insentif seperti tax holiday, mungkin tax holiday yang Anda dapatkan nantinya tidak akan optimal," katanya dalam DDTC Breakfast Talk dengan tema Bersiap Antisipasi Two-Pilar Solution, Kamis (7/12/2023).

Baca Juga:
Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Bawono menjelaskan Pilar 2 bertujuan untuk mengurangi harmful tax competition dan menekan profit shifting. Pilar 2 bakal diimplementasikan sebagai common approach mulai tahun depan.

Mengingat Pilar 2 adalah common approach, setiap yurisdiksi perlu mengadopsi rezim pajak tersebut tanpa perlu menunggu adanya multilateral instrument (MLI) dan sejenisnya.

Apabila tarif pajak efektif perusahaan multinasional pada suatu yurisdiksi tidak mencapai 15%, top-up tax bakal dikenakan. Agar top-up tax dapat dikenakan negara sumber, qualified domestic minimum top-up tax (QDMTT) harus diterapkan.

Baca Juga:
DDTC Gelar Temu Kontributor Buku Gagasan Perpajakan Prabowo-Gibran

Penerapan QDMTT bakal memastikan negara sumber berhak mengenakan top-up tax atas penghasilan yang kurang dipajaki. Namun jika tanpa QDMTT, top-up tax adalah hak yurisdiksi tempat ultimate parent entity (UPE) berlokasi.

Sejumlah negara, termasuk Uni Eropa telah bersiap mengimplementasikan pajak minimum global pada 2024. Oleh karena itu, negara-negara sumber mau tidak mau perlu bergegas menerapkan GloBE Rules sehingga top-up tax tidak menjadi hak yurisdiksi UPE berlokasi.

Di sisi lain, apabila negara sumber dan UPE tidak mengenakan GloBE Rules maka top-up tax dapat dikenakan di yurisdiksi sister company beroperasi.

Baca Juga:
Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

"Nantinya tidak akan ada tempat lagi untuk bisa lolos dari tarif minimum tax," ujar Bawono.

Sementara itu, Tax Expert of CEO Office DDTC Atika Ritmelina menilai Pilar 2 bakal berdampak pada hampir semua perusahaan multinasional dengan pendapatan di atas €750 juta.

Oleh karena itu, perusahaan multinasional perlu segera bersiap mengantisipasinya karena Pilar 2 akan menjamin pengenaan top-up tax.

Baca Juga:
Sudah Ada Banyak Insentif Pajak, DJP Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

Atika menuturkan Pilar 2 akan mengubah mekanisme pemberian insentif pajak di negara sumber, termasuk Indonesia. Namun, ada pula kemungkinan muncul fitur-fitur baru terkait dengan insentif pajak sehingga tetap memenuhi ketentuan tarif efektif 15%.

Sementara itu, Manager of DDTC Consulting Riyhan Juli Asyir menjelaskan Indonesia termasuk negara yang bersiap mengimplementasikan Pilar 2. Kesiapan itu tercermin dari sejumlah payung hukum yang telah terbit berupa UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan PP 55/2022.

Selain itu, pemerintah saat ini juga tengah menyiapkan peraturan menteri keuangan (PMK) untuk mengimplementasikan Pilar 2. Rencananya, PMK tersebut terbit pada tahun depan.

Baca Juga:
Mahasiswa UII! Yuk Ikut Pembekalan Softskill dan Tips Magang di DDTC

Riyhan memandang solusi 2 pilar akan membuat penggunaan tax control framework (TCF) makin jamak diterapkan. TCF digunakan untuk membantu perusahaan merancang, menerapkan, sekaligus memantau proses dan kontrol internal terkait dengan perpajakan.

Nantinya, otoritas pajak dapat mengakses TCF tersebut. Adapun bagi wajib pajak, keuntungan dari TCF ialah dapat menurunkan potensi sengketa asal memiliki profil yang baik.

Di sisi lain, Specialist of DDTC Fiscal Research & Advisory Hamida Amri Safarina menjelaskan Pilar 1 untuk menjamin hak pemajakan dan basis pajak yang lebih adil dalam konteks ekonomi digital karena tidak lagi berbasis kehadiran fisik di yurisdiksi pasar.

Baca Juga:
Download! PDF Buku Baru DDTC: Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran

Yurisdiksi pasar mendapatkan hak pemajakan atas 25% dari residual profit yang diterima korporasi multinasional yang tercakup pada Pilar 1. Amount A mencakup perusahaan multinasional dengan pendapatan global di atas €20 miliar dan profitabilitas di atas 10%, sedangkan Amount B mencakup seluruh perusahaan multinasional.

Amount A bakal memberikan peluang bagi yuridiksi sumber untuk mengenakan pajak kepada perusahaan multinasional berdasarkan pendapatan yang mereka hasilkan dari negara tersebut, meski tidak ada kehadiran fisik.

Sementara itu, Amount B memungkinkan negara-negara berkembang untuk menyederhanakan ketentuan transfer pricing. "Implikasinya kira-kira ketentuan transfer pricing akan disederhanakan, khususnya pada perusahaan dengan aktivitas distribusi dan pemasaran," katanya. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Senin, 21 Oktober 2024 | 15:30 WIB HUT KE-17 DDTC

DDTC Gelar Temu Kontributor Buku Gagasan Perpajakan Prabowo-Gibran

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 14:00 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sudah Ada Banyak Insentif Pajak, DJP Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:05 WIB KABINET MERAH PUTIH

Prabowo Kembali Lantik Pejabat Negara, Ada Raffi Ahmad dan Gus Miftah

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS LOGISTIK

Kinerja Dwelling Time dalam 1 Dekade Terakhir