JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Jumat (31/8), kabar datang dari Ditjen Pajak yang menyebutkan penerimaan pajak hingga 20 Agustus 2018 mencapai Rp760,57 triliun atau 53,41% dari target dalam APBN 2018 yang sebesar Rp1.424 triliun. Penerimaan pajak penghasilan (PPh) nonmigas dikabarkan mencapai Rp432,2 triliun atau tumbuh 15,46% dibanding periode sama tahun 2017.
Kabar lainnya masih dari Ditjen Pajak yang tampaknya telah menentukan wajib pajak prioritas dalam hal penggalian potensi pemeriksaan. Penentuan sasaran tersebut terdapat dalam surat edaran Ditjen Pajak nomor SE-15/2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan Pajak.
Pengkategorian wajib pajak dalam hal pemeriksaan menjad strategi Ditjen Pajak untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Dengan penyusunan skala prioritas wajib pajak itu, maka otoritas pajak memprediksi proses pemeriksaan akan lebih fokus dan optimal.
Berikut ringkasannya:
Dirjen Pajak Robert Pakpahan mengatakan penerimaan PPh nonmigas berasal dari PPh orang pribadi dan PPh badan, serta PPh pasal 25 yang dibayarkan korporasi. Menurutnya penerimaan di sektor itu mampu tumbuh 20%. Sedangkan pertumbuhan realisasi penerimaan pajak juga didorong oleh PPh pasal 21 dan PPh impor. Lalu penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) tercatat sebesar Rp280,9 triliun atau tumbuh 15,2% dibanding periode sebelumnya. Robert mengklaim jika penghitungan penerimaan pajak tahun 2017 tanpa tax amnesty, maka tahun ini tumbuh 17%.
SE-15/2018 membagi 2 kategori; pertama, wajib pajak yang masuk dalam daftar sasaran prioritas penggalian potensi (DSP3); kedua, daftar sasaran prioritas pemeriksaan (DSPP) yang merupakan wajib pajak sasaran pemeriksaan sepanjang tahun berjalan. Untuk menjamin kualitas pemeriksaan, mekanisme standarisasi dan penentuan wajib pajak yang masuk ke 2 kategori tersebut dilakukan oleh komite perencanaan pemeriksaan (KPP).
Direktur Penagihan dan Pemeriksaan Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji menilai pemeriksaan wajib pajak sebelum terbitnya SE-15/2018 berjalan kurang fokus dan serampangan, sehingga banyak kualitas pemeriksaan berakhir kalah dalam proses banding. Terlebih pemeriksaan rezim sebelumnya pun bisa dilakukan dengan menunjuk wajib pajak secara asal. Untuk itu, terbitnya beleid ini diklaim akan memperbaiki proses pemeriksaan sehingga petugas akan mudah melakukan tugas pemeriksaan.
Direktur Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi Ditjen Pajak Iwan Djuniardi mengatakan Ditjen Pajak telah meluncurkan pengembangan modul billing massal melalui mekanisme e-Tax Bulk Uploader atau disebut Core Billing 2.0. Sistem ini diharapkan bisa mempercepat layanan dan memperkecil risiko pembayaran pajak. ID Billingpun diprediksi mencapai 400 ribu transaksi per jam. Bank pertama yang menerapkan sistem ini adalah Bank Mandiri. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.