HARI PAJAK 14 JULI

DDTC Fiscal Research: Penerimaan Pajak Elastis Saat Ekonomi Turun

Redaksi DDTCNews | Kamis, 16 Juli 2020 | 11:15 WIB
DDTC Fiscal Research: Penerimaan Pajak Elastis Saat Ekonomi Turun

Research Coordinator DDTC Fiscal Research Denny Vissaro saat memaparkan materi dalam webinar bertajuk “Refleksi dan Outlook Sektor Pajak Indonesia: Peluang dan Tantangan”.

JAKARTA, DDTCNews – Elastisitas pertumbuhan penerimaan pajak atau tax buoyancy rendah ketika ekonomi tumbuh, tapi justru meningkat di saat ekonomi melemah.

Hal tersebut disampaikan Denny Vissaro, Research Coordinator DDTC Fiscal Research dalam webinar bertajuk “Refleksi dan Outlook Sektor Pajak Indonesia: Peluang dan Tantangan”. Webinar ini merupakan persembahan DDTC untuk memeriahkan Hari Pajak 2020.

Denny mengatakan kinerja pajak sudah tertekan sejak sebelum adanya pandemi Covid-19. Kinerja semakin terpukul saat ini hingga waktu yang belum dapat diprediksi. Saat ekonomi tumbuh stabil di kisaran angka 5% selama satu dekade terakhir, tax buoyancy justru memiliki tren terus menurun.

Baca Juga:
Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

“Namun, berbeda yang terjadi ketika ekonomi melemah mendekati angka 0% atau bahkan berisiko minus. Ketika ini terjadi, justru pola penerimaan pajak menjadi sangat elastis terhadap ekonomi,” ujar Denny, Kamis (15/7/2020).

Dia mengungkapkan setidaknya ada empat faktor utama yang menyebabkan kondisi tersebut terjadi. Pertama, penurunan aktivitas ekonomi. Ketika ekonomi tumbuh, terindikasi lebih banyak dari aktivitas yang tidak tercakup dalam sistem pajak.

Tidak tercakupnya dalam sistem pajak bisa terjadi karena adanya pengecualian pengenaan pajak secara ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, ada juga faktor tidak bisa terjangkaunya aktivitas tersebut secara administratif.

Baca Juga:
Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Kedua, perubahan pola konsumsi. Denny mengatakan pada saat krisis, biasanya ada perubahan pola konsumsi masyarakat, baik dari sisi besaran, sektor, maupun platform. Konsumsi bergeser dari produk yang selama ini menjadi sumber penerimaan pajak ke barang dan jasa yang berkontribusi kecil, bahkan nol.

Ketiga, shadow economy baru. Aktivitas ekonomi nyata tapi tidak tedeteksi oleh otoritas pajak. Ketika krisis, masyarakat akan berusaha untuk bertahan hidup. Bisa jadi, masyarakat yang selama ini berada di sektor formal beralih ke sektor informal. Shadow economy jadi pelabuhan baru

“Ini bisa berupa aktivitas ekonomi ilegal, kegiatan di sektor informal, aktivitas berbasis kas yang tidak mempunyai pelaporan keuangan, atau bahkan ekonomi digital yang sedang marak saat ini,” imbuh Denny.

Baca Juga:
Veteran dan Pensiunan Dapat Insentif, Setoran PBB Tetap Capai Target

Dia juga mengungkapkan selama ini diversifikasi sumber penerimaan pajak per sektor maupun per jenis pajak juga masih timpang. Kondisi ini, menurut International Monetary Fund (IMF) akan menyebabkan rentannya kinerja pajak terhadap krisis ekonomi.

Timpangnya distribusi kontribusi penerimaan pajak, sambung Denny, menunjukkan masih kurang terbangunnya semangat gotong royong sesuai tema peringatan Hari Pajak tahun ini. Simak juga Fokus Hari Pajak dengan tema “Bersiap Menunggu Badai Berlalu”.

Keempat, peningkatan insentif pajak. Lebih menonjolnya fungsi regulerend pajak saat pandemi Covid-19 membuat penerimaan pajak juga sangat sensitif. Pajak mau tidak mau harus menjalankan fungsi tersebut untuk meringankan beban masyarakat dan menstimulus perekonomian.

Baca Juga:
Ada Kenaikan Tarif PPN, DJP Tetap Optimalkan Penerimaan Tahun Depan

Dalam kesempatan itu, Denny juga mengatakan pemulihan kinerja fiskal pascakrisis selalu lambat, bahkan ada kemungkinan sulit kembali ke titik sebelum adanya krisis. Selain karena timbulnya kompetisi pajak dan banyaknya insentif pajak yang perlu disediakan guna menstabilkan perekonomian, kesadaran pajak pascakrisis tampaknya menurun.

“Tahun 2020 masih belum usai. Pandemi ini perlu kita maknai kehadiran pajak di tengah masyarakat dan kita manifestasikan semangat baru dengan bergotong royong meningkatkan kepatuhan pajak, baik untuk diri sendiri maupun komunitas,” ujarnya.

Seperti diketahui, dalam webinar kali ini, Managing Partner DDTC hadir sebagai keynote speaker. Simak artikel 'Pakar: Kepastian Hukum dalam Sistem Pajak Harus Jadi Prioritas'. Selain itu, ada Senior Researcher DDTC Fiscal Research Dea Yustisia yang juga hadir sebagai pembicara. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:13 WIB KANWIL DJP JAKARTA KHUSUS

Jelang Tutup Tahun, Realisasi Pajak Kanwil Khusus Capai 95% Target

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Senin, 23 Desember 2024 | 17:30 WIB KABUPATEN SIDOARJO

Veteran dan Pensiunan Dapat Insentif, Setoran PBB Tetap Capai Target

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra