Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan materi dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPD, Senin (21/6/2021).
JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan mencatat defisit APBN hingga Mei 2021 telah mencapai Rp219,3 triliun atau tumbuh 22,24% dibandingkan dengan kinerja periode yang sama pada 2020.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan defisit tersebut setara dengan 1,32% terhadap produk domestik bruto. Menurutnya, realisasi defisit tersebut telah mencapai 21,79% dari proyeksi senilai Rp1.006,4 triliun atau 5,7% terhadap PDB.
"Sampai dengan Mei, defisit APBN Rp219,3 triliun atau 1,32% dari PDB," katanya dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPD, Senin (21/6/2021).
Sri Mulyani mengatakan penerimaan negara hingga Mei 2021 tercatat Rp726,5 triliun atau tumbuh 9,54% dari realisasi tahun lalu senilai Rp663,2 triliun. Realisasi itu juga setara dengan 41,69% dari target Rp1.742,7 triliun.
Penerimaan perpajakan hingga Mei 2021 mencapai Rp558,9 triliun atau tumbuh 6,2% dari tahun lalu senilai Rp526,3 triliun. Penerimaan tersebut setara dengan 38,69% terhadap target Rp1.444,5 triliun.
Kemudian, realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tercatat senilai Rp167,6 triliun atau tumbuh 22,36% dari tahun lalu. Realisasi itu sudah mencapai 56,19% dari target tahun ini senilai Rp298,2 triliun.
Adapun realisasi belanja negara telah mencapai Rp945,7 triliun atau tumbuh 12,05% dibandingkan dengan performa periode yang sama pada 2020 senilai Rp843,9 triliun. Realisasi tersebut setara dengan 34,39% dari target Rp2.750 triliun.
Realisasi belanja negara tersebut terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp647,6 triliun atau setara 33,14% dari pagu Rp1.954,5 triliun. Kemudian, ada transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) senilai Rp298,0 triliun atau setara 37,47% terhadap pagu Rp795,5 triliun.
Sementara itu, pembiayaan APBN hingga Mei 2021 telah mencapai Rp309,3 triliun atau 30,73% dari target Rp1.006,4 triliun. Walaupun minus 13,57% dibandingkan dengan catatan periode yang sama tahun lalu, Sri Mulyani menilai realisasi pembiayaan sudah tergolong tinggi.
"Pembiayaan kita sudah lebih tinggi Rp309,3 triliun karena memang kita melakukan pembiayaan front loading di dalam mengantisipasi kenaikan suku bunga atau inflasi yang terjadi di Amerika Serikat," ujarnya. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.