KEBIJAKAN PAJAK

Dinamika Ketentuan Pajak Terkini, Ini Dampaknya ke Sektor Pertambangan

Dian Kurniati | Rabu, 05 April 2023 | 18:37 WIB
Dinamika Ketentuan Pajak Terkini, Ini Dampaknya ke Sektor Pertambangan

Director Fiscal Research & Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji.

JAKARTA, DDTCNews - Selama 3 tahun terakhir, pemerintah telah beberapa kali mengubah ketentuan perpajakan guna meningkatkan kinerja penerimaan. Director Fiscal Research & Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji mengungkapkan perubahan ketentuan pajak tersebut ikut berdampak kepada berbagai sektor usaha, termasuk pertambangan.

Perubahan aturan yang cukup krusial, misalnya, mengenai pajak atas natura dan/atau kenikmatan yang tertuang dalam UU 7/2021 dan PP 55/2022. Namun, 2 beleid tersebut nampaknya belum cukup memberikan kepastian mengenai implementasi pemajakan atas natura dan/atau kenikmatan.

"Kita berharap PP 55/2022 memberikan kepastian, tapi ternyata masih terdapat ketidakpastian dari sisi objeknya. Tetap menganut negative list," katanya dalam acara MiningTalk Series Vol.21, Rabu (5/4/2023).

Baca Juga:
Cara Ajukan Surat Keterangan PP 55/2022 di Coretax DJP

Bawono mengatakan ketentuan pajak atas natura dan kenikmatan dapat disebut sebagai game changer bagi sistem pajak di Indonesia. Ketentuan ini perlu menjadi perhatian, khususnya bagi pelaku usaha di sektor pertambangan yang banyak memberikan natura dan kenikmatan kepada pegawai yang bekerja di site atau lapangan.

Menyusul PP 55/2022, pemerintah sebenarnya masih akan menerbitkan peraturan menteri keuangan (PMK) yang mengatur secara terperinci tentang pemajakan atas imbalan berupa natura dan kenikmatan. Namun, kepastian perilisannya masih perlu ditunggu.

Bawono turut menyoroti sejumlah aspek yang berpotensi memunculkan interpretasi ganda. Selain soal objek, multi-interpretasi juga dapat terjadi dalam menentukan biaya menagih, mendapatkan, dan memelihara penghasilan (3M) yang bersifat deductible atau non-deductible.

Baca Juga:
Peraturan Terbaru terkait Pajak Minimum Global, Download di Sini

Aspek lain yang perlu menjadi perhatian di sektor pertambangan adalah pembebanan biaya spareparts. Hingga saat ini, belum ada ketentuan pajak yang mengaturnya secara spesifik. Misalnya dalam perlakuan biaya spareparts, apakah dibiayakan sekaligus atau dibebankan melalui metode penyusutan.

"Multi interpretasi dalam menentukan perlakuan biaya spareparts pun dapat terjadi sehingga berpotensi menimbulkan sengketa," kata Bawono.

Sebetulnya, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 16 telah memiliki ketentuan yang lebih spesifik dan memudahkan dalam penentuan perlakuan biaya spareparts. Bawono mengusulkan ada baiknya pemerintah mengintegrasikan antara ketentuan dalam PSAK Nomor 16 dengan ketentuan pajak.

Baca Juga:
Kata Dirjen Pajak soal DPP Nilai Lain dan PPN Besaran Tertentu

Demikian pula soal penentuan kelompok masa manfaat aktiva tetap. Sampai kini, masih terdapat area abu-abu karena kolom jenis usaha dan harta pada lampiran PMK 96/2009 belum mengatur jenis harta secara spesifik.

Berdasarkan kondisi tersebut, perlu ada ketentuan pajak yang mengatur jenis harta dan jenis usaha secara spesifik. Tujuannya, menghilangkan subjektivitas antara wajib pajak dan otoritas saat memerinci jenis harta di setiap kelompok penyusutan, serta membuat panduan dalam menentukan kelompok masa manfaat.

"Dengan adanya momentum dari PP 55/2022 ini, sebenarnya revisi PMK 96/2009 menjadi dimungkinkan," ujar Bawono.

Baca Juga:
Terdampak Tarif 12%, Apa Itu PPN dengan Besaran Tertentu?

Selanjutnya, Bawono juga menyinggung masih ada isu lain yang perlu dicermati di sektor pertambangan, yakni soal pengenaan pajak alat berat yang diatur dalam UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Pemajakan atas alat berat bakal berlaku mulai 1 Januari 2024, tetapi PP yang menjelaskan lebih detail tentang desain kebijakan ini belum terbit.

Bawono memberi catatan tentang pajak alat berat ini. Apabila ditilik ke belakang, pajak alat berat memiliki area ketidakpastian yang tinggi. Pada periode 2012-2022, terdapat 554 putusan pengadilan pajak yang berkaitan dengan sengketa pajak daerah.

Dari angka tersebut, 388 di antaranya bersinggungan dengan pajak kendaraan bermotor terkait alat berat dan/atau alat besar.

Baca Juga:
Memahami Sekilas soal Tarif Efektif, Setelah PPN 12% Berlaku

Kemudian, isu lain yang perlu jadi sorotan adalah seringnya terjadi sengketa mengenai pajak internasional di sekor pertambangan. Melalui PP 55/2022, Bawono mengingatkan, telah diatur instrumen antipenghindaran pajak yang lebih kuat dan beragam.

Instrumen antipenghindaran pajak dalam PP 55/2022 secara umum dapat dikategorikan menjadi 3 jenis. Pertama, yang bersifat penegasan dan menciptakan kepastian hukum karena sebelumnya diatur dalam produk hukum di bawah PP seperti ketentuan Controlled Foreign Company (CFC) rules.

Kedua, membuka ruang modifikasi aturan seperti ketentuan atas pembatasan biaya bunga yang bisa dilakukan dengan metode selain debt to equity ratio.

Baca Juga:
Soal Perpanjangan PPh Final UMKM 0,5%, WP Perlu Tunggu Aturan Teknis

Ketiga, tiga instrumen yang baru diperkenalkan. Ketiganya yaitu prinsip substance over form, hybrid mismatch arraangement, serta pembandingan kinerja keuangan bagi wajib pajak yang rugi fiskal selama 3 tahun berturut-turut.

"Ini rezim baru instrumen pencegahan penghindaran pajak yang perlu menjadi perhatian. Ada 3 hal yang baru," imbuhnya. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 23 Januari 2025 | 18:00 WIB TIPS PAJAK

Cara Ajukan Surat Keterangan PP 55/2022 di Coretax DJP

Senin, 20 Januari 2025 | 14:00 WIB PMK 136/2024

Peraturan Terbaru terkait Pajak Minimum Global, Download di Sini

Rabu, 08 Januari 2025 | 09:57 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kata Dirjen Pajak soal DPP Nilai Lain dan PPN Besaran Tertentu

Jumat, 03 Januari 2025 | 09:36 WIB KAMUS PAJAK

Terdampak Tarif 12%, Apa Itu PPN dengan Besaran Tertentu?

BERITA PILIHAN
Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:30 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Pengumuman bagi Eksportir-Importir! Layanan Telepon LNSW Tak Lagi 24/7

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:45 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Tenang! Surat Teguran ‘Gaib’ karena Coretax Eror Bisa Dibatalkan DJP

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses

Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:45 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Simak! Ini Daftar Peraturan Perpajakan yang Terbit 1 Bulan Terakhir

Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:00 WIB KEBIJAKAN EKONOMI

Jaga Inflasi pada Kisaran 2,5 Persen, Pemerintah Beberkan Strateginya

Sabtu, 01 Februari 2025 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jadi Kontributor Pajak Terbesar, Manufaktur Diklaim Pulih Merata