Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 72/2023 menegaskan tidak semua pengeluaran perbaikan dikategorikan sebagai biaya perbaikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7.
Merujuk pada Lampiran S PMK 72/2023, suatu pengeluaran tidak dikategorikan sebagai biaya perbaikan sebagaimana dimaksud Pasal 7 PMK 72/2023 jika biaya tersebut merupakan perawatan rutin yang dilakukan 1 kali atau lebih setiap tahun.
"Misal, sebuah mobil harus dilakukan servis rutin setiap tahun. Dalam servis tersebut terdapat penggantian suku cadang yang harus diganti setiap tahun. Biaya service termasuk penggantian suku cadang tersebut merupakan biaya perawatan rutin, sehingga tidak dikapitalisasi pada mobil," bunyi Lampiran S PMK 72/2023, dikutip pada Minggu (6/8/2023).
Pengeluaran yang perlu dikapitalisasi ialah pengeluaran yang memberikan manfaat ekonomis pada masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu produksi, peningkatan standar kinerja, atau dapat memperpanjang masa manfaat dari harta berwujud.
Contoh, suatu mobil harus diperbaiki karena turun mesin setiap 4 tahun. Dalam perbaikan tersebut, terdapat penggantian komponen mesin. Biaya perbaikan tersebut dapat dikapitalisasi pada mobil sehingga pembebanannya dilakukan melalui penyusutan mobil.
Bila suatu pengeluaran tercakup dalam definisi biaya perbaikan pasal 7, biaya perbaikan tersebut ditambahkan pada nilai sisa buku fiskal harta berwujud yang diperbaiki.
"Biaya perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambahkan pada nilai sisa buku fiskal harta berwujud tersebut," bunyi Pasal 7 ayat (2) PMK 72/2023.
Dalam hal masa manfaat barang tidak bertambah setelah dilakukan perbaikan, penghitungan penyusutan atas hasil penjumlahan pasal 7 ayat (2) dilakukan sesuai dengan sisa masa manfaat fiskal harta berwujud yang diperbaiki.
Bila perbaikan menambah masa manfaat, penghitungan penyusutan atas hasil penjumlahan pasal 7 ayat (2) dilakukan sesuai dengan sisa masa manfaat fiskal harta berwujud ditambah dengan tambahan masa manfaat akibat perbaikan.
Contoh, perahu dibeli pada Oktober 2020 senilai Rp500 juta. Perahu tersebut termasuk dalam kelompok 2 dengan masa manfaat 8 tahun. Setelah digunakan 5 tahun, mesin perahu tersebut diganti dengan biaya senilai Rp100 juta.
Dengan penggantian mesin tersebut, masa manfaat perahu bertambah 2 tahun dari masa manfaat awal. Dalam kasus ini, biaya penambahan mesin dikapitalisasi pada perahu dan disusutkan sesuai sisa masa manfaat perahu setelah diperbaiki yaitu 5 tahun yang dihitung dari sisa masa manfaat awal 3 tahun ditambah 2 tahun setelah perbaikan. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.