AMERIKA SERIKAT

Imbas Corona, Industri Energi Terbarukan Minta Relaksasi Kredit Pajak

Redaksi DDTCNews | Kamis, 26 Maret 2020 | 11:40 WIB
Imbas Corona, Industri Energi Terbarukan Minta Relaksasi Kredit Pajak

Ilustrasi. (foto: Pixabay)

WASHINGTON DC, DDTCNews—Pelaku usaha pembangkit energi terbarukan meminta pemerintah Amerika Serikat (AS) memberikan relaksasi kebijakan kredit pajak di tengah merebaknya penyebaran virus corona atau Covid-19.

Presiden asosiasi industri terbarukan AS/American Council on Renewable Energy, Greg Wetstone mengatakan paket stimulus yang disiapkan pemerintah dalam menghadapi dampak Covid-19 baru-baru ini tidak memasukan sektor energi terbarukan.

Padahal, lanjut Greg, penyebaran Covid-19 yang meningkat membuat proyek pembangkit listrik tenaga angin dan surya terancam terhenti. Untuk itu, ia meminta sektor terbarukan juga masuk dalam sasaran paket stimulus senilai US$2 triliun itu.

Baca Juga:
Taiwan Bakal Berikan Insentif Kredit Pajak untuk WP yang Investasi AI

“Saat ini perusahaan pembangkit energi dari angin dan matahari sedang menghadapi penundaan proyek dan itu mengancam kemampuan dunia usaha untuk memanfaatkan subsidi yang sudah disediakan pemerintah,” katanya, Kamis (26/3/2020).

Greg menyebutkan pandemi Covid-19 telah banyak mempengaruhi bisnis energi terbarukan. Setidaknya 160.000 proyek pekerjaan berpotensi hilang karena adanya pembatasan kegiatan usaha untuk menekan penyebaran virus yang lebih luas.

Relaksasi kebijakan kredit pajak menjadi permintaan utama pelaku usaha. Pasalnya, proyek pembangunan instalasi pembangkit yang tertunda akan mengurangi kapasitas perusahaan dalam membayar angsuran pajak kepada pemerintah federal.

Baca Juga:
Trump Langsung Kenakan Bea Masuk Impor dari Meksiko, Kanada, dan China

Sementara itu, Developer Panel Energi Surya Intersect Power, Sheldon Kimber mengaku penyesuaian ketentuan kredit pajak saat ini dibutuhkan industri terbarukan. Apalagi, negara bagian telah menerapkan karantina dan bekerja dari rumah untuk pegawai.

Kondisi ini berimplikasi terhadap pembangunan infrastruktur energi terbarukan yang banyak dilakukan. Selain itu, proyek pengerjaan di luar negeri seperti di Asia dan Eropa juga praktis terhenti dengan adanya pandemi Covid-19.

“Kami tidak perlu bailout tapi beberapa penyesuaian terhadap kredit pajak yang sudah kami dapatkan merupakan kebutuhan saat ini,” jelas Kimber sebagaimana dilansir dari Thomson Reuters Foundation. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?