KEBIJAKAN PAJAK

Dinamika Penetapan Residen dalam Pemungutan Pajak Lintas-Yurisdiksi

Redaksi DDTCNews | Kamis, 28 Januari 2021 | 17:15 WIB
Dinamika Penetapan Residen dalam Pemungutan Pajak Lintas-Yurisdiksi

KEGIATAN pemungutan pajak terutama pajak penghasilan (PPh) atas badan hukum saat ini telah mengalami perubahan signifikan. Akibat perubahan tersebut, otoritas pajak ternyata makin kesulitan dalam menerapkan konsep penetapan residen dalam kegiatan usaha di era digital ini.

Saat ini, konsep penetapan residen untuk wajib pajak badan mengacu pada penetapan lokasi pendirian perusahaan sebagai pusat manajemen perusahaan tersebut. Konsep ini juga merupakan kunci dari pemungutan PPh atas badan hukum.

Dalam sistem pajak pada tingkat domestik atau nasional yang ada, fungsi esensial dari penetapan residen ini bertujuan untuk menjamin wajib pajak badan dalam negeri dapat tunduk pada kewajiban pajaknya secara penuh.

Baca Juga:
Tarif Bea Masuk Trump terhadap 2 Negara Ini Lebih Tinggi dari China

Namun saat ini, upaya untuk menerapkan konsep penetapan residen dalam pemungutan PPh badan telah mengalami berbagai tantangan baru akibat pengaruh globalisasi dan perkembangan digitalisasi ekonomi yang begitu pesat.

Perkembangan ekonomi digital yang pesat telah memudahkan pelaku usaha dalam memobilisasi kegiatan usahanya, berkomunikasi serta memperoleh informasi secara instan tanpa harus melakukan kontak fisik secara langsung.

Artinya, pelaku usaha kini dapat mengontrol kegiatan usahanya dari tempat lain tanpa harus memiliki eksistensi fisik di tempat tersebut. Tak ayal, otoritas yang berusaha menerapkan konsep penetapan residen dalam memajaki perusahaan multinasional mengalami kesulitan.

Baca Juga:
Trump Bakal Kenakan Bea Masuk 25% atas Impor dari Kanada dan Meksiko

Belum lagi, kegiatan usaha yang demikian kerap menimbulkan dislokasi geografis dari fungsi yang dijalankan perusahaan multinasional tersebut. Hal tersebut menyebabkan otoritas pajak lebih sulit untuk menentukan lokasi mana yang merupakan pusat manajemen dari perusahaan yang bersangkutan, terutama jika lokasi yang dimaksud berbeda dengan lokasi perusahaan yang didaftarkan sebagai badan hukum.

Buku berjudul “Corporate Tax Residence and Mobility” ini bisa menjadi pilihan bagi pembaca dalam meninjau isu-isu seputar pemungutan PPh atas badan hukum yang kegiatannya tidak terbatas pada satu yurisdiksi tertentu.

Secara garis besar, buku ini membahas pengertian konsep penetapan residen dari dua perspektif, yaitu perspektif Uni Eropa dan perspektif hukum internasional. Pembahasan yang dimuat terdiri atas 28 bab yang dibagi dalam dua bagian utama.

Baca Juga:
Pacu Produksi Semen, Negara Ini Beri Insentif Pajak selama 2 Tahun

Dalam buku itu dijelaskan konsep penetapan residen dari perspektif hukum internasional didasarkan pada traktat atau perjanjian pajak internasional yang memiliki peran mendasar dalam mengalokasikan kewenangan untuk melakukan pemungutan PPh dalam lingkup lintas-negara.

Sebaliknya, dalam perspektif Uni Eropa, konsep penetapan residen dijelaskan telah memberikan akses perlindungan hukum kepada perusahaan multinasional melalui aturan-aturan yang terkait dengan pasar internal.

Lebih lanjut, pembahasan yang dimuat pada bagian awal buku ini terdiri dari laporan pengantar umum serta lima laporan tematik mengenai isu-isu utama yang kerap dihadapi dalam kegiatan pemungutan PPh yang menggunakan konsep penetapan residen.

Baca Juga:
Beban Pajak Minimum Global Bisa Ditekan dengan SBIE, Apa Itu?

Buku yang disunting oleh Edoardo Traversa ini juga membahas berbagai upaya telah dilakukan oleh banyak perusahaan multinasional untuk memobilisasi residen perusahaannya ke yurisdiksi dengan tarif pajak yang lebih rendah sejak era digital.

Pembahasan selanjutnya beralih pada laporan nasional yang meliputi 14 negara anggota Uni Eropa dan enam negara lainnya diluar Uni Eropa seperti Norwegia, Rusia, Serbia, Turki, Ukraina, dan Amerika Serikat.

Laporan tersebut berisikan analisis ekstensif mengenai definisi dan fungsi residen dalam kegiatan pemungutan PPh badan di masing-masing negara tersebut. Menariknya, data yang digunakan dalam analisis tersebut, diperoleh melalui kuesioner yang dimuat dalam lampiran yang terdapat pada buku ini.

Baca Juga:
Sri Mulyani: Pajak Minimum Global Bikin Iklim Investasi Lebih Sehat

Buku yang diterbitkan pada 2018 ini juga didukung kontribusi dari berbagai akademisi terkemuka di Eropa dan sekitarnya. Alhasil, buku ini menawarkan perspektif yang beragam terkait dengan konsep dasar perpajakan pada tingkat domestik atau nasional serta internasional.

Secara keseluruhan, buku yang diterbitkan oleh IBFD ini disusun dengan baik dan sistematis melalui hasil penelitian yang cermat. Untuk itu, pembaca dari kalangan manapun termasuk masyarakat pada umumnya tidak akan kesulitan untuk memahami buku tersebut. Tertarik membaca buku ini? Silakan baca langsung di DDTC Library. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Senin, 27 Januari 2025 | 10:00 WIB PMK 119/2024

Pemerintah Perinci Objek Penelitian atas PKP Berisiko Rendah

Senin, 27 Januari 2025 | 09:00 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Siap-Siap SBN Ritel Perdana 2025! Besok Dirilis ORI027T3 dan ORI027T6

Senin, 27 Januari 2025 | 08:43 WIB LAYANAN PAJAK

Butuh Layanan Pajak? Kantor Pajak Baru Buka Lagi 30 Januari 2025

Senin, 27 Januari 2025 | 08:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pembaruan Objek Penelitian PKP Berisiko Rendah untuk Cairkan Restitusi

Senin, 27 Januari 2025 | 08:00 WIB KOTA PALANGKA RAYA

Bayar Pajak Sudah Serba Online, Kepatuhan WP Ditarget Membaik

Minggu, 26 Januari 2025 | 14:30 WIB PERATURAN PAJAK

Soal DPP Nilai Lain atas Jasa Penyediaan Tenaga Kerja, Ini Kata DJP

Minggu, 26 Januari 2025 | 13:30 WIB PERDAGANGAN KARBON

Luncurkan Perdagangan Karbon Internasional di IDXCarbon, Ini Kata BEI

Minggu, 26 Januari 2025 | 13:00 WIB AMERIKA SERIKAT

Tarif Bea Masuk Trump terhadap 2 Negara Ini Lebih Tinggi dari China