Senior Manager Tax Compliance & Litigation Services DDTC Ganda Christian Tobing saat memaparkan materi dalam webinar bertajuk Effective Strategies, Recent Updates, and Case Study on Corporate Income Tax, WHT, and VAT Disputes, Jumat (6/8/2021). (tangkapan layar Zoom)
JAKARTA, DDTCNews - Studi kasus atas putusan Pengadilan Pajak atau Mahkamah Agung menjadi salah satu aspek penting yang perlu dipelajari untuk menghadapi sengketa pajak.
Senior Manager Tax Compliance & Litigation Services DDTC Ganda Christian Tobing mengatakan putusan Pengadilan Pajak dan Mahkamah Agung dapat disimak untuk menghadapi sengketa pajak dengan kasus-kasus yang relevan.
“Beberapa studi kasus sengketa pajak sekaligus putusan Pengadilan Pajak dan Mahkamah Agung kemungkinan relevan dengan yang sekarang dihadapi wajib pajak. Ada beberapa yang akan dipaparkan dalam webinar ini,” katanya dalam webinar bertajuk Effective Strategies, Recent Updates, and Case Study on Corporate Income Tax, WHT, and VAT Disputes, Jumat (6/8/2021).
Dalam kesempatan itu, Ganda memaparkan studi kasus penjualan divisi usaha. Contoh kasus yang diterangkan relevan dengan banyak kasus yang terjadi di Indonesia. Apalagi, PMK 22/2020 telah memerinci definisi hubungan istimewa dan prinsip kewajaran.
Kemudian, ada studi kasus pengambilalihan aktiva anak perusahaan. Berdasarkan pada contoh kasus yang dipaparkan, Ganda menekankan pentingnya menyimak ketentuan penilaian pengalihan aktiva dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-54/PJ/2016 dan Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-05/PJ/2020.
Selain itu, wajib pajak juga perlu melihat ketentuan metode penilaian lainnya yang ditetapkan dalam PMK 22/2020. Dengan demikian, wajib pajak bisa menimalisasi risiko sengketa perpajakan terkait dengan pengalihan aktiva.
“Oleh karena itu, kita bisa meminta appraisal independent kita, apakah langkah-langkah yang dilakukan dalam menentukan nilai pasar atas pengalihan aktiva terkait dengan hubungan istimewa sudah memenuhi ketentuan standar penilaian dalam SE-54/2016 atau SE-05/2020,” katanya.
Kemudian, studi kasus jasa versus royalti. Ganda menekankan contoh sengketa mengenai kasus tersebut penting untuk memerhatikan apakah suatu transaksi yang dilakukan termasuk dalam kategori jasa atau royalti.
Selanjutnya, studi kasus terkait dengan beneficial ownership. Terkait dengan kasus ini, Ganda menghubungkannya dengan rencana pemberlakuan general anti-avoidance rule (GAAR) dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Ganda menerangkan dalam Pasal 18 ayat (1a) RUU KUP rencananya memberi kewenangan kepada Ditjen Pajak (DJP) untuk menentukan kembali besarnya pajak yang seharusnya terutang.
Langkah tersebut dapat dilakukan jika wajib pajak melakukan satu atau gabungan transaksi yang bertujuan mengurangi; menghindari; dan/atau menunda pembayaran pajak yang bertentangan dengan maksud dan tujuan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Adapun dalam menentukan kembali besarnya pajak yang seharusnya terutang, DJP dapat menentukan kembali kebenaran suatu transaksi, menentukan karakteristik suatu transaksi sesuai keadaan sebenarnya, atau mengabaikan transaksi yang substansi ekonominya berbeda dengan legal form.
Dalam kesempatan tersebut, Ganda juga menyinggung ketentuan baru dalam tax treaty Indonesia dengan Singapura serta multilateral instrument (MLI). Menurut Ganda, pada masa mendatang, akan ada tantangan yang berkaitan dengan penerapan ketentuan prevention of treaty abuse.
“Apakah aplikasinya akan luas? Apakah semua transaksi ke luar negeri dapat diduga ada tujuan untuk mengurangi, menghindari, atau menunda pembayaran pajak? Ataukah akan ada batasan dengan melihat objek dan purpose agreement atau ketentuan yang relevan dengan tax treaty?” ungkapnya.
Webinar dengan 1970 pendaftar ini merupakan salah satu seri dari DDTC Tax Audit & Tax Dispute Webinar Series. Acara yang digelar DDTC Academy ini diselenggarakan bersamaan dengan momentum HUT ke-14 DDTC. Ada 1 seri webinar lain yang akan diselenggarakan. Simak infonya di sini. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.