JAKARTA, DDTCNews - Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.15/ PMK.03/2018 tentang Cara Lain Penghitungan Peredaran Bruto merupakan opsi terakhir yang akan ditempuh dalam pemeriksaan pajak.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Robert Pakpahan mengatakan beleid tersebut merupakan pengecualian bila pembukuan atau pencatatan kegiatan usaha tidak ada atau tidak dapat diakses oleh petugas pajak.
"PMK ini mengatur pengecualian. Kalau tidak ada pembukuan maka dihitung dengan metode lain. Karena sering kali ketika tidak ada pembukuan kemudian menimbulkan sengketa dalam pemeriksaan," katanya kepada pers di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta, Senin (5/3) malam.
Dia menjelaskan bahwa beleid ini merupakan opsi terakhir bagi petugas pajak dalam memeriksa wajib pajak. Oleh karena itu, aturan ini justru memberikan kepastian hukum baik dari sisi fiskus maupun wajib pajak.
"Kita ingin memberikan kepastian hukum maka diterbitkan aturan ini. Oleh karena itu standarisasi diperlukan, agar ada perhitungan rasional bagi wajib pajak," paparnya.
Orang nomor satu otoritas pajak RI ini berharap polemik penggunaan metode lain dalam menghitung omzet dapat segera diakhiri. Pasalnya, ini bukanlah hal yang baru bagi fiskus. "Seakan-akan DJP punya kewenangan baru, padahal ini sudah ada sebelumnya,"
Seperti yang diketahui, Ada delapan metode yang dapat digunakan untuk menghitung omzet WP, yaitu melalui transaksi tunai dan nontunai, sumber dan penggunaan dana, satuan dan/atau volume usaha dan penghitungan biaya hidup.
Selain itu, ada metode pertambahan kekayaan bersih, berdasarkan Surat Pemberitahuan atau hasil pemeriksaan tahun pajak sebelumnya, proyeksi nilai ekonomi, dan/atau penghitungan rasio. (Gfa/Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.