Ilustrasi. (foto: pepsidrc)
DUBAI, DDTCNews – Pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan cukai pada perusahaan minuman bersoda hingga 60% dari total penghasilan bersih menyebabkan harga di tingkat konsumen makin tinggi. Hal ini membuat performa penjualan memburuk.
Dalam sebuah pernyataan, Dubai Refreshment Company (DRC) mengatakan perusahaan dipaksa untuk mengenakan pajak kepada konsumen. Hal ini terjadi pada saat minuman berpemanis nonkarbonasi lainnya tidak dikenakan cukai sehingga tidak berdampak pada kenaikan harga.
“Kenaikan harga pada produk-produk perusahaan dikombinasikan dengan keuntungan pajak yang menguntungkan untuk minuman manis nonkarbonasi. Ini menempatkan produk-produk DRC pada kerugian kompetitif yang menghasilkan pengurangan signifikan dalam penjualan dan laba,” ungkapnya, seperti dikutip pada Kamis (14/3/2019).
Akibat penerapan pajak tersebut, laba bersih DRC tercatat turun 54% senilai AED42,3 juta (Rp164,27 miliar) pada 2018. Sementara itu, pendapatan keseluruhan DRC tercatat sekitar AED646 juta (Rp2,5 triliun) pada 2018 atau turun 26% bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
“Situasi ini sangat sulit dalam beberapa bulan pertama setelah penerapan pajak, tapi melalui kombinasi peningkatan penjualan dan inisiatif pengurangan biaya, perusahaan telah dapat menstabilkan situasi dan kembali ke profitabilitas yang wajar,” jelasnya.
Kendati mengalami penurunan laba, DRC tetap berupaya untuk menstabilkan keuntugannya hingga berhasil mengakhiri 2018 secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan prediksi awal pada Januari 2018.
Sebagai informasi, DRC mendistribusikan produk-produk air berkarbonasi, non karbonasi dan air kemasan. Beberapa merek di bawah portofolio DRC termasuk Pepsi, Dieet Pepsi, 7-up, Diet 7-Up, Mountain Dew, Miranda, Shani dan Aquafina. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.