Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Dalam menghitung pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 terutang dengan tarif efektif rata-rata (TER), akumulasi penghasilan bruto dalam bulan yang bersangkutan dikalikan dengan tarif efektif bulanan.
Apabila tunjangan hari raya (THR) Lebaran diberikan dalam suatu bulan maka nilainya diakumulasikan menjadi penghasilan bruto untuk menghitung PPh Pasal 21 bulan yang bersangkutan. Besaran THR tidak bisa digeser ke bulan lain untuk menghindari pengenaan PPh Pasal 21 yang lebih rendah di bulan tertentu.
"Sesuai ketentuan, penghitungan PPh 21 dengan tarif efektif, jika THR diterima pada bulan tersebut, maka diakumulasi menjadi bruto untuk PPh 21 bulan bersangkutan. Tidak bisa dipindah ke bulan lain," cuit contact center Ditjen Pajak (DJP), dikutip pada Rabu (13/3/2024).
Penjelasan DJP di atas menjawab pertanyaan seorang netizen di media sosial. Sebuah akun menanyakan apakah ada opsi untuk memindahkan nilai THR ke dalam akumulasi penghasilan bruto ke bulan lain. Hal ini dilakukan agar pengenaan pajak pada bulan saat THR diberikan tidak terlampau besar.
Seperti diketahui, penghitungan PPh Pasal 21 dengan TER memang berpotensi membuat potongan pajak pada bulan diberikannya THR menjadi lebih besar.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 168/2023, besaran PPh Pasal 21 dihitung dengan mengalikan tarif efektif bulanan PP 58/2023 dengan jumlah penghasilan bruto yang diterima pegawai tetap dalam 1 masa pajak.
"Jumlah penghasilan bruto ... untuk pegawai tetap yaitu jumlah bruto seluruh penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) huruf a yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja dalam 1 masa pajak," bunyi petunjuk umum dalam PMK 168/2023.
Merujuk pada Pasal 5 ayat (1) huruf a PMK 168/2023, penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap baik yang bersifat teratur ataupun yang tidak teratur.
Dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 5 ayat (3) PMK 168/2023, penghasilan teratur dan tidak teratur bagi pegawai tetap antara lain juga mencakup gaji, tunjangan dalam bentuk apapun, uang lembur, bonus, hingga THR.
Contoh, seorang pegawai tetap bernama Tuan X (TK/0) menerima penghasilan bruto dari pemberi kerja senilai Rp7,5 juta pada masa pajak Februari 2024. Atas penghasilan bruto tersebut, Tuan X dikenai PPh Pasal 21 dengan tarif efektif bulanan kategori A sebesar 1,25%.
Pada masa pajak Maret 2024, penghasilan bruto yang diterima Tuan X naik menjadi Rp15 juta karena adanya pembayaran THR dari pemberi kerja. Sesuai dengan PP 58/2023, tarif efektif bulanan kategori A yang berlaku atas penghasilan bruto senilai Rp15 juta adalah 6%.
Sesuai dengan PMK 168/2023, seluruh PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada masa pajak Januari hingga November nantinya akan turut diperhitungkan dalam penghitungan PPh Pasal 21 masa pajak terakhir.
Bila PPh Pasal 21 yang dipotong pada masa pajak Januari hingga November ternyata lebih besar dibandingkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang dalam setahun, kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 tersebut wajib dikembalikan oleh pemotong pajak kepada pegawai tetap.
Pengembalian kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 harus dilakukan oleh pemberi kerja paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah masa pajak terakhir. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.