EFEK VIRUS CORONA

Duh, Risiko Penurunan IHSG Diproyeksi Masih Besar

Dian Kurniati | Selasa, 17 Maret 2020 | 18:04 WIB
Duh, Risiko Penurunan IHSG Diproyeksi Masih Besar

Pergerakan IHSG pada Selasa (17/3/2020). 

JAKARTA, DDTCNews – Kendati saat ini sudah berada di bawah level 4.500, risiko penurunan indeks harga saham gabungan (IHSG) masih sangat besar di tengah wabah virus Corona.

Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan mengatakan pelaku pasar pada saat ini sudah tidak lagi berbicara tentang ekonomi tetapi isu kesehatan dan perlindungan diri dari virus Corona. Pada hari ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali menghentikan perdagangan selama 30 menit karena IHSG turun 5%.

“Ruang penurunannya masih sangat besar karena kita juga tidak tahu sampai kapan virus Corona berakhir," katanya, Selasa (17/3/2020).

Baca Juga:
Setahun Bursa Karbon, Pembebasan Biaya Bagi Pengguna Jasa Dilanjutkan

IHSG hari ini ditutup di level 4.456,75 atau turun 4,99% dari saat pembukaan yang berada di angka 4.675,34. Pada awal sesi kedua, BEI sempat melakukan penghentian perdagangan selama 30 menit karena terjadi koreksi hingga 5% ke level 4.456,1.

Penghentian perdagangan ini menjadi yang ketiga kalinya sejak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan kebijakan tersebut pada 10 Maret 2020. Kebijakan ini dimaksudkan untuk mengantisipasi fluktuasi tajam IHSG sebesar 5% atau lebih.

Penghentian pertama dilakukan pada 12 Maret 2020, hanya 30 menit sebelum perdagangan berakhir karena terjadi penurunan 5,01% ke level 4.895,74. Pada 13 Maret 2020, terjadi penghentian kedua pukul 09.15 WIB atau hanya 15 menit setelah IHSG dibuka karena melemah 5,01% ke level 4.650,58.

Baca Juga:
Pajak Karbon Belum Berlaku, Kebijakan Disinsentif Bisa Lewat Pasar

Alfred menambahkan satu-satunya upaya yang bisa dilakukan pemerintah adalah menumbuhkan kepercayaan pasar bahwa penanganan virus Corona di Indonesia sudah baik. Hal ini misalnya diukur dari pertumbuhan kasus, pasien yang sembuh, serta pasien yang meninggal.

Penanganan wabah yang berhasil akan mendorong masyarakat kembali bertransaksi di pasar uang. Meski demikian, upaya itu tetap berpotensi gagal jika faktor eksternalnya tak mendukung. Salah satunya adalah saat negara-negara tetangga melakukan lockdown.

Saat pasar keuangan mulai menunjukkan kelemahan dari kisaran 6.000, Alfred langsung membuat simulasi IHSG pada level 5.500. Namun, proyeksi itu terus terkoreksi menjadi 5.200, 4.600, dan sekarang 4.200.

Baca Juga:
Harga Referensi Menguat Lagi, Tarif Bea Keluar CPO Jadi US$74/MT

Alfred juga menilai upaya pemerintah menahan tekanan virus Corona terhadap ekonomi melalui stimulus fiskal tidak berhasil. Dia beralasan saat ini masyarakat sudah tidak ada keinginan untuk menyimpan dananya di pasar uang dan memilih memegang uang secara tunai.

“Stimulus itu belum cukup mempan karena ketakutannya lebih kuat,” katanya.

Mengenai kebijakan Filipina yang menutup pasar keuangannya selama sebulan karena virus Corona, Alfred melihat Presiden Rodrigo Duterte ingin lebih fokus pada penanganan wabah. Kebijakan itu juga tidak sampai menimbulkan gejolak dari pelaku pasar uang karena konsentrasi masyarakat sudah bukan soal untung-rugi investasi.

Di Indonesia, Alfred menyebut kondisi pasar keuangannya masih lebih baik ketimbang Filipina. Namun, pemerintah bisa ikut mempertimbangkan penutupan pasar keuangan jika wabah virus Corona terus memburuk. Saat wabah virus Corona berakhir, dia optimistis IHSG akan kembali menguat seperti kondisi semula.

"Kalau semua tuntas, IHSG bisa recovery,” imbuhnya. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 06 Oktober 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Setahun Bursa Karbon, Pembebasan Biaya Bagi Pengguna Jasa Dilanjutkan

Minggu, 06 Oktober 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pajak Karbon Belum Berlaku, Kebijakan Disinsentif Bisa Lewat Pasar

Rabu, 02 Oktober 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PERDAGANGAN

Harga Referensi Menguat Lagi, Tarif Bea Keluar CPO Jadi US$74/MT

Senin, 30 September 2024 | 15:30 WIB PERDAGANGAN KARBON

Transaksi Bursa Karbon RI 613.894 Ton, Ungguli Malaysia dan Jepang

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN