KEBIJAKAN FISKAL

Ditanya Soal Tax Ratio, Sri Mulyani Beberkan 3 Metode Perhitungannya

Redaksi DDTCNews | Selasa, 18 Juni 2019 | 10:05 WIB
Ditanya Soal Tax Ratio, Sri Mulyani Beberkan 3 Metode Perhitungannya

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. 

JAKARTA, DDTCNews – Komisi XI DPR mempertanyakan komponen penerimaan dalam perhitungan tax ratio yang digunakan pemerintah. Atas pertanyaan tersebut, Otoritas beberkan tiga metode dalam menghitung rasio pajak terhadap produk Domestik Bruto (PDB).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan setidaknya terdapat tiga metode dalam menghitung tax ratio. Pertama, perhitungan yang memasukkan penerimaan pajak dan setoran bea cukai (perpajakan) sebagai komponen dalam menghitung angkatax ratio.

“Indonesia ada beberapa metode, rasio perpajakan terhadap PDB adalah tax ratio dalam arti yang sangat sempit,” katanya di Kompleks Parlemen, Senin (17/6/2019).

Baca Juga:
PMK Baru, Susunan Organisasi Ditjen Pajak (DJP) Berubah Jadi Begini

Kedua, perhitungan yang memasukkan komponen penerimaan perpajakan dan setoran penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Metode penghitungan inilah, sambungnya, yang kerap digunakan pemerintah dalam menghitung tax ratio tiap tahunnya.

Menurut dia, dimasukkannya penerimaan PNBP karena ada pos tersebut karakter pungutan yang serupa dengan perpajakan. Pos tersebut merupakan pungutan yang tidak mendapat imbal balik secara langsung. Dengan menggunakan metode perhitungan ini, tax ratio tercatat sebesar 11,4% pada 2018.

“Jadi, tax ratio yang dipakai itu penerimaan pajak pusat plus PNBP dari SDA migas dan PNBP SDA pertambangan umum,” papar Sri Mulyani.

Baca Juga:
World Bank Kritik Pajak RI, Luhut: Kita Disamakan dengan Nigeria

Ketiga, menambahkan komponen penerimaan dari pajak daerah dan juga setoran dari jaminan sosial seperti BPJS. Komponen penghitungan semacam ini, menurut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia, menjadi dasar menghitung tax ratio di banyak negara termasuk di negara anggota OECD.

Namun, lanjutnya, Indonesia tidak menggunakan pendekatan ketiga karena dua alasan. Pertama, secara tradisional nota keuangan hanya mencakup pemerintah pusat. Kedua, belum adanya konsolidasi data audit keuangan untuk seluruh tingkatan pemerintah daerah.

“Kalau DPR setuju, kita bisa masukkan agar tidak menimbulkan distorsi dan bisa dilakukan komparatif secara internasional. Untuk follow up laporan keuangan daerah butuh konsultasi dengan BPK,” imbuhnya. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 09 Januari 2025 | 19:05 WIB PMK 124/2024

PMK Baru, Susunan Organisasi Ditjen Pajak (DJP) Berubah Jadi Begini

Kamis, 09 Januari 2025 | 18:30 WIB LAPORAN WORLD BANK

World Bank Kritik Pajak RI, Luhut: Kita Disamakan dengan Nigeria

Kamis, 09 Januari 2025 | 17:04 WIB PMK 124/2024

Peraturan Baru, Competent Authority di Bidang Perpajakan Berubah

Kamis, 09 Januari 2025 | 16:39 WIB PMK 124/2024

Sri Mulyani Rilis Peraturan Baru Organisasi dan Tata Kerja Kemenkeu

BERITA PILIHAN
Kamis, 09 Januari 2025 | 19:30 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Ada Opsen, Pemprov Jawa Barat Beri Keringanan Pajak Kendaraan

Kamis, 09 Januari 2025 | 19:05 WIB PMK 124/2024

PMK Baru, Susunan Organisasi Ditjen Pajak (DJP) Berubah Jadi Begini

Kamis, 09 Januari 2025 | 19:00 WIB CORETAX SYSTEM

PIC Coretax Tak Bisa Impersonate ke Akun WP Badan? Coba Langkah Ini

Kamis, 09 Januari 2025 | 18:45 WIB LAYANAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Bea Cukai Ungkap 3 Cara Agar Terhindar dari Penipuan Berkedok Petugas

Kamis, 09 Januari 2025 | 18:30 WIB LAPORAN WORLD BANK

World Bank Kritik Pajak RI, Luhut: Kita Disamakan dengan Nigeria

Kamis, 09 Januari 2025 | 18:15 WIB TIPS PAJAK

Cara Ajukan Kode Otorisasi DJP Via Coretax

Kamis, 09 Januari 2025 | 18:00 WIB BEA CUKAI TELUK BAYUR

Sisir Pasar-Pasar, Bea Cukai Sita 35.000 Rokok Ilegal Tanpa Pita Cukai

Kamis, 09 Januari 2025 | 17:04 WIB PMK 124/2024

Peraturan Baru, Competent Authority di Bidang Perpajakan Berubah

Kamis, 09 Januari 2025 | 17:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Upaya Perluasan Basis Pajak Terhambat oleh Keterbatasan Data