Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 145/2022, pemerintah mengatur lebih detail terkait dengan prosedur pengawasan terhadap perusahaan penerima fasilitas KITE Pengembalian.
Berdasarkan PMK tersebut, pengawasan perusahaan KITE Pengembalian dilakukan oleh Ditjen Bea dan Cukai (DJBC). Meski demikian, Ditjen Pajak (DJP) juga dapat ikut memeriksa atau mengawasi impor barang yang dilakukan perusahaan tersebut.
"Pemeriksaan dan/atau pengawasan terhadap barang dan bahan yang diimpor atau dimasukkan dengan menggunakan fasilitas KITE Pengembalian dapat dilakukan oleh DJP dengan berkoordinasi dengan DJBC," bunyi Pasal 30 ayat (3) PMK 145/2022, dikutip pada Minggu (30/10/2022).
PMK 145/2022 menyatakan pengawasan terhadap perusahaan KITE Pengembalian dilakukan oleh kanwil atau KPU yang menerbitkan keputusan menteri mengenai penetapan sebagai perusahaan KITE Pengembalian; dan kanwil dan kantor pabean, atau KPU yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha perusahaan KITE pengembalian.
Untuk keperluan pengawasan fasilitas KITE Pengembalian, direktur yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pengawasan pada DJBC melakukan pemeriksaan dan/atau pengawasan terhadap pemberian fasilitas KITE Pengembalian.
Selain itu, DJP melalui koordinasi dengan DJBC dapat memeriksa dan/atau mengawasi barang dan bahan yang diimpor menggunakan fasilitas KITE Pengembalian.
Pada ketentuan yang lama, yaitu PMK 161/2018, tidak memuat ketentuan terkait dengan DJP yang dapat memeriksa dan/atau mengawasi barang dan bahan yang diimpor menggunakan fasilitas KITE Pengembalian.
Meski demikian, pada PMK 161/2018 dan PMK 145/2022 sama-sama menyebutkan sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) pada perusahaan KITE Pengembalian dapat diakses oleh DJP dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan DJBC.
Pemerintah memberikan fasilitas KITE Pengembalian berupa pengembalian bea masuk yang sudah dibayar dalam pemberitahuan pabean impor atau pemberitahuan pabean pemasukan barang dan bahan.
Fasilitas juga dapat berupa bea masuk yang sudah dibayar atas penetapan tarif dan nilai pabean oleh pejabat DJBC yang mengakibatkan kekurangan bea masuk dalam pemberitahuan pabean impor atau pemberitahuan pemasukan barang dan bahan; dan/atau bea masuk tambahan.
Lebih lanjut, sebuah badan usaha harus memenuhi sejumlah kriteria agar dapat ditetapkan sebagai perusahaan KITE Pengembalian, di antaranya memiliki jenis usaha industri manufaktur dan memiliki kegiatan pengolahan, perakitan, atau pemasangan.
Kemudian, memiliki bukti kepemilikan atau bukti penguasaan yang berlaku untuk waktu paling singkat 3 tahun atas lokasi yang akan digunakan untuk kegiatan produksi dan penyimpanan barang; memiliki sistem pengendalian internal yang memadai.
Lalu, memiliki sistem IT Inventory untuk pengelolaan barang; serta memiliki closed circuit television (CCTV) yang dapat diakses secara langsung dan online oleh DJBC. Badan usaha juga harus berstatus sebagai pengusaha kena pajak (PKP).
Selain itu, badan usaha tersebut juga harus memenuhi persyaratan, yaitu memiliki perizinan berusaha yang berlaku untuk operasional dan/ atau komersial sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai perizinan berusaha berbasis risiko. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.