Ilustrasi.
PARIS, DDTCNews - Sebanyak 136 negara/yurisdiksi yang mewakili 90% produk domestik bruto (PDB) global telah menyepakati solusi dua pilar (two-pillar solution) untuk mengatasi tantangan pajak dari digitalisasi ekonomi.
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam keterangan resminya menyatakan setelah bertahun-tahun negosiasi intensif, 136 dari 140 negara/yuridisdiksi anggota OECD/G-20 Inclusive Framework on BEPS (IF) membuat kesepakatan penting (the landmark deal).
Mereka bergabung dalam pernyataan solusi dua pilar atau Statement on the Two-Pillar Solution to Address the Tax Challenges Arising from the Digitalisation of the Economy. Hal ini memperbarui dan menyelesaikan kesepakatan politik pada Juli 2021 untuk mereformasi aturan pajak internasional.
Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann mengatakan kesepakatan pada Jumat (8/10/2021) akan membuat pengaturan pajak internasional lebih adil dan lebih baik. Hal ini, menurutnya, menjadi kemenangan besar bagi multilateralisme yang efektif dan seimbang.
“Ini kesepakatan berjangkauan luas yang memastikan sistem perpajakan internasional sesuai dengan tujuan dalam ekonomi dunia yang terdigitalisasi dan terglobalisasi. Kita sekarang harus bekerja cepat dan tekun untuk memastikan implementasi yang efektif dari reformasi besar ini,” jelasnya.
Kesepakatan ini akan mengalokasikan lebih dari US$125 miliar profit dari sekitar 100 perusahaan multinasional ke negara-negara di seluruh dunia. Hal ini memastikan perusahaan-perusahaan membayar bagian pajak yang adil di tempat mereka beroperasi dan menghasilkan keuntungan.
Dengan bergabungnya Estonia, Hongaria, dan Irlandia, perjanjian tersebut telah didukung semua negara OECD dan G-20. Sebanyak 4 negara, yaitu Kenya, Nigeria, Pakistan, dan Sri Lanka, belum bergabung dalam perjanjian tersebut.
Solusi dua pilar tersebut akan disampaikan pada pertemuan menteri keuangan G-20 di Washington D.C. pada 13 Oktober. Setelah itu, hasil pembahasan pada tingkat G-20 akan di bawa ke G-20 Leaders Summit di Roma pada akhir bulan ini. Simak pula Fokus 'Selangkah Lagi Mencapai Konsensus Global Pajak Digital'.
Pilar 1 akan memastikan distribusi keuntungan dan hak perpajakan yang lebih adil di antara negara-negara yang berhubungan dengan perusahaan multinasional terbesar dan paling menguntungkan. Dengan Pilar 1, akan pengalokasian kembali beberapa hak perpajakan atas perusahaan multinasional.
Alokasi hak perpajakan tersebut dilakukan dari negara asal ke negara pasar tempat perusahaan multinasional memiliki kegiatan bisnis dan mendapatkan keuntungan. Pengalokasian dilakukan terlepas dari ada atau tidaknya kehadiran fisik perusahaan multinasional tersebut.
Perusahaan multinasional dengan penjualan global di atas EUR20 miliar dan profitabilitas di atas 10% —yang dapat dianggap sebagai pemenang globalisasi—akan masuk cakupan aturan baru. Sebesar 25% keuntungan di atas ambang 10% akan dialokasikan kembali ke negara pasar.
Di bawah Pilar 1, hak pengenaan pajak atas laba lebih dari US$125 miliar diharapkan akan dialokasikan kembali ke yurisdiksi pasar setiap tahun. Perolehan pendapatan negara berkembang, sambung OECD, diharapkan lebih besar daripada di negara maju.
Selanjutnya, Pilar 2 memperkenalkan tarif pajak minimum global (global minimum tax) untuk korporasi sebesar 15%. Tarif akan berlaku untuk perusahaan dengan pendapatan di atas EUR 750 juta. Skema ini diperkirakan menghasilkan US$150 miliar tambahan pendapatan pajak global tiap tahun.
Kesepakatan pajak minimum global tidak berusaha untuk menghilangkan persaingan pajak, tetapi menempatkan batasan secara multilateral. Sistem perpajakan internasional diperkirakan akan menjadi lebih stabil. Selain itu, kepastian perpajakan bagi wajib pajak dan otoritas juga meningkat.
Negara yang telah menyepakati solusi dua pilar akan menandatangani konvensi multilateral selama 2022 dengan implementasi efektif pada 2023. Dengan demikian, perusahaan multinasional dipastikan akan dikenai tarif pajak minimum 15% pada 2023.
OECD menjelaskan konvensi tersebut masih dikembangkan. Konvensi akan menjadi kendaraan untuk implementasi hak perpajakan. Konvensi juga akan menjadi ketentuan penghentian dan penghapusan terkait dengan semua aksi unilateral, seperti penerapan digital service tax.
Menurut OECD, hal tersebut akan memberikan kepastian dan membantu meredakan ketegangan perdagangan. OECD juga akan mengembangkan model rules untuk membawa Pilar 2 ke dalam undang-undang domestik selama 2022 agar efektif pada 2023.
Negara-negara berkembang telah memainkan peran aktif dalam negosiasi. Solusi dua pilar, menurut OECD, juga berisi sejumlah fitur untuk memastikan kekhawatiran negara-negara berkapasitas rendah ditangani.
“OECD akan memastikan aturan tersebut dapat dikelola secara efektif dan efisien. OECD juga menawarkan dukungan pengembangan kapasitas yang komprehensif kepada negara-negara yang membutuhkannya,” imbuh Mathias. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.