Digicel Group (sumber: https://www.digicelgroup.com/en.html)
PORT MORESBY, DDTCNews – Digicel Grup mempertimbangkan untuk menggugat pemerintah Papua Nugini jika pemerintah tidak mencabut ketetapan pajaknya.
Perusahaan jaringan telepon seluler dan penyedia layanan hiburan asal Jamaika tersebut menilai pajak yang dikenakan pemerintah diskriminatif.
“Tambahan pajak badan yang ditetapkan oleh pemerintah Papua Nugini dikenakan satu kali senilai PGK350 juta [setara Rp1,4 triliun] pada anak perusahaan Digicel Pacific Ltd. yang berdomisili di Papua Nugini,” kata Digicel dalam pernyataan persnya, dikutip Senin (11/4/2022).
Selain jumlah pokok pajak, Digicel juga harus membayar denda karena tidak membayar pajak senilai PGK50 juta, setara Rp204 miliar.
“Ketetapan pajak baru yang dikeluarkan pada 25 Maret 2022 mengenai aturan pajak khusus untuk perusahaan yang dibuat tanpa adanya konsultasi membuat bingung Digicel dan keadaan ekonomi Papua Nugini,” tambah Digicel.
Menurut Digicel adanya aturan pajak baru ini membawa implikasi pada rating reputasi dan rating kredit. Pasalnya aturan pajak baru ini dinilai aneh dan belum pernah diimplementasikan sebelumnya.
Pada Oktober 2021 lalu, Digicel mengumumkan untuk menjual Digicel Pacific Ltd. kepada Telstra Corp. Ltd. yang berdomisili di Australia. Kabarnya perusahaan telekomunikasi terbesar di wilayah Pasifik Selatan itu dijual senilai US$1,85 miliar atau setara Rp26 triliun.
Dilansir Tax Notes International, Digicel mengatakan ketentuan dalam aturan pajak baru tersebut akan mempengaruhi proses penjualan anak perusahaannya kepada Telstra.
“Sebelum adanya aturan pajak tersebut, semua persetujuan terkait transaksi telah terpenuhi, menyisakan satu ketentuan yang belum,” ujar Digicel. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.