JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Selasa (9/1) kabar datang dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak yang akan menelisik realisasi repatriasi yang digulirkan dalam program pengampunan pajak. Rencana ini akan digulirkan pada Maret 2018, penelusuran ini bersumber dari data repatriasi per Desember 2017, di mana realisasi repatriasi amensti pajak baru Rp138 triliun atau 93,87% dari total komitmen sebesar Rp147 triliun. Jumlah itu berasal dari 3.200 wajib pajak.
Bila dibandingkan dengan realisasi repatriasi saat berakhirnya program amensti pajak pada Maret 2017 yang sebesar Rp128,3 triliun, ada tambahan realisasi repatriasi sebesar Rp9,7 triliun hingga akhir tahun lalu. Direktur Pelayanan dan Penyuluhan (P2) Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan tambahan dana Rp9,7 triliun belum tentu seluruhnya berasal dari realisasi repatriasi.
Oleh karena itu, dia menyebutkan bahwa Ditjen Pajak akan menelisik secara detail pada Maret 2018 dimana wajib pajak harus sudah menyampaikan laporan realisasi repatriasinya sebelum batas penyampaian SPT tahunan 2017. Menurut Hestu, realisasi repatriasi memiliki batas waktu, seperti yang tercantum dalam UU tentang Pengampunan Pajak, yakni Maret 2018. Jika dana yang masuk setelah batas waktu tersebut, maka artinya sudah masuk kategori gagal repatriasi.
Berita lainnya adalah mengenai pengenaan cukai atas cairan rokok elektrik. Berikut ulasan ringkas beritanya:
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan pengenaan cukai pada likuid rokok elektrik (vape) atau e-sigaret sebesar 57% akan dilakukan tahun ini. Rencananya Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu akan merilis Peraturan Dirjen (Perdirjen) cukai vape tembakau dalam waktu dekat. Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi mengatakan Perdirjen akan diterbitkan pada Januari 2018. Aturan tersebut akan berlaku efektif setelah lima hingga enam bulan pada dikeluarkan. Oleh karena itu, masyarakat punya kesempatan untuk mempersiapkannya dari sisi bisnis maupun administrasi cukai yang sebesar 57%. Data terkini dari Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) mencatat hingga tahun lalu setidaknya ada 5.000 toko penjual vape di Indonesia.
Rupiah dalam tend positif pada awal tahun ini. Ada tiga faktor yang mendorong laju positif rupiah di awal tahun ini yakni pertama, rupiah diuntungkan dengan keputusan Fitch Ratings menaikkan peringkat utang Indonesia dari BBB- menjadi BBB yang memicu aliran dana asing masuk ke pasar modal domestik. Kedua, cadangan devisa Indonesia pada Desember mencapai $130 miliar yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa bagi Indonesia. Ketiga, sentimen eksternal seperti dampak reformasi pajak AS belum dirasakan menekan nilai rupiah. Namun, ekonom Bank Central Asia David Samual mengingatkan potensi turunnya rupiah pada semester II tahun 2018. Pasalnya dampak reformasi pajak terhadap ekonomi AS idealnya sudah mulai dirasakan. Jika hasilnya positif, maka The Fed bisa menaikkan bunga acuan lebih dari tiga kali. Hal ini bisa membuat dana asing keluar dari Indonesia. Oleh karena itu, reformasi pajak di dalam negeri harus menjadi modal utama menangkis efek negatif pelaksanaan reformasi pajak di Amerika Serikat.
Upaya mencegah praktik aggressive tax planning terus dilakukan. Terkini, mulai April 2018 pemerintah mewajibkan wajib pajak badan yang memiliki transaksi terafiliasi untuk menyertakan Country by Country Report (CbCR) dalam Surat Pemberitahuan (SPT) tahun pajak 2017. Ketentuan CbCR ini diatur dalam PMK No.213/PMK.03/2016 tentang jenis dokumen atau informasi tambahan yang wajib disimpan WP yang melakukan transaksi dengan para pihak yang mempunyai hubungan istimewa dan tata cara pengelolaannya atau transfer pricing document (TP Doc). Ketentuan ini ada beberapa dokumen yang harus disertakan yakni master file atau dokumen induk, local file atau dokumen lokal, serta laporan per negara (CbCR). Direktur Perpajakan Internasional John Hutagaol mengatakan kewajiban menyertakan CbCR adalah bagian dari aksi ke-13 Base Erosion and Profit Shifting atau BEPS Action 13. Untuk CbCR ini hanya untuk grup usaha skala besar dengan threshold mengikuti rekomedasi BEPS Action yakni lebih dari €750juta atau Rp11 triliun.
Penambahan atau ekstensifikasi barang kena cukai (BKC) dirasa mendesak untuk dilakukan. Pasalnya, kontribusi cukai hasil tembakau (CHT) sebagai penopang penerimaan Ditjen Bea dan Cukai akan semakin tergerus karena ada pembaruan regulasi yang membatasi konsumsi tembakau salah satunya adalah kenaikan tarif CHT. Rudy Rahmaddi, Kepala Sub Direktorat Penerimaan Ditjen Pajak mengatakan, jika dilihat dari struktur, Indonesia hanya memiliki tiga barang kena cukai yaitu rokok, etil alkohol, dan minuman mengandung etil alkohol (MMEA). Padalah negara lain BKC bisa lebih dari tiga item seperti di Malaysia 14 jenis BKC, Jepang 24 jenis BKC dan Singapura 33 jenis BKC. Adapun tim Pengkajian Penambahan Jenis Barang Kena Cukai pada tahun 2010 telah merilis 15 kandidat jenis barang kena cukai baru. Kelimabelas kandidat tersebut di antaranya adalah emisi kendaraan bermotor, monosodium glutamate, barang tambang (batu bara), minuman ringan, hasil hutan/kayu, hasil olahan minyak bumi, mesin/alat berat, semen, barang eks PPnBM, racun/limbah pabrik, korek api, berlian/permata, barang pengalihan bea keluar, sampah dan rumah mewah. Meski kajian tersebut sudah terbit sejak 2010, Rudy menjelaskan untuk penambahan BKC diperlukan persetujuan DPR terlebih dahulu.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.