Aktivitas tungku smelter nikel di PT VDNI di kawasan industri di Kecamatan Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara, Jumat (9/9/2022). ANTARA FOTO/Jojon/aww.
JAKARTA, DDTCNews - Komisi VII DPR meminta Kementerian Keuangan meninjau kembali pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) atas produk pengolahan setengah jadi seperti stainless steel (nikel) dan ingot (timah). Usulan tersebut tertuang dalam kesimpulan rapat dengar pendapatan (RDP) bersama Kementerian Perindustrian.
DPR berpandangan bahwa pemungutan PPN 11% terhadap produk pengolahan setengah jadi di dalam negeri justru menghambat investasi.
"Komisi VII mendorong Dirjen Ilmate Kemenperin agar mengusulkan ke Kemenkeu untuk meninjau regulasi fiskal, terutama terkait pengenaan PPN 11% pada produk pengolahan setengah jadi seperti stainless steel (nikel), ingot (timah), agar industri pengolahan lanjutan lebih kompetitif," tulis kesimpulan rapat yang dibacakan Ketua Komisi VII Sugeng Suparwoto, dikutip pada Kamis (22/6/2023).
Anggota Komisi VII dari Fraksi Golkar Bambang Patijaya sempat memaparkan alasan di balik regulasi PPN 11% perlu ditinjau ulang. Menurutnya, selama ini calon investor berpikir dua kali sebelum menanamkan modalnya di Indonesia lantaran importasi barang setengah jadi dikenai PPN 11%. Sebaliknya, ekspor produk pengolahan setengah jadi dipungut PPN sebesar 0%.
"Salah satu hal yang menghambat investasi pengembangan industri lanjutan adalah regulasi fiskal. Selisih untuk barang dalam negeri sudah 11%. Jika selisih harga di dalam negeri sudah 11%, bagaimana orang mau investasi?" kata Bambang.
Menurutnya, PPN 11% semestinya tidak dikenakan atau dibebaskan terhadap produk-produk pengolahan lanjutan atau produk setengaj jadi. Dengan begitu, industri pengolahan di dalam negeri bisa lebih kompetitif.
"PPN itu harus dipungut di ujung. Sehingga barang-barang kita memiliki daya kompetitif," kata Bambang. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.