Pengumuman implementasi nasional e-faktur 3.0. (DJP)
JAKARTA, DDTCNews – Mulai hari ini, Kamis (1/10/2020), e-faktur 3.0 diimplementasikan secara nasional. Pengusaha kena pajak (PKP) diminta untuk melakukan pembaruan (update) aplikasi e-faktur sebelum Senin (5/10/2020). Topik tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan sudah mengirim informasi melalui email kepada 542.000 PKP. Dalam email itu, DJP mengimbau agar PKP segera memperbarui aplikasi e-faktur. Simak artikel ‘Cara Update E-Faktur Versi 3.0’.
“Kami mengingatkan agar mereka mempersiapkan diri, men-download aplikasi yang baru, dan melakukan hal-hal yang diperlukan. Dengan adanya pembaruan aplikasi e-faktur menjadi versi 3.0 maka mulai 5 Oktober 2020, PKP tidak dapat lagi menggunakan versi 2.2,” ujar Hestu.
Selain pengiriman informasi melalui email, sambungnya, DJP juga telah melakukan sosialisasi kepada para PKP, asosiasi, dan konsultan pajak terkait dengan implementasi secara nasional e-faktur 3.0. Para fiskus di lapangan juga terus melakukan sosialisasi.
Ada beberapa fitur baru dalam aplikasi e-faktur 3.0, antara lain prepopulated pajak masukan berupa pemberitahuan impor barang (PIB), prepopulated pajak masukan berupa e-faktur, prepopulated VAT refund, sinkronisasi kode cap pada aplikasi e-faktur, dan prepopulated SPT Masa PPN.
Selain mengenai implementasi nasional e-faktur 3.0, ada pula bahasan terkait dengan bea meterai. Apalagi, DPR sudah mengesahkan RUU Bea Meterai yang baru menjadi UU. UU Bea Meterai yang baru akan berlaku pada 1 Januari 2021.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Dirjen Pajak Suryo Utomo berharap wajib pajak berstatus PKP bisa mendapatkan kemudahan dengan adanya implementasi e-faktur 3.0. DJP, sambungnya, berkomitmen untuk terus melakukan perbaikan layananan administrasi.
“Harapan besarnya wajib pajak membuat faktur pajak dan melaporkan SPT PPN-nya mudah. Ini karena sebagian faktur pajak yang sudah dibuat [prepopulated] akan menjadi bahan bagi PKP yang akan akan melaporkan SPT Masa PPN-nya,” ujar Suryo. Simak artikel ‘Berlaku Mulai Besok, Lapor SPT Masa PPN Pakai e-Faktur Web Based’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)
Sebagai informasi kembali, salah satu aspek yang perlu menjadi perhatian PKP terkait dengan implementasi e-faktur 3.0 adalah database. Pasalnya, untuk mencegah terjadinya kesalahan (corrupt database), pengguna aplikasi perlu melakukan back up database (folder db yang sedang digunakan).
Kemudian, agar aplikasi dapat berjalan dengan lancar, pengguna perlu menyalin database (folder db) di aplikasi lama yang kemudian dipindahkan dalam folder aplikasi e-faktur terbaru. Simak pula artikel ‘Data e-Faktur Rusak atau Hilang, DJP: Bisa Minta ke KPP’. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)
Menu download prepopulated pajak masukan dan prepopulated PIB sudah tersedia di e-faktur web based. Menu itu berbeda dengan menu perpopulated pajak masukan dan prepopulated PIB pada aplikasi e-faktur client desktop 3.0.
Pada e-faktur client desktop 3.0, disediakan data pajak masukan atau PIB yang masih bisa dikreditkan untuk suatu masa pajak dan tiga masa pajak tidak sama ke belakang. Menu download prepopulated pajak masukan dan prepopulated PIB menyediakan data berdasarkan masa pajak (tidak termasuk masa pajak tidak sama). (DDTCNews)
Direktur Peraturan Perpajakan I Arif Yanuar pun menerangkan pemerintah akan memberlakukan masa transisi dalam penerapan ketentuan UU Bea Meterai yang baru. Dalam masa transisi, dokumen yang terutang bea meterai masih bisa menggunakan meterai tempel yang berlaku saat ini.
Dia mengatakan meterai tempel yang telah dicetak berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai dan peraturan pelaksanaannya yang masih tersisa, masih dapat digunakan sampai dengan 31 Desember 2021 dengan nilai paling sedikit Rp9.000
“Wajib pajak bisa melekatkan meterai Rp3.000 dan Rp6.000 atau melekatkan 2 meterai Rp6.000. Jadi, minimal sebesar Rp9.000 atau bisa Rp12.000 hingga setahun ke depan. Ini masa transisinya," ujar Arif. (DDTCNews/Kontan)
Kenaikan tarif bea meterai dari awalnya Rp3.000 dan Rp6.000 menjadi Rp10.000 turut meningkatkan potensi pos penerimaan pajak lain dalam APBN 2021. Target penerimaan pajak lain awalnya diusulkan senilai Rp7,7 triliun meningkat menjadi Rp12,43 triliun dalam APBN 2021.
"Penerimaan pajak lain dalam APBN memang mostly dari bea meterai. Menjadi Rp12 triliun pada 2021 dari awalnya Rp7 triliun. Untuk 2020 belum selesai, kami enggak tahu jumlahnya berapa," ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo. (DDTCNews/Kontan)
Kemenkeu menambah jumlah jenis debitur yang bisa mengajukan insentif subsidi bunga/margin, yaitu debitur kredit pemilikan rumah (KPR) dan debitur kredit kendaraan bermotor. Penambahan jenis debitur tersebut diatur dalam PMK 138/2020. Beleid ini merevisi PMK 85/2020.
Dalam PMK tersebut, Kemenkeu memperbolehkan debitur KPR hingga tipe 70 dan debitur kredit kendaraan bermotor yang menggunakan kendaraannya untuk usaha produktif bisa mendapatkan subsidi bunga. Simak artikel ‘Resmi! Debitur KPR dan Kredit Kendaraan Kini Bisa Dapat Subsidi Bunga’. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Banyak keuntungan dari fitur-fitur baru pada faktur 3.0 yang bisa membantu mengurangi fiscal cost Wajib Pajak serta juga menambah kontribusi dalam penerimaan negara