BERITA PAJAK HARI INI

Duh, Penyelesaian Berkas Penyidikan Pidana Pajak Masih Lama

Redaksi DDTCNews | Kamis, 16 Mei 2019 | 08:35 WIB
Duh, Penyelesaian Berkas Penyidikan Pidana Pajak Masih Lama

Ilustrasi gedung DJP.

JAKARTA, DDTCNews – Penyelesaian berkas perkara penyidikan pidana pajak masih memakan waktu lama. Topik tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Kamis (16/5/2019).

Rata-rata penyelesaian berkas perkara penyidikan pidana pajak sekitar 18 bulan, jauh dari ekspektasi. Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan proses memang masih lama karena prosedur harus sesuai dengan KUHAP.

“Penerapan pasal, perhitungan, dan pembuktian kerugian keuangan negara juga memerlukan ketelitian dan kelengkapan alat bukti yang kuat dan tidak sedikit,” jelasnya.

Baca Juga:
BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selain itu, otoritas sering menghadapi sejumlah kendala saat mengumpulkan alat bukti. Salah satu kendalanya adalah sikap yang tidak kooperatif dari para tersangka. Tidak jarang juga calon tersangka melarikan diri saat proses penyidikan berlangsung.

Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti belum optimalnya kepatuhan materiel wajib pajak (WP) orang pribadi (OP) non-karyawan. Dari target 332.999 WP, hanya 152.871 atau 45,91% WP yang membayar pajak pada 2018. Ini lebih rendah dari kepatuhan WP badan terdaftar yang melalukan pembayaran pajak pada tahun lalu sebanyak 179,8%.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari
  • Upaya Dorong Efektivitas Penyidikan Pidana Pajak

Untuk mendorong efektivitas penyidikan pidana pajak, DJP telah merancang empat aksi. Pertama, menetapkan target P-21 untuk Kanwil DJP berdasarkan jumlah penyidik PNS dan anggaran penyidikan. Kedua, optimalisasi konsultasi dan koordinasi dengan aparat penegak hukum secara rutin dan terencana.

Ketiga, penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan difokuskan pada pengguna faktur pajak tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya, penerbit pajak dengan NPWP tidak valid, SPT Lebih Bayar Berisiko Tinggi, dan pengembangan kasus penyidikan yang ditangani ke kawajiban perpajakan PPh dan penyidikan TPPU.

Keempat, asistensi dan supervisi ke Kanwil Ditjen Pajak dalam rangka pengembangan cakupan modus operandi kasus yang disidik danperluasan ruang lingkup wilayah (locus) penyidikan. Hestu mengatakan DJP saat ini sudah mendapat dukungan penuh dan menjalankan koordinasi yang baik dengan institusi penegak hukum seperti Polri dan Kejaksaan.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah
  • Intensitas Pengawasan WP OP Ditingkatkan

Hestu Yoga Saksama mengatakan WP OP non-karyawan yang tak membayar pajak pada tahun lalu masih perlu mendapat edukasi. Meskipun demikian, dalam beberapa kasus, tindakan pengawasan terhadap WP menjadi langkah tepat untuk mendongkrak kepatuhan.

“Ke depan kami akan tingkatkan intensitas pengawasan kepada para WP OP non-karyawan agar mereka lebih patuh melaksanakan kewajiban pajak,” katanya.

  • Efek PSAK 71 ke Permodalan Bank

Bankir harus mencari cara untuk menjaga permodalan mereka agar tidak tergerus di tengah tekanan pencadangan yang makin tinggi. Rasio pencadangan perbankan diprediksi meningkat di akhir 2019 dan awal 2020. Ini merupakan imbas penambahan pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai (CPKN) untuk pemenuhan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71 yang berlaku mulai 1 Januari 2020.

Baca Juga:
Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru
  • Perlu Inovasi Perdagangan

Defisit neraca perdagangan Indonesia pada April 2019 tercatat senilai US$2,5 miliar. Nilai itu merupakan defisit bulanan tertinggi sejak April 2013. Impor tercatat sebesar US$15,1 miliar atau naik 12,2% secara bulanan. Sementara, ekspor justru turun 10,8% menjadi US$12,6 miliar.

“Perlu ada inovasi agar kita bisa keluar dari jebakan perdagangan dunia ini,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto.

  • Suku Bunga Acuan BI Diproyeksi Tetap

Suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang saat ini berada di level 6% masih cukup akomodatif di tengah tekanan eksternal yang kian kuat. Dengan demikian, perubahan dosis kebijakan moneter dinilai belum perlu untuk diambil dalam Rapat Dewan Gubernur BI yang berakhir pada hari ini. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Senin, 21 Oktober 2024 | 14:32 WIB CORETAX SYSTEM

Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN