THAILAND

Dukung Pemulihan Ekonomi, Insentif Pajak Properti Diperpanjang

Dian Kurniati | Selasa, 26 Januari 2021 | 17:15 WIB
Dukung Pemulihan Ekonomi, Insentif Pajak Properti Diperpanjang

Ilustrasi. (DDTCNews)

BANGKOK, DDTCNews – Pemerintah Thailand telah menyetujui pemberian insentif pajak di antaranya berupa pemangkasan pajak properti sampai dengan 90% guna mendukung pemulihan sektor properti di tengah pandemi Covid-19.

Juru bicara Pemerintah Thailand Anucha Burapachaisri mengatakan insentif tersebut akan membuat negara kehilangan penerimaan hingga 41 miliar baht atau Rp19,2 triliun. Namun, ia meyakini insentif tersebut dapat mempercepat pemulihan ekonomi dari tekanan pandemi.

"Pemotongan pajak itu sesuai dengan situasi ekonomi saat ini," katanya, Selasa (26/1/2021).

Baca Juga:
Tarif Bea Masuk Trump terhadap 2 Negara Ini Lebih Tinggi dari China

Burapachaisri menjelaskan pemberian insentif pajak properti tersebut menjadi bagian dari stimulus untuk mempercepat pemulihan ekonomi Thailand. Kebijakan itu telah dilakukan sejak tahun lalu, dan kini diperpanjang.

Selain diskon, pemerintah juga memangkas biaya pendaftaran dan transfer dana properti dari 1% hingga 2% menjadi hanya 0,01%. Kemudian, pemerintah juga membebaskan pajak penghasilan (PPh) untuk masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah.

Menurutnya, berbagai insentif pajak itu dapat meringankan beban ekonomi masyarakat di tengah pandemi yang kembali memburuk. Meski angka infeksi di Thailand relatif rendah, tetapi dampaknya pada ekonomi nasional sangat terasa.

Baca Juga:
Trump Bakal Kenakan Bea Masuk 25% atas Impor dari Kanada dan Meksiko

Salah satu tulang punggung perekonomian Thailand yaitu sektor pariwisata diperkirakan bisa pulih perlahan tahun ini. Pemulihan tidak bisa berjalan cepat lantaran kasus Covid-19 telah menyebar ke sebagian besar provinsi di Thailand.

Seperti dilansir theedgemarkets.com, Menteri Keuangan Thailand memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini sekitar 3-4%, setelah mengalami kontraksi sebesar -6% tahun lalu. Dia menyebut kontraksi itu sebagai yang terdalam dalam dua dekade terakhir. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 26 Januari 2025 | 13:00 WIB AMERIKA SERIKAT

Tarif Bea Masuk Trump terhadap 2 Negara Ini Lebih Tinggi dari China

Minggu, 26 Januari 2025 | 11:30 WIB AMERIKA SERIKAT

Trump Bakal Kenakan Bea Masuk 25% atas Impor dari Kanada dan Meksiko

Sabtu, 25 Januari 2025 | 14:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sebanyak 41.150 Unit Rumah Nikmati Insentif PPN DTP pada 2024

BERITA PILIHAN
Senin, 27 Januari 2025 | 11:30 WIB PERDAGANGAN BERJANGKA

Nilai Transaksi Perdagangan Berjangka Komoditi 2024 Naik 29,3 Persen

Senin, 27 Januari 2025 | 10:00 WIB PMK 119/2024

Pemerintah Perinci Objek Penelitian atas PKP Berisiko Rendah

Senin, 27 Januari 2025 | 09:00 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Siap-Siap SBN Ritel Perdana 2025! Besok Dirilis ORI027T3 dan ORI027T6

Senin, 27 Januari 2025 | 08:43 WIB LAYANAN PAJAK

Butuh Layanan Pajak? Kantor Pajak Baru Buka Lagi 30 Januari 2025

Senin, 27 Januari 2025 | 08:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pembaruan Objek Penelitian PKP Berisiko Rendah untuk Cairkan Restitusi

Senin, 27 Januari 2025 | 08:00 WIB KOTA PALANGKA RAYA

Bayar Pajak Sudah Serba Online, Kepatuhan WP Ditarget Membaik

Minggu, 26 Januari 2025 | 14:30 WIB PERATURAN PAJAK

Soal DPP Nilai Lain atas Jasa Penyediaan Tenaga Kerja, Ini Kata DJP

Minggu, 26 Januari 2025 | 13:30 WIB PERDAGANGAN KARBON

Luncurkan Perdagangan Karbon Internasional di IDXCarbon, Ini Kata BEI