Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Implementasi nasional interkoneksi modul PJKEK dengan e-faktur sudah dimulai sejak 1 Februari 2024. Topik ini menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (13/2/2024).
Ditjen Pajak (DJP) mengatakan untuk meningkatkan pelayanan otoritas kepada pengusaha kena pajak (PKP), telah dikembangkan interkoneksi modul Pemberitahuan Jasa Kawasan Ekonomi Khusus (PJKEK) dengan aplikasi e-faktur.
“Dalam skema interkoneksi ini, beberapa elemen faktur pajak yang dibuat oleh PKP penjual akan divalidasi ke database PJKEK secara sistem sehingga terhindar dari kesalahan input elemen faktur pajak,” bunyi salah satu poin dalam PENG-5/PJ.09/2024.
Adapun elemen data faktur pajak yang dilakukan validasi ke database PJKEK antara lain kode dan nomor PJKEK; tanggal PJKEK, tanggal pembuatan faktur pajak tidak boleh mendahului tanggal pembuatan dokumen PJKEK; nama dan NPWP pembeli; dan nilai kontrak pada dokumen PJKEK.
Seperti diketahui, badan usaha/pelaku usaha (BU/PU) di KEK yang akan memanfaatkan fasilitas PPN tidak dipungut harus terlebih dahulu membuat dokumen PJKEK melalui Sistem Indonesia National Single Window (SINSW) sebelum perolehan jasa kena pajak (JKP)/barang kena pajak (BKP) tidak berwujud.
Dokumen PJKEK tersebut akan menjadi dasar bagi PKP penjual yang menyerahkan JKP/BKP tidak berwujud kepada BU/PU di KEK dalam penerbitan faktur pajak dengan kode 07 (PPN tidak dipungut) melalui aplikasi e-faktur.
Selain mengenai interkoneksi modul PJKEK dengan e-faktur, ada pula ulasan terkait dengan izin kuasa hukum di Pengadilan Pajak. Kemudian, ada bahasan terkait dengan proses bisnis administrasi perpajakan dengan adanya implementasi coretax administration system.
DJP menyampaikan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam skema interkoneksi modul PJKEK dengan e-faktur. Pertama, ruang lingkupnya adalah penyerahan JKP/ BKP tidak berwujud dari tempat lain dalam daerah pabean (TLDDP) ke BU/PU di KEK.
Kedua, perolehan JKP/BKP tidak berwujud dari TLLDP ke BU/PU di KEK mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut sepanjang perolehan tersebut dilakukan melalui sistem aplikasi KEK. Ketiga, atas 1 dokumen PJKEK dapat diterbitkan lebih dari 1 faktur pajak.
Keempat, PKP di TLDDP yang melakukan penyerahan JKP/ BKP tidak berwujud ke BU/ PU di KEK membuat faktur pajak 07 dengan cara menginput elemen-elemen data faktur pajak melalui aplikasi e-faktur. Kelima, validasi ke database PJKEK akan dilakukan atas elemen data faktur. (DDTCNews)
Izin kuasa hukum yang diterbitkan oleh Pengadilan Pajak berdasarkan pada ketentuan sebelumnya, yakni PER-01/PP/2018, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya masa berlaku izin kuasa hukum yang dimaksud.
Namun, izin kuasa hukum yang diterbitkan berdasarkan PER-01/PP/2018 tidak dapat diperpanjang. Saat masa berlaku izin kuasa hukum habis, pemohon harus mengajukan permohonan baru sesuai dengan Pasal 3 PER-1/PP/2024.
"Izin kuasa hukum yang telah berakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diperpanjang dan harus diajukan permohonan baru sesuai ketentuan dalam Pasal 3 Peraturan Ketua Pengadilan Pajak ini," bunyi Pasal 19 ayat (3) PER-1/PP/2024.
Sesuai dengan PER-1/PP/2024, setiap orang yang hendak beracara di Pengadilan Pajak perlu memiliki izin kuasa hukum. Nantinya, permohonan izin diajukan secara elektronik melalui IKH Online. Simak ‘Pengadilan Pajak Bakal Luncurkan IKH Online 12 April 2024’. (DDTCNews)
DJP menegaskan penggunaan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 16 digit pada Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI) dan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) masih terbatas.
Sejalan dengan hal tersebut, sesuai dengan pengumuman yang disampaikan dalam PENG-22/PJ.09/2023, pembuatan dokumen faktur pajak dan bukti potong masih menggunakan NPWP 15 digit sampai dengan waktu implementasi penuh NPWP 16 digit.
“Saat ini untuk dokumen faktur pajak dan bukti potong masih menggunakan NPWP 15 digit sampai dengan implementasi penuh NPWP 16 digit yang berdasarkan PMK 136/2023 akan diterapkan 1 Juli 2024,” tulis DJP dalam laman resminya. (DDTCNews)
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan otoritas akan terus menjalankan pengawasan wajib pajak berdasarkan pada tingkat risiko ketidakpatuhan dalam compliance risk management (CRM).
“Demikian halnya dengan wajib pajak HWI (high wealth individuals) akan dilakukan penanganan sesuai dengan tingkat risiko ketidakpatuhannya,” ujarnya. (Bisnis Indonesia)
DJP tengah mengembangkan aplikasi akun wajib pajak atau taxpayer account management (TAM). Adapun TAM akan mulai diterapkan sejalan rencana implementasi coretax administration system (CTAS) pada Juli 2024.
Penyuluh Pajak Ahli Madya Kanwil DJP Banten Dedi Kusnadi mengatakan sebelum menggunakan taxpayer account, wajib pajak nantinya perlu melakukan aktivasi yang salah satu membutuhkan verifikasi biometrik wajah.
"Jadi biometrik wajahnya difoto, masuk ke sistem, dan kita akan connect-kan dengan yang ada di data dukcapil," katanya dalam video Kupas Tuntas Coretax Proses Bisnis Registrasi yang diunggah akun Youtube Kanwil DJP Banten. (DDTCNews)
DJP mengimbau pemotong pajak selaku user utama untuk berhati-hati ketika menggunakan fitur user perekam dalam aplikasi e-bupot 21/26. Jika user utama menghapus user perekam maka seluruh bukti potong PPh Pasal 21 yang direkam oleh user perekam tersebut juga akan ikut hilang.
"User utama berwenang menambah/menghapus perekam. Untuk itu, mohon hindari pilihan aksi Hapus Perekam, karena seluruh data bupot yang telah direkam oleh yang bersangkutan juga akan hilang," jelas Kring Pajak di media sosial.
Bukti potong PPh Pasal 21 yang direkam oleh user perekam melalui www.perekamebupot2126.pajak.go.id hanya bisa dilihat oleh user perekam tersebut sendiri. Simak pula ‘Hapus Data Bukti Potong di e-Bupot Tak Bisa Sekaligus, Harus Satu-Satu’. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.