Ilustrasi. (DJP)
JAKARTA, DDTCNews – KEP-368/PJ/2020 merupakan keputusan dirjen pajak (kepdirjen) terakhir terkait dengan pelaksanaan Pasal 12 PER-04/PJ/2017.
Melalui KEP-368/PJ/2020, semua wajib pajak yang telah memenuhi ketentuan Pasal 6 dari PER-04/PJ/2017 sudah langsung diwajibkan membuat SPT masa PPh Pasal 23/26 dan membuat bukti pemotongan secara elektronik melalui e-Bupot mulai masa pajak September 2020.
"Kepdirjen ini merupakan tahapan final untuk penerapan e-Bupot secara nasional," ujar Direktur Peraturan Perpajakan II DJP Yunirwansyah, Jumat (14/8/2020).
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 12 PER-04/PJ/2017, implementasi ketentuan – terutama terkait dengan kewajiban penggunaan e-Bupot – dilakukan secara bertahap. Implementasi secara bertahap itu dijalankan melalui penerbitan kepdirjen pajak.
Sebelum dikeluarkannya KEP-368/PJ/2020, dirjen pajak telah beberapa kepdirjen, mulai dari KEP-178/PJ/2017, KEP-178/PJ/2018, KEP-452/PJ/2016, KEP-599/PJ/2019, KEP-652/PJ/2019, hingga KEP-269/PJ/2020 yang ditetapkan pada 10 Juni lalu.
Dalam setiap kepdirjen tersebut, hanya wajib pajak pemotong PPh Pasal 23/26 tertentu – yang juga tercantum dalam lampiran – yang diwajibkan membuat SPT masa PPh Pasal 23/26 dan membuat bukti pemotongan sesuai dengan PER-04/PJ/2020.
Terhitung sejak diterbitkannya KEP-269/PJ/2020, wajib pajak yang berstatus sebagai pengusaha kena pajak (PKP) yang terdaftar di seluruh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama di seluruh Indonesia akhirnya diwajibkan membuat SPT masa PPh Pasal 23/26 dan membuat bukti pemotongan sesuai dengan PER-04/PJ/2020 per masa pajak Agustus 2020 ini.
Adapun dengan terbitnya KEP-368/PJ/2020, semua wajib pajak wajib membuat SPT masa PPh Pasal 23/26 dan membuat bukti pemotongan sesuai dengan PER-04/PJ/2020 apabila telah memenuhi ketentuan pasal 6 dari perdirjen pajak tersebut.
Sebagai informasi, sesuai dengan Pasal 6 PER-04/PJ/2017, persyaratan pemotong pajak yang harus menggunakan SPT masa PPh Pasal 23/26 dalam bentuk elektronik antara lain pertama, menerbitkan lebih dari 20 bukti pemotongan PPh Pasal 23/26 dalam satu masa pajak.
Kedua, jumlah penghasilan bruto yang menjadi dasar pengenaan PPh lebih dari Rp100 juta dalam satu bukti pemotongan. Ketiga, sudah pernah menyampaikan SPT masa elektronik. Keempat, terdaftar di KPP Madya, KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus atau KPP di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar. Persyaratan tersebut tidak bersifat akumulatif. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.