KETUA ITRAF INDIA PARTHASARATHI SHOME:

'GAAR Itu Bukan Instrumen Penerimaan'

Awwaliatul Mukarromah | Rabu, 14 Februari 2018 | 14:56 WIB
'GAAR Itu Bukan Instrumen Penerimaan'

Ketua ITRAF India Parthasarathi Shome. (Foto: DDTCNews).

SOSOK Parthasarathi Shome telah menjadi figur populer di India dalam beberapa tahun terakhir, setelah pada 2012 Perdana Menteri India Manmohan Singh menunjuknya memimpin satu panel guna menyusun pedoman General Anti Avoidance Rules (GAAR).

Panel yang populer dengan sebutan Shome Panel itu menyelesaikan tugasnya hanya dalam 4 bulan. Namun, karena berbagai pertimbangan, Pemerintah India menunda penerapan GAAR tersebut hingga 1 April 2017. Lalu, apa pandangannya terhadap kompleksnya perbedaan GAAR pada banyak negara?

Di sela-sela International Taxation Conference di Mumbai awal Desember lalu, Chairman International Tax Research and Analysis Foundation (ITRAF) India yang telah memberi advis perumusan kebijakan perpajakan ke lebih dari 35 negara ini, menerima InsideTax untuk sebuah wawancara. Petikannya:

Dalam GAAR beberapa negara disebut bahwa manfaat pajak pada tax treaty (P3B) tidak diberikan jika ‘tujuan utama atau salah satu tujuan utama’ transaksi adalah untuk mendapatkan manfaat itu. India hanya memakai frasa ‘tujuan utama’. Kenapa?

Saya sangat mendukung frasa ‘tujuan utama’ digunakan dalam GAAR. Tidak seharusnya frasa ‘tujuan utama atau salah satu tujuan utama’ digunakan. Pada mayoritas transaksi atau pengaturan bisnis untuk tujuan komersial, didapatkannya manfaat pajak merupakan hal lumrah.

Apabila otoritas pajak berpendapat bahwa adanya manfaat perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) dari suatu transaksi menyebabkan wajib pajak memenuhi kriteria ‘salah satu tujuan utama’, hal tersebut tidak dapat diterima. Tentu ada manfaat P3B yang didapatkan.

Pemerintahnya sendiri yang sudah merancang agar suatu transaksi yang telah memenuhi kriteria tertentu dapat menerima manfaat P3B. Selama manfaat P3B bukan menjadi tujuan utama suatu transaksi, maka seharusnya manfaat P3B tetap dapat diberikan.

Selain itu, dengan hanya berfokus pada tujuan utama, otoritas pajak akan lebih mudah dalam melakukan pengujian karena terdapat panduan yang jelas. Apabila terbukti tujuan utama suatu transaksi adalah untuk mendapatkan manfaat P3B, manfaat P3B tidak dapat diberikan.

Lalu kenapa masih banyak negara memilih frasa ‘tujuan utama atau salah satu tujuan utama’?

Saya pikir banyak negara mengacu pada Inggris. Seharusya negaranegara itu perlu melihat lebih jauh. Di Inggris, mereka menggunakan frasa ‘tujuan utama atau salah satu tujuan utama’ karena definisi dari penghindaran pajaknya sangat sempit, yakni tax abuse.

Sebaliknya, definisi ‘tujuan utama atau salah satu tujuan utama’ di Inggris sendiri sangat luas. Jadi, negara-negara tidak dapat memberikan definisi yang luas terhadap ‘penghindaran pajak’ dan ‘tujuan’ secara bersamaan. Dalam merancang kebijakan perpajakan, banyak negara yang mengambil dan mencampur ketentuan-ketentuan yang menurut mereka paling ketat dari berbagai negara. Hal ini menghasilkan ketentuan yang sangat ketat yang hanya akan memberatkan baik pihak wajib pajak maupun otoritas.

Maksudnya?

Kebijakan perpajakan harus dirancang secara hati-hati, terutama bagi negara berkembang, termasuk Indonesia, terkait dengan kepentingan negara untuk menarik investor. Tidak jarang ketentuan pajak di negara berkembang dirancang untuk menarik investor. Sebaliknya, investor pun menjadikan manfaat P3B sebagai salah satu pertimbangan investasi.

Frasa ‘salah satu tujuan utama’ ini membingungkan dan memberikan otoritas pajak wewenang yang tidak perlu. Otoritas pajak tidak akan peduli dengan investasi ke Indonesia atau produk domestik bruto. Bukan itu tugas mereka.

Mereka hanya akan fokus untuk membuktikan terpenuhinya frasa ‘tujuan utama atau salah satu tujuan utama’, karena itu merupakan bagian dari pekerjaan mereka. Hal ini akan menyebabkan investor dengan tujuan utama komersial dalam beroperasi di negara tersebut terkena GAAR.

Saat memberikan advis ke berbagai negara, biasanya apa rekomendasi Anda?

Secara umum, saya selalu menekankan kesederhanaan kepada otoritas pajak di negaranegara tersebut dalam penyusunan ketentuan-ketentuan pajak untuk memotivasi kepatuhan pajak secara sukarela (voluntary compliance).

Apabila Anda memiliki struktur pajak yang kompleks, lalu ditambah dengan aturan pajak yang rumit, tentu dengan sendirinya hal tersebut akan membuat wajib pajak sulit dalam mengikuti peraturan pajak yang ada.

Ini berlaku untuk seluruh jenis pajak, yaitu pajak penghasilan maupun pajak pertambahan nilai. Jadi, yang ingin saya katakan, penyederhanaan ini tidak hanya berlaku bagi kebijakan pajak, namun juga administrasi perpajakan.

Mengenai GAAR, di semua negara, kepastian pajak menjadi faktor sangat penting. Untuk alasan itu pula kenapa Shome Panel merekomendasikan penggunaan frasa ‘tujuan utama’ dalam GAAR India, bukan ‘tujuan utama atau salah satu tujuan utama’.

Selain kepastian, apa lagi yang Anda sarankan?

Kepastian dalam ketentuan dan prosedur GAAR itu perlu didukung dengan otoritas pajak yang memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk menerapkan GAAR dengan baik. Terkait dengan GAAR maupun praktik perpajakan internasional secara keseluruhan.

Bagaimanapun, GAAR ini tidak berdiri sendiri. Ia kan ada dalam konteks perpajakan internasional. Saya juga selalu mengingatkan kepada otoritas pajak di manapun, bahwa GAAR bukan merupakan instrumen untuk menghimpun atau menggenjot penerimaan negara, melainkan instrumen untuk menangkal praktik penghindaran pajak. Di situlah GAAR harus ditempatkan. (Amu)

Simak wawancara Ketua ITRAF India Parthasarathi Shome selengkapnya dalam majalah InsideTax edisi khusus akhir tahun di sini.

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 19 Desember 2024 | 12:00 WIB PENGAWASAN PAJAK

Fokusnya ke Restitusi, Pemeriksaan Tak Optimal Lacak Pengelakan Pajak

Selasa, 17 Desember 2024 | 14:00 WIB LAPORAN WORLD BANK

Survei World Bank Catat 1 dari 4 Perusahaan Indonesia Mengelak Pajak

Selasa, 10 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN ANTIPENGHINDARAN PAJAK

DJP: Indonesia Sudah Terapkan 12 dari 15 Rencana Aksi BEPS

Kamis, 21 November 2024 | 14:18 WIB LITERATUR PAJAK

Intip Perbedaan antara OECD Model dan UN Model

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak